Nukekubi
Saat Ibu Siska menyebut kata perjanjian, kepala ular raksasa yang tadinya masih ada di belakang Ibu Siska, mendadak berpindah tempat ke samping Pak Indra, seolah bersiap untuk menyantapnya.
Abi
Apapun itu akan saya lakukan.
Wulan akhirnya memberanikan diri untuk bersikap tegas di hadapan Pak Indra.
Mereka tidak boleh jatuh dalam jebakan Ibu Siska.
Abi
Masih baik kepala sekolah mau maafin kamu. Kalau Abi yang jadi kepala sekolah dan punya murid kayak kamu, Abi tidak akan menerima alasan apapun dan tetap mengeluarkan kamu dari sekolah.
Wulan
Wulan lebih memilih untuk keluar dari sekolah, daripada harus punya kepala sekolah yang jahat kayak dia.
Abi
Wulan! (membentak seraya bangkit dari duduknya)
Wulan
Abi...(memegang tangan Pak Indra)
Wulan
Lebih baik kita pulang sekarang. Tidak baik kita berlama-lama di sini.
Ibu Siska
Sepertinya anak Anda tidak benar-benar tulus meminta maaf pada saya, Pak Indra.
Ibu Siska
Saya sebenarnya hanya berpura-pura mengatakan kalau Anda harus membuat perjanjian sebagai jaminan, karena saya ingin melihat apa anak Anda memang menyesali perbuatannya atau tidak.
Ibu Siska
Tapi Anda bisa melihat sekarang bagaimana anak Anda kembali bersikap di depan orang yang lebih tua.
Wulan
Itu bohong! (Tak terima)
Wulan
Aku tahu siapa kamu sebenarnya. Kamu…
Abi
Ibu Siska, sekali lagi saya benar-benar minta maaf...
Abi
Jika saya tahu anak saya kembali bertingkah seperti ini, saya tidak akan datang ke rumah Anda.
Ibu Siska
Jangan terlalu menyalahkan diri Anda Pak Indra.
Ibu Siska
Anda sudah mengajari anak Anda dengan sekuat tenaga.
Ibu Siska
Hanya saja, anak Anda sendiri yang memang pada dasarnya bebal.
Wulan
Berhenti mempengaruhi Abi saya dengan kata-kata manismu itu. (Muak)
Wulan
Kamu pikir, saat kamu menyebutkan kata perjanjian, saya tidak tahu apa maksudnya?
Wulan
Kamu ingin jadikan kami makanan untuk ular kamu itu kan?
Ibu Siska melotot tajam ke arah Wulan, tapi hanya sebentar.
Lalu kembali menutupi segalanya dengan melanjutkan sandiwaranya sebagai kepala sekolah.
Ibu Siska
Nak, kamu ini bicara apa? Ular apa?
Ibu Siska
Di sini tidak ada ular.
Mata batin Wulan tidak akan bisa dibohongi.
Ibu Siska
Dan untuk apa Ibu menjadikan kalian berdua makanan untuk ular?
Ibu Siska
Apa Ibu terlihat seperti penjahat atau psikopat?
Wulan
Tapi kamu itu jelmaan Nukekubi.
Pak Indra memijit pelipisnya.
Abi
Abi tidak tahu harus berbuat apa lagi padamu, supaya kamu berhenti mengatakan hal-hal yang tidak masuk akal.
Abi
Kamu hanya ingin mempermalukan Ayah.
Wulan
Abi, tolong percaya sama Wulan sekali saja...
Ibu Siska
Ini sudah kelewat batas.
Ibu Siska
Tak ada toleransi lagi untuk segala penghinaan ini.
Ibu Siska
Dan kalau boleh saya memberi saran, sebaiknya Anda membawanya ke psikiater.
Wulan
Kamu menuduh saya gila?
Wulan
(Tak bisa menahan amarah)
Wulan
Abi, lihat Wulan. Apa wajah Wulan telihat berbohong?
Pak Indra yang sudah terlanjur malu dengan kelakuan Wulan, bersikap tidak peduli dan hanya memandangi Wulan dengan pandangan seolah dirinya memang gila.
Wulan melepas tangannya dan mundur selangkah.
Wulan
Abi, juga berpikiran seperti itu?
Abi
Saya tidak tahu apa saya harus membawanya ke psikiater atau tidak Bu Siska.
Abi
Tapi kalau memang anak saya dikeluarkan dari sekolah, saya akan terima.
Mendengar perkataan Pak Indra, membuat hati Wulan hancur.
Bisa-bisanya Ayahnya berpikiran sama dengan iblis jelmaan itu.
Wulan
Abi…Wulan tidak gila.
Wulan
Dia mempengaruhi Abi.
Bentakan Pak Indra kali ini membuat Wulan terdiam seketika.
Abi
Abi tidak ingin mendengar apapun lagi.
Pak Indra berlalu dari hadapan Ibu Siska menuju pintu dengan kepala tertunduk.
Hati Wulan teriris melihatnya.
Jelmaan Nukekubi itu berhasil membuat hubungan Ayah dan anak hancur.
Tapi Wulan tidak akan tinggal diam.
Berani bermain api, maka bersiaplah untuk terbakar.
Begitu Pak Indra keluar, Wulan menutup pintu dan menguncinya.
Ibu Siska
Apa yang akan kamu lakukan?
Ibu Siska
(Mendadak panik)
Wulan mengatur napasnya sejenak, lalu berbalik menghadap Ibu Siska.
Di luar pintu terdengar suara Pak Indra memanggil-manggil Wulan dan minta agar pintunya dibuka.
Tapi Wulan tetap pada keputusan awalnya.
Ia harus memberi pelajaran pada makhluk jelmaan itu.
Ibu Siska
Kamu tidak akan bisa melakukan apapun terhadapku.
Ibu Siska
Apalagi melukaiku.
Ibu Siska yang sepertinya merasakan sesuatu dari dalam diri Wulan, secara perlahan ia memperlihatkan wujud aslinya.
Kedua tangannya memegang kepalanya dan kemudian menariknya ke atas hingga terlepas dari tubuhnya.
Ibu Siska
Tamat sudah riwayatmu anak nakal.
Kepala Ibu Siska melayang di udara dan terbang menukik ke arah Wulan.
Sementara ular raksasa peliharaannya mengepung Wulan dari segala penjuru dengan menggunakan ekornya untuk menutup pintu keluar dan juga jendela.
Wulan bergeming di tempat.
Tangan kanannya terangkat di udara.
Dan saat tinggal seinci lagi jarak antara kepala Ibu Siska dan dirinya, sebuah kalimat sakti kembali keluar dari bibir Wulan.
Wulan
A‘udzu bi wajhillahil karimi wa bi kalimatillahit tammatillati la yujawizuhunna barrun wa la fajirun min syarri ma yanzzilu minassama’i...
Gerakan Ibu Siska seketika terhenti.
Erangan kesakitan keluar dari mulutnya.
Wulan terus melanjutkan kalimatnya.
Wulan
Wa min syarri ma ya‘ruju fiha, wa min syarri ma dzara’a fil ardhi, wa min syarri ma yakhruju minha...
Ibu Siska
Arrgghhhh…berhenti!
kepala Ibu Siska terbang menjauh dan berputar-putar tak tentu arah.
Ibu Siska
Apa yang telah kamu lakukan padaku?
Ibu Siska
Telingaku seperti terbakar.
Ia terus meneruskan doanya tanpa ampun.
Wulan
Wa min fitanillaili wannahari...
Ibu Siska menjerit—memohon ampun.
Ular raksasa yang tadi mengepungnya, ikut menggeliat sakit.
Kulitnya perlahan memerah dan melepuh.
Hingga akhirnya terbakar tak bersisa.
Mata merahnya melotot penuh amarah.
Tak terima peliharaan kesayangannya telah dimusnahkan.
Ibu Siska
Kamu! Mati saja sana!
Mendadak angin bertiup begitu kencang, membuat segala benda dan perabotan yang ada di rumah itu menjadi hancur berantakan.
Kepala Ibu Siska berubah menjadi lebih besar.
Matanya mengeluarkan darah dan membulat semakin besar seakan nyaris copot dari tempatnya.
Taring-taringnya memanjang hingga menyentuh lantai.
Dan rambutnya berkibar ke atas, memenuhi ruangan.
Karena saking kuatnya hembusan angin membuat Wulan memilih untuk duduk bersimpuh di lantai.
Tapi bibirnya terus berkomat-kamit, melanjutkan doa yang ia rapalkan barusan.
Wulan
Wa min thawariqillaili wannahari...
Kepala Ibu Siska kembali mengerang.
Ibu Siska
Saya bilang berhenti!
Wulan
Illa thariqan yathruqu bi khairin, ya rahman.
Bersamaan dengan jeritan kesakitan Ibu Siska, kepalanya perlahan mulai menyusut seperti semula.
Ujung rambutnya mengeluarkan api.
Yang kemudian menjalar ke kepalanya.
Ibu Siska
Tidak. Ini tidak mungkin!
Ibu Siska
Saya harus kembali ke tubuh saya sekarang.
Kepala Ibu Siska terbang rendah ke tempat tubuhnya terbaring.
Wulan ternyata lebih cepat dari kepala Ibu Siska.
Ia meletakkan tangannya dan kembali membaca doa.
Wulan
Tidak sebelum kamu berjanji akan meninggalkan kota ini untuk selamanya.
Wulan
Dan kembali ke asalmu.
Ibu Siska
Baiklah, saya berjanji akan pergi dari sini.
Ibu Siska
Jadi lepaskan tubuh saya.
Wulan mengangkat tangannya.
Ia bangkit dan berjalan mundur secara perlahan.
Membiarkan kepala Ibu Siska mendekati tubuhnya.
Ibu Siska
Anak manusia memang gampang diperdaya.
Kepala Ibu Siska berhasil menyatukan dirinya dengan tubuhnya.
Ia segera bangkit dari tempatnya, dan berniat untuk melarikan diri.
Namun baru saja Ibu Siska melangkahkan kakinya, tiba-tiba saja ia merasakan panas yang luar biasa pada telapak kakinya.
Kedua bola matanya kembali melotot saat mendapati lantai rumahnya telah di penuhi dengan tulisan-tulisan yang tak pernah ia lihat sebelumnya.
Ibu Siska
Apa ini? (Bingung bercampur kesal)
Wulan
Sifat dasar iblis sepertimu adalah suka menipu manusia.
Wulan
Walaupun kamu menunjukkan padaku rasa penyesalan dan berjanji untuk pergi dari kota ini, bagiku iblis tetaplah iblis.
Wulan
Aku tidak akan semudah itu bisa terperdaya olehmu.
Wulan
Tulisan yang kamu lihat di lantai itu adalah kalimat suci yang akan membuatmu tidak bisa pergi seinci pun dari sini.
Wulan
Yang mana hanya dengan satu kalimatnya saja mampu membakarmu hingga tak bersisa.
Ibu Siska
(Menggeram marah)
Ibu Siska
Anak kurang ajar!
Suara lengkingan Ibu Siska mampu membuat seluruh dinding rumah bergetar hebat.
Kaca-kaca jendela rumah pecah.
Dan lantai tempat dimana Wulan duduk bersimpuh ikut bergetar hingga menimbulkan retakan yang cukup besar dimana-mana.
Wulan segera memperkuat dirinya agar tak goyah.
Membuat lingkaran cahaya mendadak muncul ke permukaan dari tulisan-tulisan sakral tersebut dan mengurung Ibu Siska.
Ibu Siska
Cahaya ini tidak akan bisa menghentikan saya!
Ibu Siska
Kamu akan kalah!
Wulan
Kalau begitu mari kita lihat bagaimana kesombonganmu bisa mengatasi hal ini.
Wulan
A'uudzubillaahhiminas syaitoonnirrojiim...
Wulan
Allohu laa ilaaha illaa Huwal Hayyul Qoyyuum, laa ta’khudzuhuu sinatuw walaa nauum...
Ibu Siska
Aaarrrggghhhhh!!!
Ibu Siska
(Memegang kedua telinganya sembari mengerang kesakitan)
Wulan
la Huu maa fis samawaati wa maa fil ardh...
Wulan
Mann dzalladzii yasyfa’u ‘inda Huu, illa bi idznih...
Wulan
Ya’lamu maa bayna aidiihim wa maa kholfahum, wa laa yuhiituuna bisyayim min ‘ilmi Hii illaa bi maa syaa’...
Ibu Siska
Jangan bicara lagi!!!
Ibu Siska
Aaaaarrrgghhh!!!
Tubuh Ibu Siska mulai melepuh.
Kedua tangannya bergerak panik menyapu setiap inci dari tubuhnya yang terluka.
Berharap lukanya bisa sedikit membaik.
Namun semakin ia terus menyentuhnya, lukanya semakin membesar.
Wulan
Wa si’a kursiyyuus samaawaati walardh, wa laa yauudlu Huu hifdzuhumaa, wa Huwal ‘aliyyul ‘adziiim.
Erangan Ibu Siska kali ini cukup panjang.
Luka-luka yang nyaris memenuhi seluruh tubuhnya, mengeluarkan cahaya yang menyilaukan mata.
Cahaya putih kekuningan yang terus membesar.
Terus dan terus bersinar.
Menghasilkan rasa panas yang luar biasa.
Tubuh Ibu Siska terbakar secara perlahan dari dalam.
Tubuh Ibu Siska meledak berkeping-keping.
Comments