Perjanjian?

Abi
Abi
Kamu itu tidak jera-jera juga?
Abi
Abi
(Tak bisa lagi menahan kemarahannya pada anak semata wayangnya begitu tiba di rumah)
Abi
Abi
Apa perkataan Abi cuma angin lalu buat kamu?
Abi
Abi
Sampai kamu tidak mempedulikannya dan justru membuat Abi malu di depan kepala sekolah.
Wulan hanya menunduk menatap ujung kakinya, membiarkan Pak Indra menyelesaikan ceramahnya.
Karena akan semakin rumit urusannya jika dirinya berani menyela di saat Pak Indra masih berbicara serius.
Apalagi saat ini Pak Indra sangat marah yang disebabkan ulahnya di sekolah.
Abi
Abi
Sekarang kamu ingin beralasan apa lagi?
Abi
Abi
Waktu itu kamu bilang kalau temanmu yang bernama Marisa menerormu dengan bonekanya.
Abi
Abi
Jadi kamu mengambil bonekanya dan membakarnya di depan kelas.
Abi
Abi
Tapi apa akibatnya? kamu kena skor selama seminggu.
Abi
Abi
Abi masih mencoba sabar.
Abi
Abi
Tapi begitu masa skorsmu selesai, lagi-lagi kamu berbuat ulah dengan mengatakan bahwa kepala sekolahmu itu seorang jelmaan hantu jepang yang namanya Nuki…Nuke…
Wulan
Wulan
Nukekubi Abi...
Wulan
Wulan
(Mengkoreksi)
Abi
Abi
Terserahlah apa namanya.
Abi
Abi
Yang jelas kamu sudah menuduh hal yang tidak-tidak padanya.
Abi
Abi
Gara-gara kamu, Abi sampai dituduh karena tidak bisa mengajarimu dengan baik.
Abi
Abi
Kamu ingin jadi apa kalau seperti ini terus Wulan?
Abi
Abi
Memangnya kamu dukun? Atau paranormal?
Wulan tak berani menjawab.
Ia tidak mungkin menjelaskan pada Ayahnya bahwa sejak dirinya menginjak usia lima belas tahun—bertepatan dengan kepergian ibunya untuk selamanya karena suatu penyakit misterius—kemampuannya sixth sensenya kini tak sekedar hanya mampu melihat atau berkomunikasi dengan roh halus saja.
Ia sekarang memiliki kekuatan yang mampu mencium tanda bahaya dari jarak sepuluh kilometer, bisa membedakan mana jelmaan siluman dan manusia biasa, bahkan yang mengejutkannya adalah rapalan kalimat sakral yang keluar begitu saja dari mulutnya saat akan melakukan pengusiran roh. Padahal dirinya tak pernah mempelajarinya.
Wulan sempat berpikir bahwa kekuatan yang ia dapat itu mungkin dari Ibunya.
Apalagi sampai sekarang mereka belum tahu penyebab pasti penyakit yang merenggut nyawa Ibunya.
Setiap dokter yang ditemui bahkan tak bisa menemukannya.
Tapi mendengar cerita dari pamannya, Ibunya ternyata hanya manusia biasa yang sangat taat agama.
Dan pamannya percaya bahwa Ibunya meninggal bukan karena kekuatan jahat seperti yang dirumorkan orang-orang.
Melainkan memang sudah waktunya.
Karena tak ada satu pun dari keluarganya yang mampu menjawab semua pertanyaan Wulan, sejak saat itu ia memilih untuk diam saja dan mencoba beradaptasi dengan kemampuan barunya.
Termasuk merahasiakannya dari Ayahnya.
Sebab Ayahnya adalah tipe orang yang lebih menggunakan logikanya dibanding percaya pada hal yang berbau supernatural.
Abi
Abi
Ini adalah peringatan Abi untuk terakhir kalinya sama kamu Wulan.
Abi
Abi
(Duduk di hadapan Wulan)
Abi
Abi
Abi ingin kamu berhenti membuat masalah dengan alasan ada jin yang mengganggulah, ada makhluk jahatlah—Abi tidak mau dengar lagi.
Abi
Abi
Apalagi sampai berani menuduh kepala sekolahmu seperti itu.
Abi
Abi
Kalau sampai Abi tahu, atau mendapat laporan jelek lagi tentang kamu di sekolah, Abi bakal masukin kamu ke sekolah asrama.
Wulan
Wulan
(Berjengit kaget) Jangan Abi...(memelas, tak mau)
Abi
Abi
Semua tergantung dari sikapmu di sekolah.
Abi
Abi
Mengerti?
Wulan
Wulan
Iya Abi.
Pak Indra menghela napas panjang.
Marah-marah ternyata menyita energinya cukup banyak.
Baru satu anak saja sudah seperti punya sepuluh anak.
Bikin kepala mumet dan juga stress.
Pak Indra jadi membandingkan dirinya dengan istrinya yang begitu sabar dalam mendidik Wulan.
Andaikan istrinya masih hidup sekarang.
Wulan
Wulan
Abi?
Abi
Abi
Hmm.
Abi
Abi
(hanya menyahut dengan dehaman, dalam posisi bersender di sofa dan mata tertutup. Pak Indra merasa begitu lelah)
Wulan
Wulan
Abi sudah selesai kan, marahnya?
Wulan
Wulan
Wulan mau ke kamar.
Wulan
Wulan
Ada tugas sekolah.
Abi
Abi
Ah, iya. Selesaikan tugasmu.
Abi
Abi
Lalu setelah itu kita ke rumah kepala sekolahmu.
Wulan
Wulan
Untuk apa, Bi? (Keheranan)
Mata Pak Indra terbuka.
Posisinya berubah dari bersender jadi duduk tegak, menatap lurus ke arah Wulan.
Abi
Abi
Kamu ini sudah buat salah.
Abi
Abi
Jadi kamu harus minta maaf supaya kepala sekolahmu itu tidak jadi mengeluarkanmu dari sekolah.
Abi
Abi
Atau kamu memang ingin masuk ke sekolah asrama?
Wulan
Wulan
Tidak.
Wulan
Wulan
Wulan tidak mau.
Abi
Abi
Kalau begitu cepat selesaikan tugasnya.
Abi
Abi
Sejam lagi kita berangkat.
Dengan perasaan terpaksa, Wulan pun mengiyakan.
Wulan
Wulan
Baik, Abi.
.
.
.
Malamnya, sekitar jam tujuh, Pak Indra dan Wulan berangkat ke rumah kepala sekolah yang letaknya agak cukup jauh dari jalan poros utama Fatmawati.
Tanah merah yang masih basah usai di guyur hujan tadi sore, menyambut mobil Pak Indra saat masuk ke dalam sebuah perumahan baru yang bisa dibilang cukup sepi.
Mungkin karena masih dalam tahap pembangunan.
Jadi baru beberapa rumah saja yang selesai dibangun.
Selebihnya masih dalam tahap rangka dan tanah kosong.
.
.
Sesuai alamat yang Pak Indra dapat dari wali kelas Wulan, Pak Indra menghentikan mobilnya di depan sebuah rumah mungil warna putih yang tampaknya sedang dalam tahap renovasi.
Pak Indra meminta Wulan untuk segera turun.
Dan lagi-lagi Wulan hanya bisa menuruti tanpa berani membantah.
Meski dalam hati sebenarnya dia dongkol sendiri.
Kenapa juga ayahnya memaksa untuk datang ke rumah kepala sekolahnya saat malam-malam seperti ini?
Abi
Abi
Ingat ya, kamu harus minta maaf dengan tulus.
Abi
Abi
Jangan berkata atau bertindak sesuatu yang menyinggung perasaan kepala sekolahmu.
Wulan
Wulan
Iya Abi.
Pak Indra berjalan lebih dulu di depan, sementara Wulan mengikuti dari belakang dengan sikap ogah-ogahan.
Namun saat kaki kanan Wulan menginjak halaman depan rumah, sebuah penglihatan menyeramkan terpapar begitu jelas di hadapannya dan tampak sangat nyata.
Rumah kepala sekolah dikelilingi oleh aura merah mengerikan yang jahat.
Wulan berusaha untuk bersikap biasa saja dengan mengalihkan pandangannya pada Pak Indra yang tampaknya menunjukkan reaksi biasa-biasa saja.
Itu berarti hanya dirinya saja yang merasakannya.
Meski ingin sekali Wulan memberitahu pada Pak Indra mengenai keanehan yang ia rasakan pada rumah kepala sekolah, Wulan terpaksa memilih untuk tetap diam.
Sebab ia ingin memastikan terlebih dahulu aura menyeramkan apa yang mengelilingi rumah kepala sekolah.
Pak Indra kemudian mengetuk pintu secara perlahan.
Abi
Abi
Assalamualaikum…permisi...
Karena belum ada yang datang untuk membukakan pintu, Pak Indra kembali mengetuk pintunya, ditambah dengan suara yang agak besar dari sebelumnya.
Abi
Abi
Assalamualaikum.
Ibu Siska
Ibu Siska
Waalaikumsalam.
Kepala sekolah muncul dari balik pintu yang dibukanya.
Terlihat ia sepertinya belum sempat mengganti pakaian yang ia kenakan sejak pagi.
Blazer abu-abu terang dan celana hitam panjang.
Tapi bukan itu yang menjadi fokus Wulan sekarang.
Melainkan syal berwarna mustard yang melingkar di lehernya.
Seolah-olah ada sesuatu di lehernya, yang ia coba untuk disembunyikan.
Ibu Siska
Ibu Siska
Pak Indra?
Abi
Abi
Selamat malam, Bu Siska.
Abi
Abi
Maaf saya datang ke rumah Anda malam-malam begini.
Ibu Siska
Ibu Siska
Ah, tidak mengganggu sama sekali Pak.
Ibu Siska
Ibu Siska
Mari, silahkan masuk.
Kepala sekolah Ibu Siska mempersilahkan Pak Indra masuk ke dalam rumah.
Tapi lagi-lagi Wulan bergeming.
Ia merasa ragu untuk masuk.
Batinnya merasa semacam ada hal berbahaya di dalam sana yang membuat dadanya terhimpit dan sesak.
Ibu Siska
Ibu Siska
Nak Wulan, kenapa berdiri saja di situ?
Perkataan Ibu Siska menyadarkan Wulan.
Pak Indra berbalik ke arah Wulan.
Abi
Abi
Sini masuk. (Setengah berbisik)
Ibu Siska
Ibu Siska
Ayo, Nak. Jangan takut.
Ibu Siska
Ibu Siska
Ibu tidak akan memakanmu.
Mata batin Wulan sontak menangkap sosok wanita pucat sedang menyeringai lebar dengan taring dan darah yang terus menetes, dari balik wajah polos Ibu Siska.
Sekali lagi.
Radarnya menangkap akan ada bahaya jika dirinya dan ayahnya berada terlalu lama di rumah Ibu Siska.
Wulan harus segera mengajak ayahnya pulang.
Abi
Abi
Wulan!
Abi
Abi
(Menarik paksa tangan Wulan untuk masuk) Sini!
Wusshhh!!!
Hembusan angin panas bercampur rasa dingin yang menyeramkan langsung menyergap Wulan hingga ke tulang.
Mengingat apa yang ia rasakan diluar rumah, ternyata tak sebanding dengan saat ia berada di dalam.
Jauh lebih kuat dan menyesakkan.
Wulan mengeraskan rahangnya.
Ternyata firasatnya tadi pagi adalah benar.
Bodohnya ia karena sedikit meragukannya.
Kalau saja ia percaya, mungkin ia bisa mencegah Pak Indra dengan alasan apa saja yang membuatnya tak datang ke rumah Ibu Siska.
Tapi apa boleh buat.
Apapun yang terjadi sekarang tak bisa diputar kembali.
Dirinya dan juga Pak Indra sudah terlanjur masuk ke dalam rumah iblis itu.
Yang bisa dilakukan hanya satu cara.
Melawan.
Ibu Siska
Ibu Siska
Silahkan duduk.
Ibu Siska
Ibu Siska
Saya buatkan minuman dulu.
Abi
Abi
Tidak usah repot-repot, Bu.
Abi
Abi
Kami datang ke sini bukan untuk merepotkan.
Abi
Abi
Melainkan untuk meminta maaf atas kelakuan anak saya.
Ibu Siska
Ibu Siska
Bukankah kita sudah membahas ini di sekolah, Pak Indra?
Ibu Siska
Ibu Siska
Bahwa saya memaklumi kelakuan anak Anda.
Ibu Siska
Ibu Siska
Meski begitu, ia harus dihukum agar mendapat efek jera.
Abi
Abi
Saya tahu, Bu.
Abi
Abi
Tapi apakah dengan mengeluarkannya dari sekolah adalah jalan satu-satunya?
Abi
Abi
Apakah tidak ada acara lain Bu?
Abi
Abi
Saya mohon Anda mempertimbangkannya kembali.
Ibu Siska menghela napas panjang sejenak.
Pandangan matanya dialihkan pada Wulan, lalu kembali pada Pak Indra.
Ibu Siska
Ibu Siska
Apa anak Anda, Wulan, benar-benar menyesali perbuatannya?
Abi
Abi
Tentu saja, Bu.
Pak Indra kemudian menyikut lengan Wulan, mengingatkannya pada percakapan mereka saat di mobil.
Wulan menarik napas panjang, memenuhi rongga di dadanya, sembari mengucapkan kata ‘Bismillahirahmanirrahim’, lalu membalas tatapan Ibu Siska.
Disadari atau tidak, kekuatan yang dimiliki Ibu Siska sedikit goyah.
Tatapan ramahnya berubah sinis.
Wulan
Wulan
Saya minta maaf atas apa yang sudah saya ucapkan pada Ibu.
Wulan
Wulan
Saya menyadari kesalahan saya, dan berharap Ibu bisa memberi maaf.
Ibu Siska tersenyum.
Meraih tangan Wulan dan menepuknya pelan.
Tubuh Wulan menegang seketika.
Di belakang Ibu Siska muncul sesosok ular besar berwarna hitam dengan mata menyala.
Ekornya yang panjang, menjalar ke seluruh ruangan.
Wulan langsung paham akan situasinya.
Ibu Siska mengancamnya.
Ibu Siska
Ibu Siska
Ibu sebenarnya tahu kalau kamu ini anak yang baik.
Ibu Siska
Ibu Siska
Mungkin kamu hanya salah pergaulan saja, atau terlalu menghayati film yang kamu tonton, jadinya kamu bisa bersikap seperti itu.
Ibu Siska
Ibu Siska
Tapi tenang saja.
Ibu Siska
Ibu Siska
Karena kamu sudah minta maaf, Ibu akan memaafkanmu.
Wulan
Wulan
Terima kasih, Bu.
Wulan
Wulan
(Melepas perlahan tangannya dari Ibu Siska)
Abi
Abi
Kalau begitu, apa besok Wulan bisa masuk sekolah, Bu?
Abi
Abi
Saya tahu ini terdengar egois dan tidak tahu malu, tapi saya ingin anak saya tetap bersekolah Bu.
Ibu Siska
Ibu Siska
Baiklah, Wulan sudah bisa masuk sekolah besok seperti biasa.
Ibu Siska
Ibu Siska
Tapi tentunya agar menjamin anak Anda tidak mengulangi kenakalannya lagi, Anda harus membuat beberapa perjanjian.
Perjanjian?
Wulan kembali mencium hal yang tidak benar.
.
.
.
Tbc

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!