AWAL MULA

VOTE♥️

.

.

.

Satu persatu tamu undangan mulai berdatangan memasuki area hotel Swiss-belin Makassar. Berbaur dengan penghuni lainnya dalam gedung tersebut.

Seorang pria berbadan tinggi memarkir kendaraan roda duanya. Bersyukur, karena motor tersebut mampu bekerja sama dengannya.

Dia melepas helm dan mengusap batik lengan panjangnya berwarna merah maroon yang kini melekat pas di badan.

Bisa dibilang, itu adalah pakaian andalan. Yah, karena Ibnu tak pernah absen mengenakan jika menghadiri acara tertentu. Seperti halnya sekarang. Pesta pernikahan temannya yang diselenggarakan di salah satu hotel di Kota Makassar.

Ibnu berjalan menuju lift. Jemarinya menekan tombol angka tiga. Tempat dimana resepsi berlangsung. Namun saat pintu perlahan tertutup, tiba-tiba jemari lentik menyela sebagai upaya menahan.

Benda tersebut kembali terbuka lebar.

Seorang wanita dengan tampilan kebaya berwarna lyla berdiri mematung. Wajahnya berhias senyuman lembut menatap ke arah Ibnu.

"Maaf ..."

Hanya kata tersebut yang terucap mengisi udara. Ibnu tak merespon. Dia hanya menatap pergerakan yang dilakukan di depan.

Ia melangkah dan mendekat tepat di samping Ibnu. Sesekali menyelipkan rambutnya ke belakang telinga membuat Ibnu sedikit banyaknya bisa melihat rupa tersebut. Setelah itu, matanya kembali fokus ke depan seolah tak terjadi apa-apa.

*****

"Andi Alda!" Nana mendekati partner seperjuangannya di bidang pendidikan.

"Hei!"

Kedua wanita itu berpegangan tangan seolah lama mereka terpisah. Seperti yang direncanakan sebelumnya, Alda dan Nana menggunakan kebaya yang serupa.

"Dari tadi?" tanya Alda yang langsung disambut anggukan oleh wanita di samping.

"Sekitar sejam yang lalu."

"Ternyata aku yang lambat." Alda menipiskan bibir.

"Santai! Acara belum selesai. Yang lain juga baru datang," ucapnya menenangkan.

Namun setelah kalimat yang dilontarkan, bola mata Nana menangkap sosok yang tidak asing berada di samping lift. Pria tersebut berdiri sendiri mematung dengan tangan yang terlipat di depan perut.

Wajahnya seperti orang kebingungan. Entah apa yang bersarang di dalam pikirannya.

"Ibnu ... wei!" pekik wanita itu tanpa memedulikan keramaian di sekitarnya, dan ternyata berhasil memancing perhatian sebagian orang.

"Siapa?" Alda mengerutkan kening. Beralih menatap objek.

Sang Pemilik Nama tak bergeming.

"Ibnu, sini!" Nana kembali memanggil seraya menjentikkan jemarinya.

Yah, Ibnu dan Nana adalah tetangga. Jadi wajar saja mereka kenal. Tanpa sedikitpun Nana canggung padanya. Dia sudah menganggapnya saudara.

Pria tersebut segera merespon dengan mengindahkan panggilan itu dan tak ingin berlama-lama menyulut perhatian orang lain. Melangkah dengan ragu menuju dua wanita yang menunggunya.

Ibnu kenal Nana. Pun dengan di samping. Beberapa menit yang lalu, keduanya sempat berbagi oksigen dalam ruangan yang sama.

"Eh! Kenapa tidak masuk?!"

Ibnu hanya senyum membalas. Dia juga tidak tahu, mengapa dirinya berat memasuki tempat tujuannya. Entah, percaya dirinya sedikit menurun melihat keramaian di depan.

"Kamu sendiri?" Nana kembali membom bardirkan pertanyaan. Sementara Alda hanya melihat interaksi keduanya tanpa berniat ikut andil.

"Iya," jawab Ibnu seadanya. Kosa kata di kepalanya seketika menguap.

"Seandainya tahu tujuan kita sama ... kita berangkat juga sama. Mobilku kosong melompong!" cerocos wanita itu.

"Hehe ... iya juga."

"Kita masuk bertiga!" usul Nana. Namun kedengarannya seperti sebuah titah. "Tapi sebelum itu, kalian berdua kenalan. Supaya jalannya enak. Tidak ada istilah malu, canggung atau ap-"

"Andi Alda." Tanpa menunggu lama, Alda langsung menyebut namanya dan mengulurkan jemari hendak bersalaman.

Sejenak Ibnu menatap wanita tersebut sebelum akhirnya menerima. Mendengar sematan nama 'Andi', Ibnu sudah tahu jika wanita di depan adalah bangsawan. "Ibnu."

Ketiganya berjalan beriringan dengan sesekali menyelipkan perbincangan. Menaiki panggung dan memberi ucapan selamat serta do'a kepada kedua mempelai. Mengakhiri dengan acara berfoto bersama.

*****

"Aku baru sadar, kalau hari ini ... tiga lajang bertemu. Semoga secepatnya ada yang menyusul," seloroh Nana dengan menyuapkan cake ke dalam mulutnya.

"Kita wanita menunggu. Sedangkan pria, yah ... mencari," tambah Alda.

"Cari uang panai!"

Candaan Nana disambut tawa yang lainnya. Ibnu membenarkan hal tersebut dalam hati.

"Bagaimana Ibnu?!" Nana memainkan alisnya menggoda.

"Hehe ... iya."

"Apa lagi ini!" Nana menunjuk Alda dengan ibu jarinya. "Putri tunggal mantan anggota dewan, pendidikan oke ... PNS lagi! Dan yah, seorang bangsa-"

"Husst!" Alda memotong kalimat tersebut. Terdengar sangat memalukan di telinganya. Yah, malu pada lawan jenis di depan.

Nana kembali tertawa terbahak-bahak setelah berhasil menggoda sahabatnya. Sedangkan Ibnu hanya menatap Alda dengan tatapan yang sulit diartikan.

Nana mengusap sudut matanya yang berair. Seolah belum puas dengan candaannya. "Oke! Standar uang panainya jangan terlalu mahal ya, Da. Kasihan prianya. Bisa-bisa bunuh diri."

Alda melototkan mata memperingati.

.

.

.

.

.

Jangan bosan-bosan menunggu yah😂

Follow igeh : asriainunhasyim

Salam

AAH♥️

Terpopuler

Comments

Farra

Farra

Aku suka ceritanya

2022-05-30

0

Erah R Zaelani

Erah R Zaelani

saya suka cerita nya kk

2021-09-03

0

Murni

Murni

kalau didaerah kami nama andi udah pasaran, nama kakak ipar ku juga andri terus nana suami sepupu aku juga andi tpi udah meninggal sekitar 4 bln lalu

2021-09-03

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!