Pernikahan Emelia dengan Duke Gideon adalah sebuah transaksi dingin: cara ayah Emelia melunasi hutangnya yang besar kepada Adipati yang kuat dan dingin itu. Emelia, yang awalnya hanya dianggap sebagai jaminan bisu dan Nyonya Adipati yang mengurus rumah tangga, menemukan dunianya terbalik ketika Duke membawanya dalam perjalanan administrasi ke wilayah terpencil.
Di sana, kenyataan pahit menanti. Mereka terseret ke dalam jaringan korupsi, penggelapan pajak, dan rencana pemberontakan yang mengakar kuat. Dalam baku tembak dan intrik politik, Emelia menemukan keberanian yang tersembunyi, dan Duke Gideon dipaksa melihat istrinya bukan lagi sebagai "barang jaminan", melainkan sebagai rekan yang cerdas dan berani.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur Sabrina Rasmah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
maafkan
Emelia memalingkan wajahnya, air mata mulai mengalir di pipinya. Rasa sakit karena dikhianati oleh kelembutan sesaat suaminya terasa lebih perih daripada ancaman para penyusup kemarin.
"Tolong, Tuan Duke," bisik Emelia, suaranya tercekat.
Duke Gideon mengabaikan permohonannya. Sikapnya kembali ke mode Adipati yang menuntut haknya, mengklaim apa yang menjadi miliknya sesuai perjanjian, tanpa mempedulikan perasaan Emelia. Malam itu, di bawah keremangan cahaya perapian, Emelia merasakan dinginnya realitas pernikahannya yang kejam. Tidak ada romansa, tidak ada kelembutan; hanya transaksi yang harus diselesaikan.
Pagi berikutnya, Emelia bangun dengan tubuh terasa lelah dan hati yang hampa. Duke sudah tidak ada di kamar. Emelia membersihkan diri dan mengenakan gaunnya dengan gerakan mekanis.
Saat sarapan, suasana terasa tegang di antara mereka. Duke Gideon tampak tenang dan fokus pada dokumennya, seolah-olah tidak ada yang terjadi tadi malam. Emelia hanya diam, sesekali mencuri pandang ke arah suaminya, mencoba memahami pria yang begitu dingin dan rumit itu.
"Kita akan kembali ke kastil utama siang ini," kata Duke tanpa mengangkat kepalanya dari kertas. "Semua bukti sudah dikirim ke istana kerajaan. Baron Von Hess akan segera ditangkap di ibu kota."
Emelia hanya mengangguk pelan. Dia sudah kehilangan semangatnya untuk berpetualang.
Perjalanan kembali ke kastil terasa lebih panjang dan sunyi daripada perjalanan datang. Emelia memilih untuk memejamkan mata, kepalanya bersandar ke jendela, mencoba melupakan kejadian semalam.
Saat mereka tiba di kastil utama, suasana kembali ke rutinitas normal. Emelia kembali ke tugasnya sebagai Nyonya Adipati, mengawasi staf dan mengelola rumah tangga. Namun, ada perubahan halus dalam cara orang-orang memandanginya. Para pelayan dan penjaga, yang telah mendengar desas-desus tentang keberaniannya di wilayah tersebut, kini menatapnya dengan rasa hormat yang baru.
Beberapa hari kemudian, berita resmi datang: Baron Von Hess telah ditangkap dan dieksekusi atas tuduhan penggelapan besar-besaran dan pengkhianatan. Wilayah itu kembali damai.
Malam harinya, Duke Gideon memanggil Emelia ke ruang kerjanya. Ruangan itu dipenuhi peta dan buku-buku tebal. Duke berdiri di depan jendela besar, memandang ke luar.
"Emelia," panggilnya, tidak berbalik. "Kau telah membuktikan bahwa kau bukan hanya Nyonya Adipati yang pandai mengurus rumah tangga. Kau memiliki keberanian dan kecerdasan yang dibutuhkan untuk berada di sisiku."
Duke berbalik. Ada kilatan baru di matanya, keraguan yang samar. "Malam itu... di wilayah... Aku akui aku bertindak berdasarkan kewajiban, tapi..." Dia terdiam, seolah sulit menemukan kata-kata yang tepat.
Emelia menatapnya, menahan napas.
"Aku... menghargaimu," kata Duke akhirnya, kata 'cinta' masih menjadi kata yang terlalu asing untuk diucapkannya. "Aku tidak akan memperlakukanmu seperti barang jaminan lagi, Emelia. Kau adalah rekanku. Istriku."
Dia berjalan mendekat dan berhenti tepat di depan Emelia. Kali ini, tidak ada paksaan. Dia mengulurkan tangannya, isyarat permintaan maaf dan tawaran kemitraan yang tulus.
"Masih banyak wilayah yang membutuhkan perhatian kita," lanjut Duke, senyum tipis muncul di bibirnya. "Mau bergabung denganku dalam misi berikutnya, Nyonya Adipati?"
Emelia tersenyum tulus untuk pertama kalinya sejak malam pahit itu. Luka karena kata-kata Duke masih ada, tetapi tawaran kemitraan ini, rasa hormat ini, adalah awal yang baik. Dia menerima tangan Duke, dan takdir mereka sebagai pasangan yang unik—disatukan oleh hutang, tetapi dipersatukan oleh petualangan—resmi dimulai