Melati berubah pendiam saat dia menemukan struk pembelian susu ibu hamil dari saku jas Revan, suaminya.
Saat itu juga dunia Melati seolah berhenti berputar, hatinya hancur tak berbentuk. Akankah Melati sanggup bertahan? Atau mahligai rumah tangganya bersama Revan akan berakhir. Dan fakta apa yang di sembunyikan Revan?
Bagi teman-teman pembaca baru, kalau belum tahu awal kisah cinta Revan Melati bisa ke aplikasi sebelah seru, bikin candu dan bikin gagal move on..🙏🏻🙏🏻
IG : raina.syifa32
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Raina Syifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
10
Revan duduk di bangku kayu belakang rumah, matanya tertuju pada Melati yang tengah tertawa lepas bersama Ayana, memberi makan ikan-ikan di kolam. Sesekali Melati menyipitkan mata ke arahnya, seperti baru sadar sedang diamati, lalu cepat-cepat menunduk lagi, fokus pada riak air yang dimainkan ikan-ikan itu. Tatapan Melati begitu dingin dan tak terbaca, membuat dada Revan sesak. "Istriku kenapa?" pikirnya dalam hati, gelisah.
Perlahan, ia berdiri dan berjalan mendekat, bergabung dengan anak dan istrinya. Jari Revan lembut menyisir rambut Ayana yang diikat dua kepang kecil.
"Pagi, anak ayah. Lagi ngasih makan ikan, ya?" sapanya pelan. Ayana tersenyum cerah, giginya yang baru tumbuh kelihatan saat ia mengangguk, lalu menarik celana ayahnya dengan tangan mungilnya. Revan menoleh ke Melati, menyelipkan senyum manis. "Kenapa sih, sayang? Bunda ngambek ya?" ucapnya menggoda, namun Melati pura-pura tak dengar, sibuk dengan kesenangannya sendiri.
"Aku harus balik ke Jakarta 5 sore nanti, kamu benar nggak ikut, sayang?" tanyanya lagi, harap-harap cemas.
Melati menatap tajam ke arah Revan, bibirnya tersimpul rapat tanpa sepatah kata keluar. Pelan dia menggelengkan kepala, seolah meyakinkan dirinya sendiri. "Aku masih ingin di sini," suaranya dingin menusuk. "Kalau kamu mau pergi, ya pergi saja. Aku nggak akan menghalangi." Punggungnya tetap membelakangi Revan, menolak untuk bertatapan.
"Mas merasa hubungan kita dalam dua minggu ini terasa hambar? Apa kamu nggak ngerasa," bisik Revan, suaranya nyaris patah.
Melati menoleh sedikit. "Hambar gimana? Kapan pun kamu mau, aku berusaha melayanimu meski kadang aku mengeluh capaek. Mungkin perasaanmu aja kali atau sebenarnya kamu sendiri yang berubah, Mas."
Revan tampak terpojok, dada berdebar tak nyaman. "Mas nggak pernah berubah, Sayang," ucapnya dengan nada lemah tapi pasti. "Rasa cinta dan sayang Mas cuma buat kamu dan anak-anak."
"Baguslah, kalau gitu ngapain juga diributin."
Revan terdiam, dadanya berdebar tak karuan meski wajahnya tampak dingin. Kata-kata Melati masih menyisakan rasa tak puas yang menggerogoti hati, membuatnya ingin menggali lebih dalam kenapa istrinya bisa bersikap sedikit ketus padanya.
"Apa jangan-jangan Istriku mulai curiga tentang keberadaan Dewi, tapi nggak mungkin, aku belum jelasin apa-apa.
Tiba-tiba, langkah ringan seorang pria menarik perhatian mereka. Sosok Evan datang sambil menggandeng dua anak kecil, salah satunya Alyssa, anak kecil yang kemarin siang datang ke rumah.
"Assalamualaikum, selamat pagi," sapa Evan dengan senyum ramah. Melati dan Revan menoleh serempak.
Wajah Melati berubah cerah seketika, jauh berbeda dari ekspresi tegangnya saat berdebat dengan Revan tadi. "Eh, mas Evan ya? Apa kabar?" tanya Melati sambil menatap Evan penuh kehangatan.
"Iya, aku Evan, kabarku kurang baik. Gimana kabarmu? Kamu juga, Revan?" balas Evan santai.
"Aku baik, mas, aku turut sedih pernikahan mas harus berakhir" jawab Melati dengan menampilkan wajah prihatin dan rasa simpati yang dalam.
"Mungkin jodoh kami sampai di sini, mudah-mudahan tak terjadi di rumah tangga kalian berdua.
"Kita berdua baik-baik aja kok, rumah tangga kami selalu harmonis, ya nggak sayang." Ujar Revan sambil merangkul bahu istrinya, memamerkannya pada Evan.
Namun pandangan Revan tetap menusuk, wajahnya terlihat menyimpan sesuatu yang membakar hatinya . Ia mencibir dalam hati, mengernyit karena Melati begitu lembut pada orang lain, tapi dingin pada suaminya sendiri.
“Kamu ke sini mau ngapain? Bikin suasana makin keruh aja,” tanya Revan dengan nada dingin, tatapannya tajam menusuk Evan.
Evan terdiam sejenak, lalu sebuah tawa kecil lepas dari bibirnya. Matanya menatap hangat ke arah Alyssa yang dengan lembut menggenggam tangan gadis kecil yang berada di pangkuan Revan.
“Alyssa yang ngajak aku ke sini, katanya di rumah Mbah ada dedek cantik yang bikin gemas,” jawab Evan santai, seolah tak peduli dengan sikap Revan yang dingin padanya.
Evan kembali menyela dengan nada datar, “Itu anak kalian yang keberapa?”
“Lima,” jawab Revan singkat, tapi sorot matanya tetap bersinar.
“Wow, banyak juga ya. Pasti rumah jadi ramai,” Evan terkekeh, tak ada maksud lain dalam ucapannya.
Melati tertawa kecil, tapi senyumnya sempat memudar saat pandangannya bertemu dengan Revan. “Bukan cuma ramai, mas. Kadang rumah itu berubah jadi pasar dadakan kalau anak-anak lagi berantem.”
Revan tersenyum pada istrinya menaik-turunkan alisnya sambil menyeringai. “Rencananya mau nambah momongan lagi, kalau bisa kembar tiga,” godanya pada Melati.
“Aku nggak mau! Lima aja udah bikin kepala ini mau pecah, apalagi nambah tiga,” tolak Melati, ekspresinya geram saat beradu pandang suaminya.
Melati menatap Revan dengan sebal, suaranya bergetar saat berkata, "Kamu harus ingat pesan bunda, Mas, aku nggak boleh hamil. Bunda pasti marah kalau aku hamil lagi."
Dari dapur, suara Bunda Dyah memecah keheningan. "Siapa bilang? Bunda nggak pernah marah, kok. Malah senang, akhirnya ada juga yang menghabiskan uang suamimu yang M M itu."
Suaranya santai tapi penuh sindiran halus. Revan menyeringai, dadanya terangkat mendapat dukungan dari ibu ertuanya.
"Tuh bunda aja nggak apa-apa."
"Ya udah bunda aja yang hamil," celetuk Melati, lalu beranjak dari tempatnya menyusul ibunya ke dapur.
"Biar Evan mikir dua kali deh sebelum dekatin istriku," gumamnya penuh percaya diri, menahan tawa kecil di bibirnya.
***
Revan merunduk pelan, merangkul bahu Melati dan kedua tangan kecil putrinya yang tengah tertidur lelap di pelukannya. Napas hangatnya menghembus lembut di dekat telinga Melati saat suaranya berbisik penuh kasih dan sedikit sombong, “Mas balik dulu ke Jakarta ya, kalau rindumu sama ayah bunda sudah terobati, telepon mas, mas siap jemput kamu kapan saja, dan ingat jangan pernah tergoda calon duda sok imut itu. Suamimu ini nggak ada tandingannya. Aku adalah suami terbaik buat kamu.”
Melati menoleh sebentar, menatap Revan dengan memutar bola matanya malas, “Ish... narsis.”
Revan mengusap kepala putrinya dengan lembut, lalu mencium kening Melati sekali sebelum melepas pelukan. Ia menatap keduanya sejenak, menyimpan momen itu dalam ingatan sebelum melangkah menuju mobil yang menunggu di depan rumah. Angin sore mengibarkan hijab yang menutupi rambut Melati, sementara senyum hangat tersisa di wajahnya, meskipun hatinya terasa sesak mengingat Revan suaminya tidak terbang ke Jakarta melainkan ke Bandung menemui seseorang.
Melati berdiri terpaku di pinggir jalan, menatap mobil Revan yang semakin jauh dan perlahan menghilang dari pandangannya. Angin sore yang dingin seolah menyapu habis sisa harapan yang pernah ia genggam erat. Dadanya sesak, napasnya tersengal, dan seolah ada lubang besar yang merobek hatinya berkeping-keping. Air mata tak tertahankan mengalir, membasahi pipinya yang pucat.
"Haruskah aku terluka untuk ketiga kalinya oleh laki-laki yang sama?" gumamnya dengan suara serak, seolah bertanya pada dirinya sendiri dan alam semesta. Dalam diam, ia merasakan kebencian yang perlahan berubah menjadi tekad yang membara. Ketegaran yang dulu hilang kini mulai mengisi ruang kosong di hatinya.
Melati menundukkan kepala, menggenggam erat ujung bajunya seakan itu satu-satunya pegangan yang tersisa.
Suatu hari nanti ketika hatinya yang raiyh mulai tegar, ia akan mencari tahu siapa perempuan yang telah mencuri waktu dan perhatian suaminya—perempuan yang membuat Revan menjauh dari dirinya. Rasa sakit ini menjadi api yang menguatkan, mempersiapkannya untuk menghadapi kenyataan yang akan datang.
revan pulsa jgn sembunyikan lg msalah ini terlalu besar urusannya jika km brbohong terus walau dg dalih g mau nyakitin melati ,justru ini mlh buat melati salah pham yg ahirnya bikin km rugi van
sebgai lelaki kok g punya pendirian heran deh sm tingkahnya kmu van, harusnya tu ngobrol baik" sm melati biar g da salah paham suka sekali trjd slh pham ya.