NovelToon NovelToon
Perjodohan Berdarah Menantu Misterius

Perjodohan Berdarah Menantu Misterius

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Romantis / Mafia / Percintaan Konglomerat / Identitas Tersembunyi / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Portgasdhaaa

Dulu, dia hanyalah seorang anak jalanan—terlunta di gang sempit, berselimut kardus, hidup tanpa nama dan harapan. Dunia mengajarinya untuk tidak berharap pada siapa pun, hingga suatu malam… seorang gadis kecil datang membawa roti hangat dan selimut. Bukan sekadar makanan, tapi secercah cahaya di tengah hidup yang nyaris padam.

Tahun-tahun berlalu. Anak itu tumbuh menjadi pria pendiam yang terbiasa menyimpan luka. Tanpa nama besar, tanpa warisan, tanpa tempat berpijak. Namun nasib membawanya ke tengah keluarga terpandang—Wijaya Corp—bukan sebagai karyawan, bukan sebagai tamu… tapi sebagai calon menantu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Portgasdhaaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Malam Pesta 2

Musik mengalun lembut dari sudut ballroom yang dipenuhi cahaya lampu gantung dan gemerlap gaun-gaun pesta. Pesta malam itu kembali meriah setelah sesi presentasi selesai. Beberapa tamu tampak sibuk mengobrol sambil mencicipi kudapan, sementara lainnya sibuk berfoto di photobooth bernuansa klasik.

Laras, Vivi, dan Ayu berdiri di dekat salah satu meja kecil berpenutup satin putih. Di tangan mereka masing-masing, segelas jus dingin memantulkan warna cerah oranye, ungu, dan merah muda. Di tengah keramaian, mereka menciptakan dunia kecil mereka sendiri, mencoba menikmati pesta yang terlalu megah buat mereka.

“Eh, sumpah ya... aku masih gak nyangka,” ucap Vivi sambil mencolek lengan Ayu. “Kamu keterima juga proposal beasiswanya. Gila, keren banget sih.”

 Ayu menunduk sedikit, tapi senyum di wajahnya memperlihatkan ekspresi lega. “Iya... aku juga masih gemetar, jujur. Gak nyangka bakal diumumin secepat itu.”

Laras tersenyum lebar. “Kamu pantes dapet itu, Yu. Aku bangga banget.”

Mereka bersulang kecil dengan gelas jus di tangan, disusul tawa ringan yang lepas begitu saja. Malam itu seolah berjalan lebih pelan bagi mereka, setidaknya untuk beberapa menit.

Namun ketenangan itu tak bertahan lama.

Di tengah suasana gembira, suara tawa bernada tinggi terdengar dari belakang.

“Oh wow,” suara itu terdengar nyaring dan sok akrab. “Aku gak nyangka orang kayak kalian diundang juga ke acara kayak gini.”

Laras menoleh pelan. Di hadapannya berdiri Clarissa, dengan gaun merah menyala ketat yang tampaknya sengaja dipilih agar mencolok. Dua ‘pengikut’ setianya, Nabila dan Cindy, berdiri di belakangnya seperti biasa.

Clarissa menatap Laras dari atas sampai bawah. “Kamu tuh... unik banget, Ras. Anak keluarga Wijaya, tapi gayanya kayak... orang kampungan. Makannya jangan terlalu sering bergaul ama orang miskin.” Lirikannya tertuju pada Ayu.

Nabila pura-pura bingung. “Iya ya, aku malah sempet kira tadi mereka tuh panitia.”

Cindy nambahin, “Eh...jangan gitu, sekarang kan emang lagi trennya tampil sederhana... asal tetap percaya diri aja, gitu.”

Clarissa senyum sinis. “Iya sih...tapi masalahnya tuh, emang kalian gak tau? Saking sederhananya Laras sampe dijodohin ama cowok gak jelas asal-usulnya loh.”

Vivi yang sedari tadi berusaha menahan emosi melangkah lebih depan. Kepalanya menunduk, tapi matanya jauh lebih dingin dari biasanya.

 “ Hei...kalian sebenarnya punya masalah apa sih ke kita? Merusak suasana aja sumpah.”

Clarissa mengangkat alis, berpura-pura kaget. “Masalah? Enggak lah. Aku Cuma... heran aja. Orang seperti kalian yang dari keluarga terpandang justru mau bergaul dengan rakyat jelata.” Tatapan matanya jelas tertuju pada siapa.

Di belakang Ayu hanya bisa tertunduk gemetar. Dia tau kenapa Clarissa selalu mencoba cari masalah ke mereka.

Laras menarik napas pelan, mencoba tetap tenang. Tapi ucapannya keluar dengan tegas. “Hei...Kalau kalian udah selesai bisa gak tinggalin kita aja?”

Clarissa mengerjapkan mata. Dia tidak menyangka Laras akan membalas dengan tatapan setajam itu.

Akhirnya dia mendengus lalu menoleh ke Nabila dan Cindy. “Yuk, capek juga ngobrol ama orang yang beda kelas.”

Ketiganya pun berbalik. Tapi saat melewati mereka, Nabila—dengan tangan yang ‘tak sengaja’ gemetar—menumpahkan segelas jus merah ke arah Ayu.

Cplash!

Cairan dingin itu membasahi bagian depan dress biru langit milik Ayu. Warnanya langsung luntur dan tembus ke dalam.

“Oh! Maaf banget ya,” ucap Nabila cepat, mulutnya berkata maaf tapi senyumnya justru mengejek. “Tangan aku licin banget sih, padahal tadi udah dikeringin.”

“KAMU!”

Vivi berteriak secara spontan. Tangannya sudah terangkat setengah, bersiap memberikan tamparan. Namun Laras menahannya.

Seketika, semua mata tertuju pada mereka.

Clarissa pura-pura tak tahu. “Loh kenapa sih? Cuma ketumpahan minuman aja, gak usah lebay napa? Nabila juga udah minta maaf kan?”

Laras berdiri di antara Vivi dan Ayu. Satu tangannya masih menahan pergelangan tangan Vivi yang hendak melayang.

Tatapannya tajam ke arah Clarissa, tapi nada suaranya tetap tenang. “Tolong, sebaiknya kalian segera pergi.”

Clarissa terkekeh pelan, “Cih...Baiklah, selamat menikmati pestanya...”

Akhirnya mereka pun pergi sembari melambaikan tangan. Meninggalkan senyum sinis diwajahnya.

Ayu menggigit bibirnya, wajahnya menunduk menahan rasa malu sekaligus perih. Tangannya gemetar, berusaha menutup bagian depan gaunnya yang basah.

“Maaf, semua ini salahku...” Katanya liri. Air mata sudah menggenang di sudut matanya.”Kalau aja dulu aku gak cari masalah dengan dia, kalian gak akan pernah kena imbasnya.” Lanjutnya dengan suara yang mulai serak.

Ayu terdiam. Matanya menunduk. Sekilas, semuanya di sekitarnya menghilang dalam kabut.

Dan di benaknya, sebuah bayangan lama muncul—

_________

Saat itu adalah jam istirahat makan siang di salah satu SMA khusus putri. Seorang siswi berkacamata duduk di pojok, wajahnya memar, catatan tugasnya berhamburan karena dilempar ke lantai.

Clarissa berdiri di tengah ruangan, tertawa bersama teman-temannya. Menikmati wajah putus asa dari siswi itu.

Tak ada satu pun yang berani mendekat. Ruangan itu dipenuhi puluhan pasang mata, tapi semuanya hanya berdiri kaku, membisu. Seolah kebenaran adalah tontonan dan kekejaman hanyalah rutinitas yang tak layak diganggu.

Ketakutan menggantung di udara seperti kabut pekat yang mencekik. Di sekolah itu, semua orang tahu Clarissa bukan sekadar siswi populer, tapi ratu tanpa mahkota yang tak boleh dilawan.

Saat semua diam, Ayu memberanikan diri maju ke depan. Suaranya gemetar, tapi mantap.

“Clar, bisa tolong hentikan ini? Ini sudah keterlaluan!”

Tatapan Clarissa saat itu, terpaku, tak percaya, seperti harga dirinya dirampas seseorang yang tak layak menyentuhnya.

Tatapan itulah... yang selalu menghantui Ayu sejak hari itu. Alasan mengapa Clarissa selalu membully Ayu disetiap kesempatan.

_______

 

Ayu menggigit bibir bawahnya. Napasnya tercekat.

“Kamu ngomong apa sih?” Laras langsung menarik beberapa lembar tisu dari meja terdekat. Tanpa ragu, ia berjongkok sedikit di hadapan Ayu dan mulai membersihkan noda jus di gaun sahabatnya itu dengan lembut namun cekatan.

“Udah, jangan salahin diri sendiri. Kamu gak salah apa-apa. Justru kamu yang paling kuat di antara kita,” ucap Laras pelan tapi tegas, suaranya menenangkan, seperti pelukan hangat di tengah badai.

Ayu masih terisak, tapi ekspresinya mulai berubah. Dia menggigit bibir bawahnya, berusaha keras menahan tangis. Matanya memerah.

Vivi ikut mendekat, suaranya masih terdengar kesal. “Iya, Ayu. Jangan biarin orang kayak mereka bikin kamu merasa kecil. Clarissa emang dari dulu gak punya kerjaan selain cari masalah.”

“Yuk, kita ke toilet. Biar kamu bisa tenangin diri dulu dan kita bersihin sisanya di sana.” Vivi menggenggam tangan Ayu dengan lembut, berusaha menenangkan sahabatnya.

Laras berdiri kembali, merapikan pakaian Ayu seadanya. “Iya, kalian ke toilet aja dulu, nanti aku yang nyari outer atau jas buat nutupin sementara.”

Ketiganya pun mulai melangkah keluar dari area ballroom, meninggalkan keramaian dan sorot mata tajam sebagian tamu yang sempat menyaksikan kejadian tadi.

Dan di balik keramaian itu, tanpa mereka sadari, ada sepasang mata yang terus memperhatikan.

Seorang pria berambut pirang dengan tatapan licik berdiri tak jauh dari tiang besar dekat minibar. Bibirnya melengkung membentuk senyum penuh rencana.

“Tunggu sebentar lagi, Laras… malam ini baru akan dimulai,” bisiknya pelan, lalu beranjak dari tempatnya berdiri.

 

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!