Kehidupan Jansen, seorang pemuda biasa, berubah secara drastis ketika ia secara tak terduga mendapatkan sesuatu yang misterius bernama "System". Sistem ini memberinya kekuatan untuk mengubah takdir hidupnya dan membawanya ke jalan kesuksesan dan kebahagiaan.
Dengan bantuan sistem ini, Jansen berusaha untuk meraih impian dan cinta sejatinya, sambil menghadapi berbagai rintangan yang menguji keteguhan hatinya.
Akankah Jansen mampu mengatasi tantangan-tantangan ini dan mencapai kehidupan yang ia inginkan, ataukah ia akan terjebak dalam keputusasaan karena kekuatan baru yang ia miliki?
Jansen mendapatkan beberapa kemampuan dari sistem tersebut, seperti kemampuan bertarung, peningkatan kecepatan dan kekuatan, serta kemampuan untuk mempelajari teknik baru lebih cepat. Sistem tersebut juga memberikan Hansen akses ke pengetahuan yang luas tentang dunia, sejarah, dan berbagai aspek kehidupan, yang membantu Jansen dalam menghadapi berbagai tantangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jenos, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 10
Dia segera keluar dari Mobil dan mendekati Jansen.
"Bagaimana denganmu, Jansen? Apakah ada luka?" Dengan wajah penuh kekhawatiran, Lorenza menatap pemuda tercintanya. Ia memeriksa tubuh Jansen dengan lembut, seolah ingin memastikan bahwa pemuda yang dicintainya itu tidak terluka.
"Aku baik-baik saja," jawab Jansen, mencoba tersenyum untuk meredakan kekhawatiran Lorenza.
Tiba-tiba, sirine polisi terdengar bergema. Entah mengapa, mereka tampak cukup terlambat, seolah mereka bersembunyi di sudut gelap dan hanya menunggu saat yang tepat untuk muncul. Orang-orang yang berkerumun menyaksikan kejadian tersebut segera berhamburan, mencari perlindungan dari kejaran polisi.
"Siapa yang melapor?" tanya Polisi Hendra, matanya menyapu sekeliling.
"Aku yang melapor sebelumnya," sahut seorang wanita dengan suara lembut.
"Lalu siapa yang melakukan ini semua?"
Hendra bertanya dengan tegas.
"Aku yang melakukannya," Jansen mengaku dengan suara berani, tapi tetap lembut.
"Kamu?" Polisi Hendra terkejut, matanya meneliti postur tubuh Jansen yang kurus dan tampak tak bertenaga. "Jangan bercanda, Anak Muda," ujarnya dengan nada skeptis, namun kagum pada keberanian Jansen mengaku di depan semua orang.
"Apa yang dia katakan memang benar. Tapi dia membela diri. Para gangster ini memang meresahkan. Kami minta pada Bapak Polisi untuk menangani mereka dengan baik," ungkap seseorang yang merupakan salah satu pemilik warung di sekitar lokasi kejadian.
Para polisi cukup terkejut, bagaimana mungkin, mereka yang terlatih dalam kemiliteran pun tidak bisa mengalahkan belasan orang bersenjata tanpa terluka sedikit pun, sementara Jansen, si pemuda kurus, berhasil melakukannya? Mereka tidak bisa mempercayainya, namun banyak saksi yang mengonfirmasi kebenaran itu.
Hendra kemudian berdehem, "Hmm,
Kalau begitu kami akan meminta penjelasan lebih lanjut di kantor nanti. Bawa mereka semua." Saat itu kebetulan mobil polisi yang dibawa adalah mobil besar yang dapat mengangkut semuanya. Jansen dan Lorenza akhirnya pergi dalam satu mobil menuju kantor polisi.
Setelah beberapa pertanyaan dilontarkan di kantor polisi, Jansen dan Lorenza akhirnya diperbolehkan pulang. Lorenza mengantarkan Jansen kembali ke rumahnya.
"Kamu tidak perlu mengantarku sampai depan pintu rumah," kata Jansen seraya menutup pintu mobil, matanya menatap Lorenza dengan rasa terima kasih yang tulus. Seribu pertanyaan mungkin menggelayuti pikiran Lorenza, namun seiring waktu, mereka mungkin akan bersama.
Pagi itu kembali menyapa dengan lembut, cahaya mentari yang hangat menyelimuti dunia. Jansen merasa bersemangat untuk mengawali harinya dengan latihan di belakang rumah. Kebetulan, kontrakan yang ia sewa dilengkapi dengan halaman belakang yang cukup luas untuk menjemur pakaian. Memanfaatkan momen ketiadaan ibunya, Jansen segera merapikan peralatan jemuran
Yang berserakan, membuat ruang lebih lega.
Perlahan, Jansen memulai latihan dengan fokus, mengeksekusi gerakan-gerakan teknik Tapak Naga, mulai dari gerakan pertama, kedua, hingga gerakan ketiga dengan penuh kesungguhan. Setelah menyelesaikannya, ia kembali mengulang latihan dari awal.
Tampilan status:
Nama: Jansen Gillard
Poin Utama: 90
Kekuatan:
70
Kelincahan: 70
0
Semangat:
70
Keterampilan: Teknik Tapak Naga Lv 1
Inventory: Tidak Ada.
Dana: 6.000.000.00
Di pagi yang cerah ini, saat terbangun dari tidurnya, Jansen menerima notifikasi dari
Sistem yang menyatakan bahwa ia berhasil melakukan Check-in, dan telah mendapatkan tambahan 20 Poin Utama.
"Untuk saat ini, aku tidak memerlukan kekuatan tambahan. Tubuhku sendiri telah cukup kuat. Seperti rencana awal, aku harus mencapai kemakmuran terlebih dulu. Aku ingin mengejutkan mereka dengan kenyataan bahwa aku masih hidup, sekaligus membuktikan kemampuanku," gumam Jansen sambil melanjutkan latihan dengan tekun.
Setelah berganti pakaian, Jansen segera keluar dari kontrakannya, namun tiba-tiba terkejut oleh suara klakson yang mendadak. Seandainya dia memiliki riwayat penyakit jantung, mungkin saja serangan jantung itu akan kambuh saat itu juga.
Jansen mendapati BMW merah menyala terparkir di belakangnya, lalu ia berbalik. Saat itu, Jansen sudah mengenakan kacamata barunya. Semalam sebelum tidur, ia menjelajahi toko dalam sistem dan menemukan bahwa Poin Utama bisa digunakan untuk membeli barang di sana.
Tanpa ragu, Jansen membeli sepasang kacamata dengan satu Poin Utama.
"Mengapa kamu berpakaian seperti ini lagi? Bukankah lebih baik menjadi tampan?" tanya Lorenza dengan kebingungan. Dia tidak mengerti mengapa Jansen bersikap demikian. Banyak orang di luar sana yang rela menjalani operasi plastik demi tampil menarik di mata orang lain. Namun, Jansen malah menyembunyikan wajah tampannya di balik kacamata tebal dan besar serta gaya rambut
Yang lepek dan berminyak.
"Aku tidak ingin menarik perhatian orang lain," jawab Jansen singkat, membuat Lorenza terdiam sejenak. Ketulusan yang terpancar dari mata Jansen membuatnya sadar bahwa terkadang menjadi seseorang yang tidak sempurna pun bisa memiliki alasan yang kuat. Suasana pun menjadi hening sejenak, terasa berat dan penuh emosi yang tidak terucapkan.
"Aku tidak ingin mengubah jati diriku di kampus!" Jawab Jansen dengan tegas, langkahnya terhenti tepat di samping mobil Lorenza. Dia melepaskan kacamata tebal yang selama ini menjadi penutup keberaniannya. Lorenza terkesima, tangannya terangkat seolah ingin menyentuh wajah Jansen.
Namun, Jansen dengan refleks cepat segera menangkap tangan Lorenza sebelum sempat menyentuh rambutnya. Ada ketegangan, lalu sebuah diam yang menyelimuti. Mereka terjebak dalam tatapan masing-masing, seolah larut dalam pesona cinta yang mendalam.
"Ternyata Kutu Buku di kampus berani juga memegang tangan wanita! Aku salah mengartikanmu!" gumam Lorenza sambil
Mengerucutkan bibirnya. Namun, dia tidak menarik tangannya, justru semakin terhanyut dalam tatapan itu.
Jansen melepaskan tangan Lorenza dengan lembut, kemudian tersenyum. "Aku juga tidak menyangka, peri dingin itu ternyata bisa terkena sinar matahari, dan akhirnya meleleh!"
"Huh!" Lorenza tiba-tiba saja menginjak pedal gas dan mobil melaju dengan cepat. Dia ingin melihat raut terkejut dan ketakutan di wajah Jansen. Namun, dia harus kecewa, karena nyatanya, tak ada tanda ketakutan yang terpancar dari wajah Jansen. Dia bahkan tersenyum, kemenangan pun bersama dirinya.
Jansen berusaha untuk tidak menarik perhatian orang lain, sehingga dia meminta Lorenza untuk menurunkannya di tepi jalan sebelum mencapai tujuan mereka. Namun, tanpa sepengetahuan keduanya, seseorang tengah mengamati mereka dari kejauhan dengan penuh tanda tanya. "Jansen?" gumamnya heran, melihat Jansen yang sedang membenarkan rambut dan kacamata tebalnya di kaca mobil.
Lorenza melanjutkan perjalanan menuju halaman Universitas. Begitu turun dari mobil, sikapnya berubah seketika - seperti peri dingin yang mengaktifkan kekuatannya.
Tak lama kemudian, seorang wanita mendekati Lorenza sambil memanggil, "Renza,"
Lorenza menoleh. "Ada apa?" Dia mengenal wanita itu, meski tak begitu akrab. Namun, tak ada perselisihan di antara mereka, sehingga Lorenza tak keberatan diajak bicara -apalagi, dia memang tak punya banyak teman dan sedang berusaha mengubah cara pandangnya.
"Aku akan mengadakan pesta ulang tahun hari ini, kamu harus datang. Di Klub Royal Pukul 15:00," kata Sanda dengan nada menggoda.