NovelToon NovelToon
Saat Aku Mampu Berkata Tidak

Saat Aku Mampu Berkata Tidak

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Matabatin / Single Mom / Obsesi / Mengubah Takdir / Mengubah sejarah
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: Enigma Pena

Impian memiliki rumah tangga harmonis ternyata harus berakhir di usia pernikahan yang ke 24 tahun. Handi sosok suami yang di harapkan bisa melindungi dan membahagiakannya, ternyata malah ikut menyakiti mental dan menghabiskan semua harta mereka sampai tak tersisa. Sampai pada akhirnya semua rahasia terungkap di hadapan keluarga besar ayah dan ibu Erina juga kedua anak mereka yang beranjak dewasa.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Enigma Pena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Masalah baru

"Han nyetirnya jangan ngebut ya, mba mau tidur dulu" pesan mba Maya di mobil bagian tengah bersama 2 bantal besar

"Tenang mba. Aku nyetirnya pelan kok. Nanti kalau sudah sampai rumah di bangunin" janji mas Handi

Mobil yang mas Handi bawa adalah mobil milik bapak. Mobil kapasitas 8 penumpang lebih banyak terisi tumpukkan koper dan tas besar berisi oleh-oleh dan baju kotor. Hanya tersisa 2 kursi di depan dan 3 kursi di bagian tengah. Ya, isi penumpangnya aku, mas Handi dan mba Maya, Sementara yang satunya lagi mobil baru milik mas Yoga ada mba Lita, Dito, ibu dan bapak. Mobil baru itu bersih dari barang-barang . Hanya penumpang dan beberapa snack ringan.

Drttttt....drttttt....drttttt....

Ponsel mas Handi dengan mode silent bergentar

"Ya mas"

"Dek, nanti kita berhenti di resto langganan yang di Temanggung ya. Masih inget kan?" suara mas Yoga terdengar dari ponsel mas Handi

"Ok mas"

""Erina, nanti kita makan siang dulu ya... Sekalian istirahat sebentar"

"Iya mas. Sekalian aku juga mau sholat dulu"

Perjalanan sudah kami lalui selama 3 jam. Masih kurang lebih 11 jam lagi untuk sampai rumah. Kami berhenti di rumah makan langganan keluarga mas Handi. Setiap habis pulang dari kampung, pasti selalu berhenti di sini untuk istirahat dan makan siang

"Mba...mba Maya...bangun mba. Kita makan siang dulu" ku bangunkan mba Maya yang terlelap tidur di kursi tengah

Masih dalam keadaan setengah sadar, mba Maya menggandeng tanganku. Kami berjalan ke dalam rumah makan yang cukup besar dan nyaman. Letaknya yang dekat bukit membuat suasana sejuk dan menyegarkan. Apalagi sepertinya hujan baru saja berhenti. Wangi tanah dan daun yang basah serta cuaca agak berkabut melengkapi keindahan pemandangan di sekitarnya

"Aku sholat Dzuhur dulu mas"

"Iya. Mas mau minum teh hangat dulu"

Aku bergegas ke musholla yang berada di belakang area rumah makan sambil membawa mukena milikku. Tak lama mba Lita menyusul untuk sholat dzuhur bersama.

"Kita makan dulu yuk de" ajak mba Lita sambil melipat mukena di musholla.

"Iya mba" kami bergegas ke arah meja lesehan yang telah di pesan.

Dari jauh terlihat ibu sedang asik bercanda dengan Dito. Sedangkan mba Maya, bapak, mas Yoga dan mas Handi sedang serius membahas sesuatu.

"Ayok gantian sana pada sholat" ucap mba Lita

"Ibu mau sholat? ini bisa pakai mukena Erina" ku tawarkan ibu sambil menyodorkan mukena milikku

Niat baikku di sambut ibu mertua dengan mencibirkan bibir bawahnya sambil mengalihkan pandangannya ke arah mba Lita yang ada di sebelahku

"Aku gak mau pakai mukenamu!" jawabnya spontan. "Mana mukenamu Lita. Ibu mau pinjam"

"Lita malah gak bawa mukena bu. Tadi pakai mukena yang ada di musholla" jawab mba Lita

Aku hanya tersenyum

"Tuh, mba Lita malah gak bawa bu. Udah...pakai mukena Erina aja" ujar mba Maya

"Gak. Gak perlu. Ibu pakai mukena yang ada di musholla saja!" dengan nada kesal ibu menjawab

"Ya sudah. Sini Er, mba pinjam mukenanya"

Ku berikan mukena milikku ke mba Maya. Masih dengan banyak pertanyaan aku duduk di samping mba Lita

"Ibu kenapa ya mba. Kok marah-marah"

"Biarin aja dek. Ibu memang gitu. Suka marah gak jelas. Ntar juga adem sendiri. Yuk, mending kita makan duluan"

Terlihat bapak dan mas Yoga berjalan menyusul Dito yang berlari ke area parkiran. Aku mengikuti mba Lita mengambil nasi dan ikan bakar yang tersaji di atas meja lesehan.

"Itu pada mau ke mana mas?" tanyaku ke mas Handi yang sedang men scroll layar ponselnya

"Palingan mau beli mainan. Tadi ada yang jualan mobil-mobilan di depan sana"

Aku mengangguk. Aman untuk sementara. Lebih baik aku segera pindah duduk dekat mas Handi.

"Mba, aku pindah duduknya ya. Nanti ibu mau duduk di sini jadi susah ada aku"

"Iya dek. Cari posisi yang enak buat duduk, biar nikmat makannya"

"IBU...IBU... Ito di beyiin aenan cama mbah akung" teriak Dito dari arah pintu masuk rumah makan.

"untung udh pindah, kalau masih di sebelah mba Lita bisa hancur selera makanku"

BRUKKKKK !

Dito melempar mainan truk pasir yang bertali dengan ukuran lumayan besar ke atas meja lesehan.

PRAKKKKK !

Lemparan truk mainan Dito pas kena gelas yang berisi teh hangat milik ibu mertua tumpah tak bersisa

"Dito! Kenapa di lempar! Kamu gimana sih?Jadi tumpah tehnya mbah uti!" teriakkan mba Lita yang kencang membuat bocah bandel itu terkejut dan menangis dengan suara kencang

"Huaaaaaaaa......huaaaaaa...huaaaaa....!"

"Ada apa Lita! Kenapa Dito nangis?" Dengan tergopoh-gopoh ibu mertua menghampiri Dito

"Cup cup cucu mbah yang pintar... Siapa yang berani nakal sama Dito? Nanti si mbah pukul orangnya. Bilang sama mbah siapa yang nakalin Dito. Tante Erina yang nakal ya? Dito di marahin tante Erina ya?" ibu melirik sinis dan bersiap mengumpat ke arahku

Aku yang lagi menikmati makan siang tidak menggubris tuduhan ibu. Toh memang bukan aku yang membuat cucunya menangis. Aku tidak mau terlibat masalah lagi. Rupanya ibu masih menaruh dendam padaku masalah kejadian di rumah makan sebelum kami tiba di kampung beberapa hari yang lalu.

"Huhuhuhu.... Ibu nakal! Ibu nakal! Huhuhuhu....Ibu nakal mbah uti. Ibu di pukul aja mbah uti. Di pukulnya sampai mati. Rasain lo bu!" rengek Dito sambil mengacungkan garpu ke arah mba Lita

Hah! Sampai mati? Anak masih umur 4 tahun sudah ngerti kalimat pukul sampai mati.

BRAKKKKK!!!

Suara hentakkan tangan di atas meja lesehan membuat semua terkejut.

"Dito! Ngomong apa kamu barusan! Siapa yang ngajarin ngomong kayak gitu! HAH!" tiba-tiba mas Handi berteriak di sebelahku

Semua terdiam termasuk Dito. Tangisnya berhenti seketika berubah menjadi takut. Mba Lita terlihat tenang. Dia bahkan tidak marah ketika mas Handi membentak Dito. Sebagai anggota keluarga baru aku dapat menyimpulkan kalau keberadaan mba Lita sebagai ibu kandung Dito tak bisa berkutik jika Dito sedang bersama keluarga besar suaminya terutama sang mertua.

"Apa sih Han. Gak perlu teriak gitu. Dito kan masih kecil. Dia belum ngerti apa yang di omong. Mbok di tegur baik-baik. Namanya juga anak-anak."

Tuh kan... Ibu mertua marah. Rupanya ini yang membuat Dito makin berani melawan ke orangtua. Merasa di bela dan terlalu di manja oleh mbah uti nya

"Justru masih kecil harusnya sudah di didik biar ngerti sopan santun. Mba Lita ibu kandungnya bu. Masa seumuran Dito ngomongnya udah kayak gitu. Jangan di manja, gak mendidik itu." mas Handi dengan tegas menjawab teguran ibu

"Sudah...sudah... Ini kok malah pada ribut. Malu di lihat orang," mba Maya melerai ketegangan antara ibu dan mas Handi.

Ku pegang lengan mas Handi, mengisyaratkan untuk tenang. Sementara Dito bersembunyi di balik punggung mbah uti nya. Terlihat ibu merengut kesal, berjalan ke area parkiran dan langsung masuk ke dalam mobil milik mas Yoga.

1
Bông xinh
Gak bisa berhenti!
iza
Aku merasa terhubung dengan setiap adegannya.
Suzy❤️Koko
Keren! Bagus banget ceritanya.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!