Kesempatan Kedua

"Selamat ulang tahun sayang," ucap Anindita dengan menghampiri dan memeluk putrinya.

Jingga yang masih terkejut dan emosi dengan keberadaan Bayu dan Amanda, mencoba tersenyum dengan mengabaikan keberadaan keduanya.

"Terima kasih Bu."

"Selamat ulang tahun putriku." Adam mengecup kening putri kesayangannya yang hari ini tampil berbeda dari biasanya.

"Terima kasih Ayah." Jingga memeluk Ayahnya dengan erat karena sudah lama ia tidak bisa memeluk tubuh tegap itu.

Tadi saat di dalam kamar ia masih belum puas memeluk ayah Adam, karena masih shock dengan apa yang dialaminya saat ini yang kembali ke masa lalu.

"Selamat ulang tahun Ji." Biru gantian memeluk saudara kembarnya.

"Selamat ulang tahun juga untukmu." Jingga menatap saudara kembarnya itu dengan sendu saat teringat apa yang diucapkan pria tersebut sebelum ia menyusul Bayu ke rumah Amanda.

Kini Jingga baru menyadari sosok yang benar-benar mencintai dan menyayanginya dengan tulus hanyalah Biru dan kedua orang tuanya. Sementara Bayu dan Amanda yang selalu ia kira mencintai dan menyayanginya, hanyalah dua orang asing yang jahat dan kejam. Ya, keduanya hanyalah orang asing. Bayu diangkat menjadi anak oleh Ayah Adam dan Ibu Anin, setelah kedua orang tua kandung pria itu meninggal dunia. Sedangkan Amanda, walaupun dia masih sepupunya namun hanya sepupu jauh yang dibantu biaya sekolah bahkan tinggal bersama mereka.

Melihat semua keluarga Dharmawan sudah mengucapkan selamat ulang tahun untuk Jingga. Amanda pun berjalan mendekat pada adik sepupunya tersebut dengan sedikit canggung karena sejak tadi Jingga menatapnya dengan tajam.

"Selamat ulang tahun Jingga..." ucapnya dengan memeluk sepupunya tersebut.

Namun Jingga mendorongnya dengan kasar hingga ia hampir terjatuh kalau saja Bayu tidak cepat menahan tubuhnya.

"Sayang..." Anindita begitu terkejut dengan sikap Jingga yang kasar.

Semua orang yang ada di ruangan tersebut pun ikut terkejut, bahkan Biru dan Adam sampai terdiam karena tak menyangka Jingga bisa bersikap kasar pada Amanda. Karena selama ini Jingga begitu dekat dengan Amanda, bahkan keduanya saling menyayangi layaknya kakak dan adik.

Jingga sendiri hanya diam tak mempedulikan kebingungan semua orang, karena tatapannya terus tertuju pada Bayu yang masih memegang tubuh Amanda.

Dulu dengan bodohnya ia selalu menganggap biasa saja kebersamaan atau kedekatan mereka, tapi kini ia baru menyadari kalau kedua pengkhianat itu ternyata sudah menjalin hubungan tanpa diketahui oleh siapapun termasuk dirinya.

"Jingga kau kenapa, Nak?" Adam mengusap wajah putrinya yang terlihat menahan amarah. Entah mengapa sejak pagi sikap putrinya itu begitu aneh, menganggapnya sudah mati lalu menangis dan sekarang bersikap kasar pada Amanda. "Apa yang sudah membuatmu marah?"

Jingga yang tersadar kini menghela napasnya dengan panjang. "Tidak ada Ayah, aku tadi tidak sengaja mendorongnya," jawabnya dengan berbohong. Karena tidak mungkin Jingga berkata yang sesungguhnya kalau yang membuatnya marah adalah Amanda, karena wanita itu berkhianat dengan merebut suaminya.

"Benar tidak sengaja?" sela Bayu dengan berjalan mendekat pada putri kesayangan Adam Dharmawan. "Ayah, Ibu, jangan-jangan hari ini Jingga salah minum obat sampai bersikap aneh seperti tadi?"

"Kenapa? Kau tidak terima aku mendorongnya?" Jingga yang kembali tersulut emosi, mendorong Bayu meskipun pria itu tak bergeming sedikitpun. Jika dulu ia akan bahagia mendengar lelucon pria itu yang selalu irit bicara, tapi sekarang mendengar suaranya saja membuatnya merasa muak.

"Jingga!" Anindita menahan putrinya yang ingin mendorong Bayu kembali. "Kau itu kenapa? Dia kakakmu, kau harus sopan!"

"Tapi dia bukan Kakakku, dia hanya anak—" Jingga terdiam saat menyadari semua mata kini menatapnya dengan tajam terkecuali Bayu dan Amanda yang terlihat diam dengan ekspresi bingung.