NovelToon NovelToon
Menguasai Petir Dari Hogwarts

Menguasai Petir Dari Hogwarts

Status: sedang berlangsung
Genre:Akademi Sihir / Fantasi / Slice of Life / Action
Popularitas:6.6k
Nilai: 5
Nama Author: Zikisri

Nama Ethan Cross dikenal di seluruh dunia sihir sebagai legenda hidup.

Profesor pelatihan taktis di Hogwarts, mantan juara Duel Sihir Internasional, dan penerima Medali Ksatria Merlin Kelas Satu — penyihir yang mampu mengendalikan petir hanya dengan satu gerakan tongkatnya.

Bagi para murid, ia bukan sekadar guru. Ethan adalah sosok yang menakutkan dan menginspirasi sekaligus, pria yang setiap tahun memimpin latihan perang di lapangan Hogwarts, mengajarkan arti kekuatan dan pengendalian diri.

Namun jauh sebelum menjadi legenda, Ethan hanyalah penyihir muda dari Godric’s Hollow yang ingin hidup damai di tengah dunia yang diliputi ketakutan. Hingga suatu malam, petir menjawab panggilannya — dan takdir pun mulai berputar.

“Aku tidak mencari pertempuran,” katanya menatap langit yang bergemuruh.

“Tapi jika harus bertarung… aku tidak akan kalah dari siapa pun.”

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zikisri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 9 — Barrier Spell

“Aneh… kenapa aku tidak bisa merasakan sensasi lama itu setelah memakai tongkat?” gumam Ethan, menatap tongkat sihir hitamnya yang berkilau lembut di bawah cahaya lilin.

Ia mencoba lagi. Buku di atas meja melayang sedikit, lalu jatuh dengan suara lembut. Ethan mengernyit.

Apakah tongkat sihir bukan sekadar alat bantu, tapi juga pengatur aliran sihir? pikirnya.

Mungkin sebelumnya, sihir dalam dirinya terlalu liar, sementara tongkat bekerja seperti pipa yang mengatur tekanan air — menyalurkan kekuatan agar tidak meledak dari dalam.

Ia mengangkat tongkat lagi, kali ini lebih tenang.

“Wingardium Leviosa.”

Udara di sekitar bergetar ringan. Buku di meja terangkat, melayang lebih stabil dari sebelumnya. Ia bisa merasakan aliran energi itu—mengalir dari pusat tubuhnya, melalui tangan, menembus tongkat, lalu membentuk arus halus yang mengangkat benda di hadapannya.

Begitu stabil… begitu alami. Seolah tubuhnya sendiri bernapas dengan ritme sihir itu.

Beberapa kali ia ulang, lalu menurunkan tongkat dan memejamkan mata.

Napasnya melambat. Lutut sedikit menekuk, bahu rileks. Ia mengatur posisi seperti dalam latihan Tai Chi—membiarkan energi mengalir tanpa paksaan. Tidak ada mantra, tidak ada tekanan. Hanya kesadaran akan aliran di dalam dirinya.

Saat membuka mata, buku di depan wajahnya melayang perlahan.

Tanpa tongkat. Tanpa suara. Tanpa mantra.

Ethan tersenyum kecil. Ia tak menyadari bahwa latihan sederhana itu telah membawanya ke tahap baru—penguasaan sihir murni, hanya dengan kehendak.

Namun ia tidak berhenti di sana. Hari-hari berikutnya ia terus mengasah kendali itu. Kadang menggunakan tongkat, kadang tidak. Kadang bersuara, kadang cukup dengan niat dan visualisasi.

Semakin lama, ia semakin mengerti: sihir bukan sekadar ucapan, melainkan kehendak yang menembus batas tubuh dan logika.

Ketika perutnya berbunyi keras, Ethan tersadar bahwa langit di luar jendela sudah gelap. Ia tertawa kecil.

“Heh… hebat. Aku bahkan lupa makan siang.”

Ia turun ke bawah. Di bar, Tom sedang membaca Daily Prophet dengan ekspresi kusut. Begitu melihat Ethan, pria tua itu berseru,

“Anak muda! Aku kira kau pingsan di kamar. Seharian nggak kelihatan.”

Ethan mengangkat tangan menyerah. “Jangan marah, Tuan Tom. Aku sibuk latihan… dan sepertinya keterusan.”

Tom mendengus, meski matanya tampak lega. “Kau ini, kalau terus begitu bisa mati kelaparan. Ayo, makan dulu. Tapi jangan harap makanan enak—menu hari ini cuma bubur daging asin.”

Ethan tersenyum kecil. “Kalau begitu, biar aku masak.”

Tom hanya bisa menatap, separuh curiga, separuh penasaran, saat bocah sebelas tahun itu masuk ke dapur.

Beberapa menit kemudian, aroma bawang putih, kecap asin, dan bumbu rempah menguar, memenuhi udara hangat Leaky Cauldron. Ethan muncul dengan dua piring uap panas di tangan. Tom mengendus, tertegun.

“Kalau sihir punya aroma,” katanya pelan, “mungkin aromanya begini.”

Mereka makan bersama di meja sudut, sambil berbincang ringan. Tentang pelanggan yang mabuk, tentang Auror yang datang dan pergi, tentang rumor baru dari luar sana.

“Masih tentang orang itu,” kata Tom akhirnya, menepuk koran di mejanya. “Si You-Know-Who. Para Pelahap Maut bentrok lagi dengan Kementerian Sihir. Satu Auror terluka parah. Dunia makin gila.”

Nama itu membuat Ethan terdiam.

Voldemort. Nama yang bahkan disebut dengan bisikan.

Ia tak tahu seberapa kuat pria itu sekarang, tapi ia tahu satu hal — ancamannya nyata.

Dan ia belum cukup kuat.

Setelah makan malam selesai, Ethan menatap piring-piring kosong di meja, mengangkat tangannya perlahan.

Peralatan makan itu terangkat sendiri dan terbang ke wastafel dapur, menimbulkan bunyi berdering lembut.

Tom menatapnya, mulutnya setengah terbuka.

“Kau… kau baru saja melakukan sihir tanpa tongkat?!”

“Hehe.” Ethan menepuk dadanya, santai. “Efek samping lupa makan siang, mungkin.”

Tom hanya bisa menggeleng, antara kagum dan tak percaya, ketika Ethan pamit kembali ke kamarnya.

Malam-malam berikutnya berjalan tanpa suara.

Hanya nyala lilin yang bergetar di dinding kamar, bayangan Ethan yang bergerak seirama dengan gerakan tongkatnya, dan mantra-mantra yang berbisik di udara.

Ia mencoba segalanya — Alohomora, Lumos, Scourgify, bahkan mantra pertahanan dasar seperti Impedimenta, Flipendo, dan Expulso.

Sebagian besar berhasil, sebagian lain masih goyah. Namun hanya Levitation Charm yang bisa ia kuasai sempurna tanpa tongkat.

Dari setiap kegagalan dan keberhasilan, Ethan mulai melihat pola.

Pertama, kekuatan mantra bergantung pada kebiasaan dan pengalaman. Tom, misalnya, menyalakan Lumos seperti menyalakan lampu biasa—tanpa perlu berpikir.

Kedua, niat dan emosi menentukan hasil. Semakin kuat dorongan di hati, semakin besar efeknya.

Dan ketiga, kekuatan sihir bukan soal besar kecilnya energi… tapi kendali dan ketepatan.

Ia menutup buku di mejanya, menatap jendela yang mulai berkabut.

“Pertahanan dulu,” gumamnya pelan. “Kalau aku tak bisa melindungi diri, semua kemampuan ini tak ada gunanya.”

Tangannya meraih tongkat di meja. Ia menimbang-nimbang tiga mantra: Impedimenta, Expelliarmus, dan Expulso.

Yang terakhir terlalu destruktif. Yang kedua butuh kecepatan tinggi. Tapi yang pertama—

ya, Impedimenta. Mantra penghalang. Efisien. Aman. Dan, bagi seorang prajurit seperti dirinya, terasa alami.

“Baiklah,” katanya lirih. “Mulai malam ini, kita menembus batas.”

Tongkat itu bergetar lembut, seperti menyambut tekad pemiliknya.

Dan di bawah cahaya lilin yang menari di dinding kamar Leaky Cauldron, Ethan Cross mulai mempelajari Barrier Spell—mantra pertahanan yang kelak akan menjadi dasar kekuatannya.

Langit di luar hening, hanya terdengar sayup suara petir di kejauhan—seolah dunia sihir sendiri menahan napas, menyambut kelahiran seorang penyihir baru yang akan menulis takdirnya sendiri.

1
Mike Shrye❀∂я
wiiih tulisan nya rapi..... semangat
Zikisri: makasih atas penyemangat nya kk🤭
total 1 replies
Opety Quot's
di tunggu chapter selanjutnya thor
Sertia
Mantap/Good/ lanjutkan
Iqsan Maulana
lumayan bagus ni😁
Iqsan Maulana
next Thor
Hani Andini
next..
king_s1mbaaa s1mbaa
tambahin chapter nya thor...
Reyhan Ramdhan
lanjut thor👍
Zikisri: siap💪
total 1 replies
Reyhan Ramdhan
Bagus, Sangat Rekomen/Good/
Zikisri: thanks 👍
total 1 replies
I Fine
lebih banyak chapter nya thor/Shy/
I Fine
next chapter nya thor💪
Zikisri: Oke 👍
total 1 replies
Niat Pemulihan
nice
Evan Setyawan
Lanjutannya thor👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!