NovelToon NovelToon
Sistem Game Uang Gratis

Sistem Game Uang Gratis

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Sistem / Kebangkitan pecundang / Harem / Anak Lelaki/Pria Miskin / Dikelilingi wanita cantik
Popularitas:4.3k
Nilai: 5
Nama Author: Quesi_Nue

Alvan hanyalah seorang anak petani yang baru lulus kuliah.

Hidup sederhana di desa, membantu orang tuanya di sawah sambil mencari arah hidup yang belum pasti.

Satu kalimat dari gurunya dulu selalu terngiang:

“Nak, ibu sarankan kamu lanjut kuliah"

Namun dunia Alvan berubah bukan karena gelar tinggi, melainkan karena satu tindakan kecil, menolong seorang anak yang terjatuh di sawah.

Ding!

[Sistem berhasil terikat]

Sejak hari itu, kehidupannya tak lagi sama.
Setiap kebaikan kecil memberinya “misi,” setiap tindakan membawa “hadiah”
dan setiap bibit yang ia tanam… bisa muncul nyata di hadapannya.

Namun, seiring waktu berjalan, Alvan menyadari sesuatu, bahwa selain hal-hal baik yang ia dapatkan, hal-hal buruk pun perlahan mulai menghampiri dirinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Quesi_Nue, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 9 - Sisi Fira

“Untung saja tidak kenapa-kenapa…” ucap Alvan sambil perlahan menyingkirkan rambut gadis itu yang menutupi wajah memastikan tidak ada luka.

Gerakannya lambat dan penuh perhatian, sangat sopan, tanpa sedikit pun maksud lain. Ia hanya ingin memastikan gadis itu baik-baik saja.

 Setelah rambut itu tersingkir, Alvan bisa melihat wajahnya dengan jelas.

Setelah rambut sedikit keemasan itu tersingkir, Alvan bisa melihat wajah gadis itu dengan jelas.

Kulitnya putih pucat, halus seperti orang luar negeri, tetapi pipinya sudah memerah merona.

Mata gadis itu sedikit membesar dan terbuka lebar, menatap sekeliling dengan campuran lega dan malu.

Alvan menatap beberapa detik, Namun seketika, ia baru tersadar posisinya sedikit menimpa tubuh gadis itu.

Segera, dengan cepat, Alvan langsung berdiri, berusaha menyingkir.

Dengan nada sopan, Alvan berkata,

 “Maaf, aku tak sopan mendorong badanmu.. dan sedikit merapikan rambutmu. Saya tidak bermaksud lancang, hanya ingin memastikan kamu aman saja.” Ucapnya sambil mengulurkan tangan agar dia berdiri.

Ucapan itu terasa tulus, bagaikan hangatnya perhatian yang tak tersampaikan lewat kata-kata sebelumnya.

Matanya menatap gadis itu, seolah ingin meyakinkan bahwa ia benar-benar peduli.

Gadis itu menerima uluran tangan, sedikit gugup namun perlahan genggam tangannya. Sentuhan itu sederhana, namun ada kehangatan yang tak terucap di antara mereka.

Ia merasa aman, seperti berada di pelukan perhatian yang tulus, tanpa harus banyak kata.

Ia pun sedikit tersipu dan menundukkan wajahnya sambil mengulurkan hpnya ke arah Alvan.

“Kak… Boleh minta nomor HP-nya? Soalnya kalau ada apa-apa, bisa minta bantuan kakak, nih…” suaranya terdengar malu-malu namun ada sedikit kepercayaan yang tersirat.

Alvan tak ragu mengambil ponsel itu. Jari-jarinya tak sengaja menyentuh tangan gadis itu sebentar, dan keduanya merasakan getaran kecil yang aneh.

Gadis itu berdebar-debar, wajahnya memerah dan matanya menunduk.

Alvan juga merasakan sesuatu yang berbeda. Dadanya hangat, detak jantungnya meningkat, dan napasnya tiba-tiba terasa berat.

Ia menatap gadis itu, merasa bingung oleh rasa yang tak ia mengerti. “Apa ini…?” pikirnya dalam hati, tapi ia tidak menemukan jawaban.

Ia tersenyum tipis, menyerahkan kembali ponsel itu, sambil tetap menatapnya sekilas.

Momen itu seolah melambat, hangat, dan penuh dengan sesuatu yang samar sebuah perasaan baru yang belum bisa Alvan definisikan, tapi tetap membuatnya ingin berada dekat dengannya lagi.

Waktunya tidak berlangsung lama.

Tiba-tiba, ponsel Alvan berdering ternyata adiknya, Alviani, menelepon.

“Kak… jemput pulang,” ucap Alviani cepat.

Alvan mengerutkan dahi, sedikit bingung.

“Emang ada apa dek, telat?”

“Bukan. Ada teman ketahuan sudah hamil di luar nikah, dan usia nya udah 5 bulan. Jadi kepala sekolah langsung mengadakan rapat darurat membahas hal ini."

"Seluruh siswa di suruh pulang semua ke rumah masing-masing, jangan keluyuran nongkrong.”

Alvan mengangguk sambil menenangkan diri dari perasaan tadi.

“Oh, oke… Kakak kesana, tapi agak lama ya tau sendiri jalan kota agak macet. Masih ada teman perempuan kan di sana?”

“Masih, kak,” jawab Alviani singkat.

Alvan tersenyum, mencoba membuat suasana lebih ringan.

“Nah, ajak belanja es krim atau apa gitu… biar nggak sendirian nungguin. Nanti duitnya dari kakak ganti, ya.”

Alviani langsung berseri-seri.

“Okeii… siap, kakak ganteng!” serunya gembira, mendengar kata “es krim gratis” dengan penuh antusias.

Alvan hanya tersenyum tipis, menahan tawa melihat adiknya yang semangat begitu cepat.

Beberapa saat kemudian, ponsel Alvan bergetar. Sebuah chat masuk dari kontak baru bernama “Sisi Fira”.

"Nomernya di save ya kak" Tulis chat di seberang.

Alvan yang masih menunduk melihat hp baru menyadari no hp yang belum kesimpan di kontak hanyalah gadis di sebelah nya.

Saat Alvan mengalihkan pandangan ke sisi,

gadis itu juga menatap Alvan sambil tersenyum malu.

“Kak… itu disimpan nomernya ya, nanti kita kabar-kabaran,” ucap Sisi dengan suara pelan namun yakin.

Alvan mengangguk, tersenyum, dan menatapnya dengan lembut.

“Iya, pasti. Sekarang gapapa nih sendiri? Atau mau dianterin ke sekolah atau rumah dulu gitu? Soalnya aku mau jemput adik di SMP.”

Sisi menunduk sebentar, berpikir, lalu mengangkat wajahnya lagi.

“Hm… yaudah deh kak, anterin aja ke rumah,” jawabnya.

Alvan tersenyum tipis, dan mengangkat jempol.

“Oke, siap. Ayo kita berangkat.”

Bret… bret… bret… suara motor tua itu terdengar cukup kencang, namun perasaan Sisi jauh lebih kencang daripada deru mesin.

Ia duduk berboncengan cukup dekat, tangannya secara alami berpegangan di lingkar perut Alvan.

Alvan merasakan sentuhan itu, dadanya terasa sesak sesaat.

Ia menoleh sekilas, lalu dengan hati-hati memindahkan tangan Sisi sedikit lebih ke bawah perutnya agar lebih nyaman, sambil tetap menjaga keseimbangan motor.

Sisi menunduk, merasakan jantungnya berdetak cepat. Setiap guncangan motor membuatnya semakin sadar akan kehangatan yang ia rasakan.

Sementara Alvan, meski bingung dengan sensasi aneh di dadanya, tetap berfokus pada jalan, mencoba menenangkan diri dan Sisi sekaligus.

Sebuah motor tua melaju ke depan perumahan mewah dan tak lain dan tak bukan ialah motor Alvan.

Setelah diarahkan oleh Sisi, ia sudah sampai di perumahan bertuliskan Grand Calm Harmony.

Jaraknya ternyata dari gerbang ke rumahnya hanya membutuhkan waktu sekitar tiga menit naik motor, jadi wajar jika Sisi memutuskan untuk berjalan kaki saja.

Begitu sampai di gerbang perumahan, Alvan terpaksa memberhentikan motor.

Seorang satpam yang duduk di dalam pos menghampiri dan meminta Alvan menunjukkan kartu tanda penduduk. Alvan tersadar ia lupa membawanya.

“Maaf, semua yang bukan penghuni harus menunjukkan Kartu Tanda Penduduk dan anda bisa mengambilnya kembali saat pulang nanti,” ucap satpam dengan nada formal.

Alvan lupa membawa KTP nya.

Sisi tersenyum ringan, mengenal wajah satpam itu. Ia mengibaskan tangannya dan berkata ramah, “Pak… bapak nggak kenal saya?”

Satpam itu tersenyum, mengangguk, lalu membukakan palang gerbang.

“Ah iya non, sekarang boleh masuk.”

Alvan menatap Sisi dengan rasa kagum kecil cara gadis itu santai dan luwes membuat suasana tegang di gerbang menjadi hangat dan ringan.

Mereka pun melanjutkan perjalanan menuju ke dalam.

Saat motor memasuki komplek Grand Calm Harmony, Alvan langsung disambut pemandangan yang membuat matanya membesar.

Jalanan beraspal mulus membentang di depan, di batasi deretan - deretan pohon rapi yang daunnya berayun lembut tertiup angin.

Lampu taman yang tertata sempurna menambah kilau hangat, seolah setiap sudut diciptakan untuk menyambut penghuni dengan elegan.

Alvan menelan ludah, jantungnya berdetak sedikit lebih cepat.

Bagi dirinya, yang terbiasa dengan rumah-rumah sederhana di desanya, pemandangan ini terasa seperti dunia lain.

Ia menatap setiap detail pagar tinggi, jendela besar, taman rapi dan merasakan dirinya sangat kecil di antara kemegahan ini.

“Gila…” gumamnya, suaranya nyaris tenggelam di desiran angin. Satu kata itu tak cukup, tapi setidaknya menampung sebagian kekagumannya.

Ia menundukkan kepala sebentar, membayangkan rumahnya sendiri yang sederhana. Dinding kayu yang retak, halaman kecil yang tidak terawat, jauh berbeda dari kemewahan di depannya.

Hatinya tiba-tiba campur aduk ada rasa kagum, cemas, dan sedikit minder.

“Apa aku memang pantas berada di sini…?” pikirnya dalam hati.

Ia menatap sekeliling, menahan napas sebentar, merasakan jantungnya sedikit berdebar dan menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri.

1
Syahrian
👍😍
black
lanjutkan thor, jangan berhenti di tengah jalan, ceritanya menarik,
ALAN: iya bener tuh Thor 👍
total 2 replies
ALAN
lanjut Thor 💪😍
ALAN
hadir Thor 😍👍
Aryanti endah
ET buset, Mak bapak adek JD transparan 🤣🤣🤣🤣
ALAN: iya, alvan tak ada malu - malu nya dengan mertua 🤣
total 1 replies
Syahrian
👍💪😍
ALAN
Bagus, lumayan
ALAN
lanjut Thor
Dewiendahsetiowati
hadir thor
Lala Kusumah
lanjuuuuuuuuut, semangat sehat ya 💪💪
Lala Kusumah
sepertinya bakal seru nih, lanjutkan 👍👍👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!