Husna, putri bungsu kesayangan pasangan Kanada-Indonesia, dipaksa oleh orang tuanya untuk menerima permintaan sahabat ayahnya yang bernama Burak, agar menikah dengan putranya, Jovan. Jovan baru saja menduda setelah istrinya meninggal saat melahirkan. Husna terpaksa menyetujui pernikahan ini meskipun ia sudah memiliki kekasih bernama Arkan, yang ia rahasiakan karena orang tua Husan tidak menyukai Arkan yang hanya penyanyi jalanan.
Apakah pernikahan ini akan bertahan lama atau Husna akan kembali lagi kepada Arkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
Setelah memberikan gaun pesta untuk Husna, Mama Riana meninggalkan rumah untuk menyiapkan pesta resepsi malam nanti.
Melihat Mamanya yang sudah keluar dari rumahnya.
Jovan membuka pintu ruang kerjanya dan mengetuk pintu kamar Ava dimana Husna masih ada disana.
Husna yang akan mencoba gaun pesta dari Mama Riana dan langsung meletakkannya kembali.
Ia lekas membuka pintu dan melihat suaminya yang berdiri di hadapannya.
"Ikut aku!"
Jovan langsung menarik tangan istrinya dengan sangat kasar.
"Lepaskan tanganku, Van!" ucap Husna yang merintih kesakitan.
Jovan tidak menghiraukan rintihan istrinya yang kesakitan.
Husna melihat Jovan yang membawanya ke kamar pojok kanan.
Ceklek!
Brugh!
Jovan melempar tubuh Husna ke tempat tidur yang ada dikamar itu.
Husna melihat banyak sekali foto mendiang Aisyah disana.
Tidak hanya itu saja, ia melihat pakaian, make up, cincin milik Aisyah.
"Lihat sekelilingmu, Husna! Ini adalah tempat yang kamu ganti posisinya. Kamu masuk ke rumah ini, ke hidupku, ke kamar putriku, untuk mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh wanita ini."
Husna menelan salivanya saat mendengar perkataan dari suaminya.
"Aku tahu, Jovan. Aku tidak pernah ingin menggantikan Aisyah. Aku hanya ingin menjalankan peran yang kamu dan Ayahmu minta," jawab Husna sambil menahan air matanya agar tidak jatuh.
Jovan melangkah maju, mendekat ke sebuah foto Aisyah yang sedang tertawa.
"Aisyah adalah segalanya. Dia cerdas, sabar, tidak pernah mengeluh, dan tahu posisinya. Kamu mungkin ibu biologis Ava, tapi di sini, di hatiku, tidak ada ruang untuk wanita lain. Mama bisa saja mengatakan apa pun, tapi inilah kebenarannya."
Ia berbalik menghadap Husna dengan tatapannya yang dingin dan menusuk.
"Aku membawamu ke sini agar kamu ingat kalau kamu adalah 'mahar pengganti hati'. Kamu adalah bayangan. Kamu adalah pengganti. Jadi, berhentilah bertingkah seolah-olah kamu adalah istri sejati yang bisa menuntut atau menyindirku di dapur. Berhentilah bersikap manja dan cengeng." ucap Jovan.
Tidak hanya itu saja, ia juga meminta agar Husan sadar diri dan jangan manja.
Husna bangkit dari tempat tidur, air matanya akhirnya menetes.
Ia tidak lagi peduli dengan kemarahan Jovan terhadap dirinya.
Hatinya sudah terlalu sakit untuk takut kepada Jivan.
Husna berdiri tegak, menatap mata Jovan yang penuh kebencian.
"Aku tidak manja, Jovan. Aku hanya manusia biasa. Dan kamu benar, aku bukan Aisyah. Aku sudah berkorban untuk kebahagiaan Ava!" balas Husna, suaranya bergetar namun tegas.
Jova tidak menyangka Husna akan membalas dengan amarah dan keberanian seperti itu.
"Pengorbanan?"
Jovan tertawa sinis saat mendengar perkataan dari Husna.
"Kamu pikir aku tidak tahu kamu punya kekasih di Indonesia? Kamu pikir aku tidak tahu kamu menyembunyikan hubungan itu karena dia miskin dan tidak punya masa depan?"
Plak!
Suara tamparan keras yang dilayangkan oleh Husna ke pipi suaminya.
"Kamu boleh menghinaku, Van. Tapi jangan hina Arkan!" ucap Husna.
Wajah Jovan yang dingin dan angkuh seketika berubah.
Tamparan Husna tidak hanya mengejutkan, tetapi juga menghancurkan harga dirinya.
Matanya memancarkan kemarahan murni, nyaris seperti binatang buas yang terluka.
Ia mengangkat tangan kanannya, dan dalam sepersekian detik, sebuah balasan yang jauh lebih keras mendarat di pipi Husna.
PLAK!
Suara tamparan itu memecah keheningan, lebih nyaring dan mematikan.
Kepala Husna terhempas ke samping, sensasi panas dan sakit menjalar dari pipinya hingga ke telinga.
Ia langsung terhuyung dan kepalanya terbentur lantai
"Jangan pernah mengangkat tanganmu padaku, Husna!" desis Jovan
Husna menatap wajah suaminya yang sangat membencinya.
"Aku izinkan kamu menyuarakan pendapatmu, tapi aku tidak akan pernah mengizinkanmu merendahkan harga diriku. Arkan mu itu tidak lebih dari pengamen yang tidak punya masa depan! Dan kamu sekarang adalah istriku! Sadar diri!"
Kemudian Jovan meninggalkan kamar itu dan menguncinya dari luar.
"A-arkan.."
Husna melihat pintu kamar yang dikunci dari luar dan ia pun langsung jatuh pingsan dengan darah yang masih mengalir dari kepalanya.
Setelah mengunci pintu kamarnya, Jovan memanggil Bi Marta untuk menemani Ava yang masih tertidur pulas.
"Jangan buka pintu itu sebelum aku pulang." ucap Jovan sambil mengambil tas kerjanya.
Bi Marta mengangguk-anggukkan kepalanya dengan wajah yang ketakutan.
Setelah melihat kepergian Jovan, Bi Marta langsung menggendong Ava yang sedang menangis.
Bi Marta mencoba untuk menenangkan Ava tetapi tangisan Ava semakin kencang.
Ia segera mengambil ponselnya dan menghubungi Ibu Riana.
Ibu Riana yang sedang bicara dengan pihak catering langsung membuka tasnya saat mendengar suara ponselnya yang berdering.
"Nyonya, tolong anda lekas pulang. Tuan Jovan mengunci Nyonya Husna di kamar mendiang Aisyah." ucap Bi Marta.
Ibu Riana terkejut ketika mendengar perkataan dari Bi Marta.
Ia juga mendengar suara tangisan Ava yang tidak berhenti.
"I-iya Marta. Aku segera pulang." ucap Ibu Riana.
Ibu Riana memanggil Debby untuk segera mengantarkannya pulang.
Lima belas menit terasa seperti satu jam dan tidak berselang lama mobil berhenti di depan rumah megah Jovan.
Ibu Riana langsung bergegas masuk dan melihat Bi Marta berdiri di ruang tamu, wajahnya pucat pasi sambil mengayun-ayunkan Ava yang masih sesenggukan.
"Di mana kuncinya, Marta? Cepat!" perintah Ibu Riana.
Bi Marta menggelengkan kepalanya dan mengatakan kalau semua kunci dibawa oleh Jovan.
"DEBBY!!"
Mendengar suara teriakan Ibu Riana, Debby yang sedang dibawah langsung berlari ke kamar atas.
"Cepat kamu dobrak pintu ini!"
Tanpa basa-basi lagi, Debby langsung mendorong pintu kamar.
BRAAAKKK!
Pintu berhasil di dobrak dan Ibu Riana langsung masuk ke kamar.
Pandangannya langsung tertuju pada Husna yang tergeletak dengan kepalanya yang terluka.
"HUSNA!!"
Ibu Riana menggenggam tangan Husna yang terkulai dingin.
Darah segar masih mengalir dari sisi kepala Husna, membasahi lantai keramik putih.
Wajah Husna pucat, dan ada bekas merah keunguan yang sangat jelas di pipinya bekas tamparan Jovan
"Debby, bawa dia ke villa. Marta, jangan beritahu Jovan soal ini. Aku akan beri pelajaran kepemimpinan putraku sendiri. Dia sudah keterlaluan." ucap Ibu Riana.
Kemu Debby membopong tubuh Husna dan membawa ke mobil.
"Nyonya, bagaimana dengan Non Ava?" tanya Bi Marta.
Ibu Riana melirik ke arah Marta dan memintanya untuk menghubungi Jovan.
Ibu Riana lekas masuk ke dalam mobil dan segera Debby melajukan mobilnya menuju ke Villa.
Di dalam mobil, Ibu Riana menangis saat melihat Husna yang diperlakukan seperti itu oleh Jovan.
Ibu Riana mengambil ponselnya dan menghubungi suaminya agar segera pulang dan memintanya untuk langsung ke Villa.
Ia meminta agar suaminya tidak menghubungi Jovan.
Burak yang sedang meeting langsung menutup ponselnya dan lekas pulang ke Kanada.
"Ada apa ini?" gumam Burak.
Burak meminta supirnya untuk segera menuju ke bandara.