“Dikhianati suami, ditikam ibu sendiri… masihkah ada tempat bagi Andin untuk bahagia?”
Andin, seorang wanita sederhana, menikah dengan Raka—pria miskin yang dulu ia tolong di jalan. Hidup mereka memang pas-pasan, namun Andin bahagia.
Namun kebahagiaan itu berubah menjadi neraka saat ibunya, Ratna—mantan wanita malam—datang dan tinggal bersama mereka. Andin menerima ibunya dengan hati terbuka, tak tahu bahwa kehadiran itu adalah awal dari kehancurannya sendiri.
Saat Andin mengandung anak pertamanya, Raka dan Ratna diam-diam berselingkuh.
Mampukah Andin menghadapi kenyataan di depannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rafizqi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
Cahaya putih dari langit-langit kamar rumah sakit terasa menyilaukan ketika Andin perlahan membuka matanya.
Kepalanya berat, tubuhnya terasa lemah, dan suara mesin medis berdengung di telinganya.
Saat penglihatannya mulai jelas, sosok pertama yang ia lihat adalah Raka.
Pria itu duduk di samping ranjang, wajahnya tampak lelah, namun matanya menatap penuh rasa bersalah.
Tangannya menggenggam jemari Andin erat—seolah takut kehilangan lagi.
“Andin…” suara Raka bergetar.
"Syukurlah kamu bangun. Aku sangat khawatir"
“Maafkan aku, ya… aku nggak ada di samping kamu waktu kamu melahirkan.” Ia menunduk, merasa bersalah.
Sebelum Andin sempat menjawab, suara lain muncul dari arah pintu.
“Itu semua bukan salah Raka,” sela Ratna pelan, melangkah mendekati Raka.
“Kami berdua sedang sibuk di toko, banyak pesanan… sampai tidak sadar kalau ada telepon masuk dari rumah sakit.”
Andin menatap keduanya tanpa suara.
Wajahnya datar.
"Sibuk bekerja? Atau sibuk bercinta" batin Andin, menatap tajam kedua orang itu.
Ia memalingkan wajah, menatap langit-langit. Tangannya perlahan bergerak ke perutnya—namun yang tersisa hanyalah rasa hampa. Perutnya mengempis dan tak ada tanda-tanda kehamilan lagi.
Andin terdiam beberapa detik, lalu dengan suara parau ia bertanya,
“Anakku… di mana anakku?” Tanyanya panik.
Pertanyaan itu membuat suasana kamar langsung beku.
Raka dan Ratna saling berpandangan, seolah mencari siapa yang harus bicara lebih dulu.
Akhirnya, Raka menghela napas panjang.
“Andin… kamu udah nggak sadarkan diri selama seminggu. Dokter udah berusaha, tapi… anak kita nggak bisa diselamatkan.”
Andin membeku.
Matanya membesar, air matanya langsung jatuh sebelum sempat ditahan.
“A… apa?” suaranya pecah.
"Nggak mungkin. Anakku masih hidup" Andin histeris, sulit menerima kenyataan.
"Andin.... " Raka ingin mendekat menenangkan Andin.
"Jangan.... Kamu pasti bohong. Anakku tidak mungkin mati" teriak Andin.
"Aku menunggunya hampir tiga tahun. Aku merawatnya dengan kasih sayang. Aku sudah menantikannya lahir dan aku akan menjadi seorang ibu. Apakah kau tau? Setiap saat aku selalu membayangkan nya berada di pelukanku. Aku akan menjadi seorang ibu. Tapi....kenapa kamu mengatakan itu?" Lirih Andin yang terus menangis dan tak terima kabar kematian anaknya.
Raka mencoba memegang bahunya, tapi Andin menepisnya dengan marah.
“Kenapa, Raka?! Kenapa kamu tega? Itu anak kita! Aku bahkan belum sempat melihat wajahnya!”
"Andin, berhentilah. Ini kehendak tuhan. Anak kita tidak selamat" Raka berusaha menyadarkan Andin yang nampak syok.
"Cukup!" Bentak Andin seketika.
Matanya memerah. Tatapannya tajam bagaikan belati yang siap menembus lawannya.
Raka terdiam. Tak sepatah kata pun keluar dari bibirnya.
Ratna mencoba mendekat, "Andin"
Andin menatapnya tajam. “Jangan dekat-dekat aku! Kalian berdua sudah cukup menghancurkan hidupku!”
"Andin, apa yang kamu bicarakan?"
"Keluar... Keluar dari sini. Aku tidak ingin melihat kalian berdua" usir Andin tegas.
"Andin" Raka mendekat. Namun Tangan Andin di di bentang kedepan menghentikan Raka.
"Keluar, Raka. Aku ingin sendiri"
Raka dan Ratna hanya diam memperhatikan Andin yang nampak terpukul. Dengan langkah terpaksa, mereka berdua pergi meninggalkan kamar Andin.
Setelah pintu di tutup. Tangis Andin pun pecah disana. Suaranya menggema di ruangan yang kini hanya menyisakan isak pilu dan rasa bersalah yang menggantung.
"Kenapa? Kenapa kau berikan aku rasa sakit ini tuhan?" isak Andin. Dunianya runtuh. Dia kehilangan suami, kehilangan ibu dan bahkan anaknya pun di ambil dari hidupnya.
"Anakku.... hik..maafkan ibu yang tidak bisa menjagamu dengan baik. Maafkan ibu Nak!" Lirih Andin masih terisak memeluk dirinya sendiri.
.
.
.
Bersambung.