NovelToon NovelToon
Terjebak Dalam Dunia Pria Yang Mengaku Suamiku

Terjebak Dalam Dunia Pria Yang Mengaku Suamiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Dosen / Time Travel / Dokter Genius / Cinta Beda Dunia / Penyeberangan Dunia Lain / Dark Romance
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: Azida21

bijak dalam memilih bacaan!


"Kamu... siapa?" bisik Zeya lirih, tangan kirinya memegangi kepala yang berdenyut hebat.

Pria itu tersenyum lembut, menatapnya seolah ia adalah hal paling berharga di dunia ini.
"Aku suamimu, sayang. Kau mungkin lupa... tapi tenang saja. Aku akan membuatmu jatuh cinta lagi...seperti dulu."

*****

Zeya, seorang mahasiswi kedokteran, tiba-tiba terbangun di dunia asing. Ia masih dirinya yang sama,nama, wajah, usia..tak ada yang berubah.

Kecuali satu hal, kini ia punya suami.

Ares Mahendra. Dosen dingin yang terlalu lembut saat bicara, terlalu cepat muncul saat dibutuhkan… dan terlalu mengikat untuk disebut sebagai “suami biasa.”

Zeya tidak mengingat apa pun. Tapi dokumen, cincin, dan tatapan Ares terlalu nyata untuk disangkal. Ia pun mulai percaya...

Hingga satu rahasia terkuak,zeya bukan istri nya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Azida21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 08 Suara Dibalik Telepon

Bunyi denting jam dinding terdengar nyaring di ruang tengah. Zeya duduk sendirian di atas sofa empuk berwarna abu muda, selimut tipis melingkari kakinya. Di hadapannya, televisi menyala menampilkan acara memasak yang bahkan tak terlalu ia perhatikan. Sebungkus camilan dan segelas susu hangat tergeletak di meja kecil di depannya, hanya separuh yang disentuh.

Ia menghela napas. Meski rumah itu indah dan mewah, tapi keheningannya membuat segala sesuatunya terasa… tidak nyata. Hampa. Nyaris seperti rumah pertunjukan.

Tiba-tiba..

TRRIIINGGG!

Suara dering telepon rumah memecah keheningan dengan keras dan mengejutkan.

"Astaga!" Zeya nyaris menjatuhkan gelas susunya. Ia menoleh tajam ke arah sudut ruangan, tempat telepon jadul itu berada.

"Mengagetkan saja..." gerutunya sambil berdiri dan berjalan mendekat, satu tangan masih memegang bantal kecil di dadanya.

Tangannya terulur ke gagang telepon. Ia sempat ragu, tapi akhirnya mengangkat.

“Halo?” ucapnya, agak pelan.

“Halo, sayang...” Suara di ujung sana terdengar dalam, hangat... dan familiar.

Zeya mengerutkan kening. “Ares?” tanyanya perlahan, masih menebak-nebak.

“Iya, ini suamimu, sayang,” jawab suara itu dengan tawa pelan. Suara Ares. Lembut tapi... terasa terlalu manis, seolah sedang menenangkan anak kecil.

“Oh…” Zeya menggigit bibir bawahnya. “Ada apa telepon malam-malam begini?”

“Hari ini aku harus pulang lebih larut. Ada operasi mendadak yang harus aku lakukan,” jelas Ares, suaranya terdengar lelah namun tetap lembut. “Kamu tidurlah lebih awal malam ini, jangan tunggu aku. Dan... jangan lupa minum obatmu sebelum tidur, ya?”

Zeya menarik napas pendek. Ia belum terbiasa diperlakukan seperti ini—diperhatikan sampai ke detil kecil. Entah manis, atau justru mencurigakan.

“Baiklah,” balasnya pendek.

“Apa yang sedang kamu lakukan di rumah?” tanya Ares lagi, suaranya kini terdengar sedikit lebih ringan, seolah ingin mengobrol lebih lama. “Aku sangat merindukanmu.”

Zeya kembali duduk di sofa sambil memegang gagang telepon dengan dua tangan. Ia mendekatkannya ke telinga, lebih nyaman sekarang.

“Aku… sedang menonton TV sambil makan camilan.”

“Camilan?” Ares terdengar tersenyum. “Itu kemajuan besar sayang,Biasanya kamu susah makan kalau lagi nggak enak badan.”

Zeya terdiam sejenak. Kata-kata itu terdengar seolah Ares mengenalnya begitu dalam, seperti sudah bertahun-tahun bersamanya. Tapi… kenapa ia sendiri merasa seperti baru mengenal pria itu hari ini?

“Senang mendengar kamu bersenang-senang, sayang,” lanjut Ares dengan hangat.

Zeya berdehem kecil. “Nggak juga sih. Aku cuma… mencoba merasa biasa.”

“Kamu masih merasa aneh tinggal di sana?,dirumah kita?"” tanya Ares pelan, tapi tak bisa menyembunyikan nada khawatirnya.

Zeya mengangguk meski tahu pria itu tidak bisa melihatnya. “Rumah ini besar. Sepi. Dan… penuh foto-foto yang membuatku bingung.”

“Foto-foto kita?” suara Ares berubah agak pelan.

“Iya. Seolah-olah aku benar-benar sudah jadi bagian dari rumah ini. Tapi… aku nggak ingat apa pun, Ares. Bahkan pernikahan kita pun terasa seperti fiksi.”

Ares terdiam beberapa detik. Lalu ia berkata pelan, “Aku mengerti rasanya. Tapi aku janji, semuanya akan masuk akal seiring waktu. Kamu nggak perlu memaksa ingat. Cukup biarkan semuanya mengalir.”

Zeya menggigit kukunya, gelisah. “Tapi... saat aku tanya pelayan rumah ini soal pernikahan kita... dia terlihat bingung. Seperti... dia nggak tahu kita sudah menikah.”

Ada jeda hening. Lama.

“Kamu menanyai Bu Darmi?” tanya Ares akhirnya, dengan nada yang dijaga tetap tenang.

Zeya mengangkat bahu sambil berkata.“Entahlah. Aku tidak sempat bertanya namanya. Tapi dia bilang sudah lima tahun kerja di sini. Harusnya dia tahu, kan?”

“Dia mungkin gugup,” jawab Ares cepat.

“Pelayan kadang takut menjawab yang bukan tugasnya. Aku akan bicara padanya nanti.”timpal nya Masuk akal.

“Tapi aku merasa seperti semua orang di sini sedang menyembunyikan sesuatu.”

Ares menarik napas di ujung sana. “Zeya… percayalah padaku. Aku tidak akan membiarkan siapa pun menyakitimu. Termasuk dirimu sendiri.”

Zeya memejamkan mata.

Kata-kata itu manis, terlalu manis tapi justru itu yang membuatnya sulit percaya.

“kamu yakin memori ku bisa kembali?”

“Aku yakin. Perlahan.”

Zeya meremas gagang telepon. “Ares… apa kamu sungguh mencintaiku?”

Pria itu tertawa kecil. “Pertanyaan itu harusnya kamu simpan untuk nanti, saat kita duduk di balkon, melihat bintang bersama sambil minum teh.”

“Tapi aku ingin tahu sekarang.”

Ares terdiam sebentar, lalu menjawab dengan suara rendah namun tegas, “Iya, aku mencintaimu. Dan aku akan terus mencintaimu, meski kamu tidak ingat siapa aku.”

Zeya memejamkan mata lagi, dan kali ini... dadanya terasa hangat, tapi juga nyeri. Ia tidak tahu apakah itu karena tersentuh... atau karena takut semuanya hanya rekayasa.

“Kalau begitu... aku tunggu kamu pulang.”

“Tidurlah lebih awal, jangan begadang. Nanti kepalamu pusing lagi,” pesan Ares.

“Baiklah"jawab Zeya singkat.

Ares tertawa pelan. “Kalau kamu sakit lagi, aku yang rugi. Aku nggak bisa tenang di ruang operasi kalau tahu kamu di rumah nggak makan dan nggak tidur.”

Zeya tersenyum tipis, untuk pertama kalinya sejak pagi tadi.

"hmm"gumam zeya pelan.

“Oke. Sampai ketemu dirumah, sayang.”

Klik.

Telepon terputus.

Zeya menatap gagang telepon beberapa detik sebelum meletakkannya perlahan. Senyum yang sempat muncul di wajahnya perlahan memudar saat ia menatap ruang sekitarnya.

1
Gedang Raja
bagus
Azida21: terimakasih🥰
total 1 replies
Kem mlem 🍨🍨🍨
Gimana sih thor, nggak sabar ni...
Azida21: Sabar yah,Author usahain update bab nya banyak hari ini❤️
total 1 replies
Kami
Bener-bener nggak bisa berhenti baca!
Azida21: terima kasih sudah baca,di tunggu kelanjutan nya yah🤭
total 1 replies
kawaiko
Jauh melebihi harapanku.
Azida21: terima kasih☺️,Author senang kalau kamu puas dengan karya nya☺️
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!