Rui Haru tidak sengaja jatuh cinta pada 'teman seangkatannya' setelah insiden tabrakan yang penuh kesalahpahaman.
Masalahnya, yang ia tabrak itu bukan cowok biasa. Itu adalah Zara Ai Kalandra yang sedang menyamar sebagai saudara laki-lakinya, Rayyanza Ai Kalandra.
Rui mengira hatinya sedang goyah pada seorang pria... ia terjebak dalam lingkaran perasaan yang tak ia pahami. Antara rasa penasaran, kekaguman, dan kebingungan tentang siapa yang sebenarnya telah menyentuh hatinya.
Dapatkah cinta berkembang saat semuanya berakar pada kebohongan? Atau… justru itulah awal dari lingkaran cinta yang tak bisa diputuskan?
Ikutin kisah serunya ya...
Novel ini gabungan dari Sekuel 'Puzzle Teen Love,' 'Aku akan mencintamu suamiku,' dan 'Ellisa Mentari Salsabila' 🤗
subcribe dulu, supaya tidak ketinggalan kisah baru ini. Terima kasih, semoga Tuhan membalas kebaikan kalian...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Umi Nurhuda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keterhubungan batin...
Meski rasa takut menggerogoti dirinya, Zara tidak ingin hanya berdiri diam. Ia bukan gadis penakut. Ia keras kepala dan tak pernah suka dipinggirkan, apalagi saat yang ia sayangi sedang dalam bahaya.
Ia menyaksikan saudaranya bertarung tak henti-henti. Kasihan sekali. Darah mengalir dari pelipis Ray, bajunya robek, tubuhnya lebam, dan pukulan terus mendarat bagai badai yang tak kunjung reda.
"A-Allaah... sakit... Ini sakit... Banget..."
Lalu ia melihatnya.
Setiap pukulan yang mengenai Ray, terasa ia ikut dipukul. Rasa sakit itu menembus batas kulit, merambat lewat ikatan batin yang tak bisa dijelaskan.
Menyatu jadi satu siksaan yang perlahan mencabik-cabik kewarasannya. Keterhubungan batin saudara kembar, mengguncang emosinya.
Zara melangkah maju, namun Ray segera menghadangnya dengan tangan terentang. “Sudah kubilang, diam di situ!” bentaknya.
“Enggak, Ray! Aku mau bantu. Aku akan cari kayu atau apapun buat senjata!”
Wajah Ray memerah karena panik dan marah bercampur jadi satu. “Kalau kamu berani melangkah lagi... Abang lebih baik mati daripada harus sibuk ngelindungin kamu! Dasar adik tengil!”
Seketika itu juga, tangis Zara pecah.
“Huaa... Abang Ray reseee! Aku benci abang!” pekiknya, lalu berlari menjauh dengan air mata berderai.
Ray hanya menghela napas berat, matanya masih menatap ke depan. "Baguslah kalau dia kabur. Setidaknya satu nyawa bisa diselamatkan."
Padahal Bos geng dan dua anggotanya masih standby menunggu giliran untuk menghajar. Pertarungan Ray masih belum selesai. Mereka yang tumbang kembali menyerang Ray.
Ray mulai kewalahan.
Haru melangkah cepat, semakin cepat sampai akhirnya nyaris berlari. Matanya menyorot tajam pada kekacauan di hadapannya. Dengan suara tegas ia memerintah kedua asistennya, “Lakukan sesuatu! Usir mereka sekarang juga. Apa pun caranya!”
"Ray..."
Tak percaya.
Haru. Sosok yang selama ini selalu menghindar darinya, bersikap dingin dan penuh ketidaksukaan. Kini berdiri dengan posisi melindungi.
Tanpa menunggu, Haru terjun ke tengah kerumunan. Satu per satu ia menarik paksa bahu gerombolan yang mengeroyok Ray, melempar mereka ke belakang dengan tenaga tak terkira.
Haru berkata, "Gue benci lo, Ray. Tapi gue bukan pengecut yang tinggal diam waktu lo dikeroyok kayak gini."
Ray tersenyum samar, lelah, "Gue nggak ngerti kenapa elo bisa membenci gue."
Haru membiarkan Ray bersandar di pundaknya yang masih tegak. Ray terengah, lututnya nyaris roboh. Tubuhnya luka parah, tapi sorot matanya masih bertahan.
“Haru…”
Ray menatap ke arah bos geng yang kini tampak berbisik pada dua anak buahnya. “Tolong… jaga adik gue.”
“Adik?” Haru refleks menoleh, Mencari sosok yang dimaksud. Tak ada.
Di saat yang sama, bos dan kedua anak buahnya mulai berlari, jelas menuju satu tujuan. Zara.
“Sial! Gue nggak bisa kejar mereka!”
“Di mana adik lo?!”
“Haru! Kejar mereka!! Adik gue lagi dikejar mereka!!” suara Ray meledak, memutus sisa kesabarannya.
“Ah, sh*t!! Berani banget lo nyuruh-nyuruh gue!” Haru memaki, tapi tanpa ragu ia langsung melesat mengejar mereka.
Sementara itu, Zara berlari mencari tempat berlindung yang dipenuhi bayang-bayang. Napasnya memburu, wajahnya panik.
“Kenapa selalu di tempat sesepi ini?! Kenapa nggak ada satu pun orang?!” Zara menggerutu frustrasi.
“Tapi… aku benci Abang Ray. Dia selalu nyuruh aku diam. Padahal aku cuma mau bantu…”
Kekesalannya pada Ray membuatnya tak benar-benar membencinya. Dia yang tetap keras kepala, Zara mengangkat dagunya. “Nggak. Aku harus kembali. Aku nggak bisa kabur begitu aja.”
Begitu dia berbalik, suara lirih memanggilnya dari balik tembok gelap. “Psst… Zara. Sini, cepat…”
Zara membelalakkan mata. “Bang Danish?!”
Senyum lega mengembang di bibirnya. Tanpa ragu, dia langsung berlari menghampiri.
Namun di balik kegelapan, mata Danish menajam, senyumnya melengkung ke arah yang tak bisa ditebak. “Bagus… bagus sekali…”
../Facepalm/