Sudah dua bulan sejak pernikahan kami. Dan selama itu, dia—lelaki itu—tak pernah sekalipun menyentuhku. Seolah aku tak pernah benar-benar ada di rumah ini. Aku tak tahu apa yang salah. Dia tak menjawab saat kutanya, tak menyentuh sarapan yang kubuat. Yang kutahu hanya satu—dia kosong dan Kesepian. Seperti gelas yang pecah dan tak pernah bisa utuh lagi. Nadira dijodohkan dengan Dewa Dirgantara, pria tiga puluh tahun, anak tunggal dari keluarga Dirgantara. Pernikahan mereka tak pernah dipaksakan. Tak ada penolakan. Namun diam-diam, Nadira menyadari ada sesuatu yang hilang dari dalam diri Dewa—sesuatu yang tak bisa ia lawan, dan tak bisa Nadira tembus. Sesuatu yang membuatnya tak pernah benar-benar hadir, bahkan ketika berdiri di hadapannya. Dan mungkin… itulah alasan mengapa Dewa tak pernah menyentuhnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon heyyo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9. Jalanan Kota
Pagi hari sekitar pukul delapan pagi, aku sudah menyiapkan sarapan untuk Dewa-untuk kami-, Aku menunggunya turun dari lantai atas agar bisa sarapan bersama, entah bagaimana rasa itu muncul tapi semenjak Dewa pergi keluar negeri aku sedikit rindu dengan keberadaannya, yang selalu mengacuhkanku.
"Selamat pagi" Sapa ku saat melihatnya turun dengan pakaian yang sudah rapi.
Dia melirik tanganku yang sibuk mengisi piring miliknya dengan berbagai makanan yang aku buat, seketika dia membuang pandangannya.
"Ibu meminta kita menghadiri makan malam di rumahnya, Acara kecil perayaan karena ayah berhasil menjalin kontrak kerjasama dengan Virellion Energy Ltd, Hasil dari kunjungan bisnis keluar negeri seminggu yang lalu" Dewa mengatakan itu sambil merapikan dasinya yang memang sudah rapi, sebenarnya dia hanya menghindari kontak mata denganku.
"Wah...Hebat sekali, selamat ya" Aku tersenyum ke arahnya. Walau bagaimanapun juga Dewa ikut terlibat atas keberhasilan itu.
Dewa melirikku sedikit lalu kembali melihat jam di tangannya.
"Aku tidak punya waktu untuk makan, ini belilah sesuatu untuk dikenakan malam nanti, aku akan menjemputmu sepulang kerja." Dia meletakkan kartu debitnya di atas meja makan, lalu pergi begitu saja.
Aku menghela napas, mengambil kartu diatas meja itu, walaupun belum bisa makan bersama di meja ini, setidaknya dia sudah mau berbicara denganku walau untuk beberapa saat aja.
......................
Sebelum berbelanja aku menyempatkan diri datang ke kafe kecil di seberang jalan raya, didepan Klinik konseling milik Hans, aku duduk disana, didekat kaca, menikmati teh herbal dan beberapa potong kue.
"Nadira?" Suara yang terdengar familiar di telingaku membuatku mencari cari asal dari suara itu.
"Hans? Apa yang kamu lakukan disini?"Tanyaku melihat Hans yang duduk di seberang sana, belum sempat menjawab dia langsung mengangkat gelasnya dan pindah ke mejaku, duduk di hadapanku.
"Aku suka kesini untuk sarapan, sebelum klinikku buka" Jawabnya.
"Apa yang sedang kamu lakukan sendirian disini?" ia balik bertanya.
"Tidak ada, hanya duduk untuk beberapa saat lalu pergi..." aku tersenyum kecil, tapi nampaknya dari senyumanku Hans bisa membaca bahwa aku hanya mencari keramaian agar tidak merasa kesepian. Aku sudah menceritakan semua hal kepada Hans tentang pernikahanku, rasanya sedikit aneh berbicara dengannya diluar jam praktik.
"Dan aku mau ke Lunaria plaza mall di ujung sana, aku belum pernah kesana sebelumnya" aku melanjutkan kalimatku.
Wajah Hans tiba tiba ceria, seolah dia memenangkan lotre, lalu dengan tersenyum dia berkata.
"Wah kebetulan sekali, aku juga ingin kesana, mau pergi bersamaku? aku bisa membantumu mencari apapun yang ingin kau cari dan hari ini aku hanya punya satu jadwal pertemuan di jam dua belas nanti" dia tersenyum.
Aku melihat wajah Hans, Tidak ada yang mencurigakan, hanya seseorang yang menawarkan untuk pergi bersama karena kita satu tujuan dan aku sangat yakin Hans adalah orang yang profesional, tidak mungkin dia memikirkan hal lain selain pertemanan antara kami.
"Baiklah, tapi pastikan kamu tidak membuatku tersesat di sana" Tawaku kecil, disusul oleh tawa Hans
"Tenang,Lunaria sudah seperti rumah bagiku"
Kami beranjak dari meja dan berjalan menuju Lunaria plaza Mall yang letaknya diseberang jalan sana, tidak terlalu jauh tetapi tidak pula dekat. Jalanan kota masih terlihat ramai tetapi kami sudah siap siap untuk menyebrang, Kami berjalan bersama menyelusuri jalanan menuju Lunaria, sesekali Hans bergurau, sungguh dia adalah orang yang sangat humoris, dia selalu tau bagaimana cara membuat orang tertawa.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Dewa sedang duduk di kursi belakang, memainkan handphone nya dan sesekali melihat kejalanan, tiba tiba mobil melambat, tanda lampu merah menyala didepan, Dewa memperhatikan jalanan, seketika dia pandangannya tertuju ke sosok yang dia kenal, sangat dia kenal, mengenakan cardigan dan celana pendek berwarna putih. Nadira bersama seorang lelaki keluar dari sebuah kafe dan menyebrangi jalan, berjalan tepat didepan mobil Dewa.
Diperhatikannya mereka seperti sudah kenal lama, berjalan bersebelahan dan sesekali tertawa bersama, Tatapan Dewa tak luput dari kedua punggung yang semakin menjauh itu. *
"terus jalan" Ucap dewa dingin.
karena menyadari sang supir juga mengenali salah satu diantara mereka berdua.
.hans bayar laki2 tmn SMA itu