NovelToon NovelToon
Senandung Sang Bunga

Senandung Sang Bunga

Status: sedang berlangsung
Genre:Duniahiburan / Teen School/College / Karir / Fantasi Wanita / Chicklit
Popularitas:491
Nilai: 5
Nama Author: Baginda Bram

Aidol atau idol. Adalah istilah yang lumrah di zaman ini karena kehadirannya yang telah masif.

Chandra Kirana adalah salah satunya. Ia yang mulai dari nol, tak pernah berpikir untuk menjadi seorang idol.

Namun, ia "terperosok" ke dalam dunia itu. Dunia yang tak pernah ia tahu sebelumnya.

Mulai saat itu, dunianya pun berubah.

(Update setiap hari selasa, kamis, Sabtu dan minggu.)

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Baginda Bram, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 8

Aku masih tak percaya dengan kejadian kemarin. Tapi, yah, memang murni salahku. Aku terlalu antusias sampai tak melihat kanan kiri dulu. Kebetulan momennya memang buruk saja.

Hari ini pun aku berlatih di Bongori. Meski tidak ada jadwal latihan bersama dengan dihadiri pelatih. Tapi, beberapa orang tetap berlatih bersama untuk menyelaraskan gerakan.

Lagi-lagi Viola tidak berangkat. Apa dia baik-baik saja ya? Apa dia jatuh sakit? Nanti Kutanya deh.

Karena ini penampilan bersama, aku yakin kekompakan dalam tim menjadi aspek penilaian yang amat penting.

Coba pikir, buat apa audisi yang menyuruh menampilkan pertunjukkan dalam tim, kalau bukan untuk menguji kekompakan dan kerja sama?

Maka dari itu, penting untukku datang agar menjalin bonding dengan yang lain.

Sampai di Bongori, aku segera ke lantai lima. Di luar dugaan, kondisinya ramai. Bukan hanya dari peserta audisi, tapi para anggota Flow juga sedang sibuk latihan.

Jujur, tak pernah terbayang kalau aku bisa melihat idolaku berlatih seperti ini. Aku tertegun memandangi mereka. Kurasa tidak hanya aku, yang lainnya pun juga sama. Tanpa sadar, memandangi mereka sampai pada akhir gerakan.

Aku tak henti-hentinya takjub dengan mereka. Terutama Nazwa Olivia. Gadis andalan Flow. Sudah seperti wajah girls group ini, ia selalu tampil di mana-mana. Entah itu lagu, video clip, majalah, bahkan televisi. Rasanya kalau tak ada dia, maka bukan Flow namanya.

Bisa melihat idolaku sedekat ini, aku merasa sangat amat beruntung. Apalagi bisa sepanggung dan menari di sebelahnya. Tak terbayang kalau itu sampai terjadi.

Mungkin saja itu salah satu impianku.

Tapi, untuk langkah awal, aku harus beramah-tamah dengan mereka. Yah, walaupun aku belum tentu lulus, tapi setidaknya aku bisa berkenalan langsung dengan mereka.

Benar! Aku harus memanfaatkan kesempatan ini. Kapan lagi bisa kenalan dengan seorang Nazwa Olivia?

Aku melangkah maju. Mendekat ke Kak Olivia yang sedang berdiri mengelap keringat. Beberapa pasang mata mulai menyorotiku. Tapi nampaknya ia masih belum sadar.

Kujulurkan tangan, "Kak, salam kenal aku ...." Ucapku dengan ramah.

Belum sempat menyelesaikan kalimat, tangan yang kujululurkan, dihempaskan. Sontak terkejut dengan yang terjadi.

"Jangan sok akrab deh." Ucapnya dengan nada sedingin es.

Mata lentik yang kukagumi, sedang memandangku rendah. Layaknya memandang pengemis kumuh di jalanan.

Aku tertegun kembali. Kali ini aku memandang ke lantai. Melihat kaki ramping miliknya berlalu.

Aku bingung, salahku di mana? Apa yang sedang terjadi di sini? Kemarin dengan Kak Chika, Sekarang Kak Olivia Juga?

Untuk sesaat, pundakku serasa di sentuh. Aku reflek mengangkat kepala. Seseorang berdiri di hadapanku sembari menepuk-nepuk pundakku.

Seorang gadis yang tingginya hampir sama denganku. Lebih tinggi sedikit. Memandang iba.

"Sabar ya, memang begitu orangnya. Dia memang suka sensi kalo lagi badmood."

Aku kenal dengan gadis ini. Nadia Stella. Sosok yang sama terkenalnya dengan Nazwa Olivia. Bisa dibilang, dia pendamping tetapnya. Sudah seperti pendamping yang menjadi wajah girls group ini.

"Jangan terlalu dimasukkan ke dalam hati ya!"

Aku yang masih terdiam, mengangguk pelan.

"Sebagai gantinya, kuberi kamu saran supaya kamu lulus audisi deh."

Aku terkejut lagi. Seorang idol sungguhan memberi saran kepadaku? Jelas aku sangat tertarik.

"Apa itu, Kak?" Tanyaku penasaran.

"Sini dekatkan telingamu."

Kudekatkan telinga sesuai instruksinya. Menjadi amat dekat dengan bibirnya. Sampai-sampai buangan napas yang berhembus terasa sampai ke gendang telingaku.

"Kunci audisi ini cuma satu," bisiknya.

Ia diam sejenak. Seakan sengaja membuatku penasaran dengan lanjutannya.

"Jadilah antagonis."

Setelah mengucapkan itu, ia langsung meninggalkanku dengan senyum yang penuh makna terselubung.

Bagaimana mungkin menjadi antagonis adalah kuncinya? Apa aku harus mencurangi yang lain agar menang? Apa aku harus menjadi jahat dulu?

Aku yang tidak mengerti hanya bisa tersenyum getir. Mungkin saja dia hanya mengisengiku.

Kalau dipikir-pikir, semuanya jadi wajar, jika melihat dari beberapa orang yang belakangan kutemui. Semuanya sangat amat "unik".

Daripada aku makin pusing, lebih baik melanjutkan yang hendak kulakukan.

Seseorang pun mengajakku untuk menyelaraskan gerakan. Aku pun mulai ikut latihan bersama-sama peserta audisi yang lain.

...----------------...

Latihan ini ternyata berjalan lancar. Aku sudah hafal gerakan dari awal sampai akhir. Lirik pun sudah di luar kepala. Kekompakan pun sudah kentara.

Tinggal penampilan puncaknya saja dan teka-teki dari Kak Nadia yang hingga hari ini masih abu-abu.

Hari ini libur nasional. Rencanaku siang baru berangkat latihan. Dan mungkin latihan terakhir sebelum hari penentuan.

Pagi harinya, kubuat untuk membantu mama. Sambil tangan bergerak menyetrika, mataku tertuju ke televisi. Menampilkan sinetron kesukaan mama.

Kulihat seorang wanita sedang diintimidasi oleh wanita lain. Dia diancam agar tak membeberkan rahasianya kepada sang pujaan hati. Dengan paras cantik tapi menjengkelkan.

Namun, walaupun sikapnya begitu, ia masih disukai banyak orang. Justru karena sikapnya itu, ia menonjol dibanding semua pemeran yang ada dalam sinetron itu, tentunya selain pemeran utama wanita.

Sebentar...

Entah kenapa otakku menangkap sesuatu.

Kuhubungi Viola. Ternyata hari ini ia tidak datang untuk latihan juga. Katanya ia baik-baik saja. Aku jadi ragu dengan ucapannya dulu.

Selain Viola, Anna pun beberapa hari ini tak terlihat. Ya ampun, mereka ini sebenarnya kenapa?

Tapi, ketika kutanya mereka akan datang besok atau tidak, mereka sekata kalau besok mereka akan hadir. Walau aku khawatir, tetap saja tidak ada hal yang bisa kulakukan.

Usai tugasku selesai, aku berangkat untuk berlatih. Berkumpul di ruang latihan bersama yang lain. Tidak seperti kemarin-kemarin, karena ini latihan terakhir, kami berencana berlatih sampai malam. Hanya diselingi istirahat sebentar.

Ketika aku berjalan keluar, pundakku terasa di tepuk manja. Aku yang sedikit terkejut, reflek memutar kepala.

"Bagaimana latihannya?" Suara lembut membelai telingaku.

"Lancar, Kak."

"Kamu sudah menonton pertunjukan kami saat membawakan lagu yang kalian akan tampilkan belum?"

"Belum, Kak."

"Oh begitu. Coba deh tonton. Barangkali ada referensi yang bisa kamu ambil."

"Baik, Kak, nanti kulihat."

"Jangan terlalu formal denganku. Santai saja, aku tidak seperti mereka berdua kok." Ucapnya seakan ia membaca isi kepalaku.

"O-oke, Kak."

"Good luck ya!"

Langkahnya dipercepat. Kak Nadia keluar mendahuluiku. Langsung masuk ke sebuah mobil.

Mungkin dia benar. Mungkin saja ia orang yang bisa diajak berteman. Tapi, sebelum itu, aku tak ingin pertemananku musnah karena aku tak lulus. Jadi, hal yang pertama kupikirkan adalah kondisi di mana aku lulus audisi.

Aku pulang. Duduk sendirian menunggu bis di antara bangku yang kosong. Membuatku teringat dengan kedua temanku.

Apa mereka baik-baik saja? Maksudku, mereka jarang latihan, bahkan Viola tidak ikut sama sekali. Aku saja masih was-was, bagaimana dengan mereka?

Yang kutakutkan aku hanya lulus sendirian. Sementara mereka dianggap tidak lulus. Atau mereka memang sengaja agar tidak lulus?

Ah tidak, itu tidak mungkin. Melihat kata yang dulu mereka lontarkan, ambisi mereka nyata adanya.

Oh ya, masih ada waktu!

Besok hari Minggu. Otomatis mereka libur. Aku bisa berbagi dengan mereka apa yang kudapat. Yah, walaupun tidak banyak, setidaknya mereka sedikit paham saja, sudah cukup.

Karena itu, kubuka ponsel, kutelpon nomor Viola.

"Malam, Vi."

"Iya, malam."

"Besok kamu pasti berangkat 'kan?"

"Iya ... iya .... Pasti kok! Tenang aja."

"Seratus persen 'kan?"

"Iya seratus, malahan seribu!"

"Besok pagi-pagi kita ke rumahku yuk! Kita latihan bareng. Habis itu, kita berangkat bareng ke Bongori. Gimana?"

"Boleh. Tapi aku enggak bisa terlalu pagi."

"Iya, enggak apa-apa. Eh gimana kalau ajak Anna?"

"Ide bagus tuh."

"Bentar ya, kusambungkan dia."

Kuketik namanya. Baru huruf a dan n, namanya muncul paling atas. Kutekan opsi untuk menyambungkan telepon.

Menunggu beberapa saat, bunyi telepon terangkat.

"Hai, An. Sudah tidur ya?" Tanyaku basa-basi.

"Belum."

"Lagi sibuk ya?"

"Enggak juga."

"Besok kamu berangkat 'kan?"

"Iya."

"Aku pengen ngajak kamu ke rumahku, kita latihan bareng di sini, terus kita ke Bongori sama-sama. Gimana?"

Ia diam untuk sesaat.

"Mending gini, ke tempatku aja, tempatku enggak jauh dari Bongori, meskipun kita capek, kita bisa santai ke sana. Gimana?"

Tawaran yang menggiurkan.

"Baiklah, kalau begitu kita ke rumahmu, kamu setuju 'kan, Vi?"

"Boleh-boleh aja."

"Loh ada Viola ya?" Tanyanya terkejut.

"Hehe iya."

"Ya udah, besok kuhubungi kalian lebih lanjut."

"Oke." Sahut kami berdua hampir serempak. "Sampai ketemu besok."

Akhirnya aku bisa pulang dengan tenang.

1
SakiDino🍡😚.BTS ♡
Bagus banget deh, bikin nagih!
KnuckleDuster
Buat gak bisa berhenti baca!
Coke Bunny🎀
Gemesinnya minta ampun!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!