Elena
"Pria itu unik. Suka menyalahkan tapi menerima saat disalahkan."
Elena menemukan sosok pria pingsan dan membawanya pulang ke rumah. Salahkah dia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Emma Shu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
09. Sewot
Lelah sudah Elena berlari dari satu rumah ke rumah lain untuk meminta bantuan. Benar-benar percuma, tak satu pun orang yang perduli. Justru tatapan sadis dan kata-kata pedas yang ia terima. Mereka tidak mau membuang bensin mobil hanya untuk seorang melarat yang tidak akan mungkin bisa mengganti liter bensin yang terbuang. Membantu Elena tentu tidak sama dengan membantu pejabat, seorang pejabat mampu membuat mereka bangga meski hanya dengan pujian. Atau naik pangkat. Atau dinilai bijak oleh pejabat. Tapi Elena, membantunya hanya mendapat kata terima kasih. Mereka tidak suka ucapan terima kasih dari seorang melarat. Karena berbeda rasanya ucapan terima kasih dari seorang konglomerat dengan seorang melarat. Sadis.
Kata susah memang identik dengan orang miskin, tidak dihargai, tidak disegani, dan tidak dipandang orang. Keadaan itu sering kali membuat Elena bertanya di tengah malam-malamnya, ketika merebahkan tubuh hendak tidur, kenapa Tuhan menciptakan manusia-manusia yang hatinya keras, sekeras batu? Tidakkah mereka diberi pertunjuk? Rasa kesal sering kali membuat sesak nafasnya. Muak menghadapi manusia-manusia yang membenci orang miskin sepertinya.
Larinya terhenti ketika sendal jepit usang sebelah kanan putus. Lalu ia melepas kedua sendalnya. Kemudian melanjutkan lari. Kakinya gemetar melewati jalan aspal tanpa alas kaki. Ia meringis menahan rasa sakit di telapak kaki sekuat mungkin. Terkadang batu kerikil terinjak hingga membuatnya merintih kecil.
Sampai di depan klinik terdekat ia berhenti. Lalu memencet bel.
Seorang bidan bertubuh gemuk membuka pintu. Begitu melihat Elena yang datang, mukanya langsung berubah masam. Bidan itu menyeletuk setelah sebelumnya mengamati penampilan Elena yang lusuh dan basah kuyup, “Apa lagi?”
Elena menyerobot masuk meski tidak dipersilakan. Menelusuri lorong panjang, melewati pintu-pintu kamar pasien yang tertutup. Kepalanya menoleh ke kiri kanan mencari kamar kosong diantara sederetan pintu. Lalu masuk ke salah satu kamar yang pintunya setengah terbuka, dan kosong. Ia meletakkan tubuh Dava di ranjang yang tersedia. Melucuti pakaian basah Dava dan membungkus tubuh kecil itu dengan selimut yang ada.
Sedereten ibu-ibu dan bapak-bapak yang duduk di kursi tunggu mengamati dengan kepala mengikuti ke arah tubuh Elena. Mereka tak lain keluarga pasien yang tengah dirawat inap di klinik itu.
Dava mengerjap-ngerjapkan mata. Kelopaknya seperti diganduli besi berton-ton beratnya.
Bidan bertubuh gemuk mengikuti Elena dengan ekspresi semakin kesal. Ia berdiri di ambang pintu lalu bertanya, “Kau mau apa lagi?” Ia muak melihat Elena yang terakhir datang ke klinik itu membawa Dava berobat namun hanya bisa membayar separuh saja. Selebihnya masih hutang.
Elena membalikkan badan, membalas tatapan bidan gemuk yang tajam itu dengan pandangan yang tak kalah tajam.
“Adik gue sakit keras, liatlah kondisinya, dia terkulai lemah.” Elena menunjuk Dava yang kini sudah terpejam dengan tubuh menggigil. “Lo punya hati nurani, nggak? Tolongin dia!” Elena histeris. Takut terjadi hal buruk pada adiknya itu. Ia mendekati bidan gemuk dengan nafas terengah. Elena tahu bidan itu bukanlah pemilik klinik. Dia hanyalah bidan yang bekerja demi upah yang akan diterima setiap bulan. “Tolongin dia!” ulangnya semakin histeris.
Bidan gemuk mengamati tubuh Dava dengan pandangan mengejek. Masih saja berani datang hanya untuk menumpuk hutang, setelah itu pergi dan membayar pengobatan dengan ucapan terima kasih. Tenaga medis itu mahal. Begitu pikirnya.
To be continued
Masih stay tune di sini kan?
Love,
Emma Shu
kan revan hampir dirampok crita'a