Istri penurut diabaikan, berubah badas bikin cemburu.
Rayno, pria yang terkenal dingin menikahi gadis yang tak pernah ia cintai. Vexia.
Di balik sikap dinginnya, tersembunyi sumpah lama yang tak pernah ia langgar. Ia hanya akan mencintai gadis yang pernah menyelamatkan hidupnya.
Namun ketika seorang wanita bernama Bilqis mengaku sebagai gadis itu, hati Rayno justru menolak mencintainya.
Sementara Vexia perlahan sadar, cinta yang ia pertahankan mungkin hanyalah luka yang tertunda.
Ia, istri yang dulu lembut dan penurut, kini berubah menjadi wanita Badas. Berani, tajam, dan tak lagi menunduk pada siapa pun.
Entah mengapa, perubahan itu justru membuat Rayno tak bisa berpaling darinya.
Dan saat kebenaran yang mengguncang terungkap, akankah pernikahan mereka tetap bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
8. Sah
Cahaya samar dari gelang di pergelangan tangan gadis itu menarik perhatian Rayno. Kilau hijau lembut dari batu giok yang terkena sinar bulan.
Rayno meraih tangan itu. Jemarinya gemetar, napasnya terengah. Kulit gadis itu dingin, tapi entah kenapa terasa hangat di tengah dinginnya malam.
“Aku... aku nggak bisa narik kamu! Kamu berat banget!” seru gadis itu dengan suara bergetar, tapi matanya tak menunjukkan takut.
“Kalau kamu lepas—”
“Nggak akan!” potongnya cepat. “Gunakan tanganku untuk naik! Cepat sebelum akarnya patah!”
Dengan sisa tenaga, Rayno mendorong tubuhnya ke atas, berusaha menjejak tanah yang licin. Setiap sentimeter terasa seperti perjuangan hidup dan mati.
Tiba-tiba—
KREEKK!
Akar di bawahnya terlepas.
“AAAAH!”
Refleks, gadis itu menarik tangan Rayno sekuat tenaga, satu lengannya memeluk batang pohon erat-erat agar tak terseret. Dalam sekejap, tubuh Rayno berhasil naik ke tepi, jatuh menghantam tanah lembap dengan napas terengah.
Sunyi.
Hanya suara jangkrik dan napas keduanya yang terdengar.
“Kamu nggak apa-apa?” tanya gadis itu pelan, masih berjongkok di sisi tebing.
Rayno mendongak. Wajah gadis itu hanya terlihat samar di bawah rerimbunan daun. Tak jelas. Hanya bentuk bibir yang tampak bergerak dan mata yang memantulkan sinar bulan.
“Aku nggak apa-apa… terima kasih,” ucapnya serak.
Gadis itu tersenyum kecil. “Tunggu di sini, aku panggil bantuan!” katanya, lalu berbalik dan berlari menembus gelap.
Rayno menatap pergelangan tangannya, masih terasa hangat bekas genggaman tadi. Tapi di pangkuannya, sesuatu berkilau samar: gelang tali berbandul giok.
Mungkin terlepas saat mereka saling berpegangan. Batu giok itu berpendar lembut, seperti menyimpan cahaya bulan di dalamnya.
“Siapa kamu…?” gumamnya pelan, menatap ke arah gelap tempat gadis itu menghilang.
Namun yang datang bukan gadis itu, melainkan suara guru dan teman-temannya yang panik memanggil namanya. Gadis kecil itu tak pernah kembali.
Sejak malam itu, Rayno tak pernah berhenti mencari pemilik gelang batu giok tersebut.
Rayno menatap gelang di tangannya. “Sudah sembilan tahun. Gadis itu…” gumamnya pelan, jari-jarinya menyentuh bandul giok itu dengan hati-hati, seolah takut menghancurkan sesuatu yang rapuh. “Aku masih harus menemukannya.”
Namun tanpa ia sadari, dadanya berdetak sedikit lebih cepat. Sebuah perasaan asing muncul begitu wajah Vexia terlintas di pikirannya.
Rayno menatap gelang itu sekali lagi, lalu mengepalkan tangan.
“Tidak. Hanya satu orang yang akan kucintai… dia yang menyelamatkanku.”
Cahaya lampu menyinari wajahnya, memperlihatkan guratan tekad sekaligus kebimbangan yang belum mau ia akui.
Dan di luar sana, angin berhembus membawa suara halus daun-daun yang bergerak. Seolah malam tahu, takdir diam-diam mulai menulis ulang kisah cinta yang ingin Rayno lawan.
Di sisi lain, Gumilang dan Vexia menjatuhkan diri ke sofa. Sejenak hanya keheningan di antara mereka sebelum akhirnya Gumilang bersuara tanpa menatap cucunya.
“Rayno itu seperti membentengi diri agar tak bisa disentuh. Kau yakin kalian akan cocok?”
Vexia menoleh cepat.
“Kek, bukannya Kakek dan Kakeknya Kak Rayno yang menjodohkan kami? Kenapa sekarang Kakek malah gak yakin?”
Gumilang menghela napas, lalu menatap cucunya.
“Karena kamu yang awalnya menolak, bahkan kabur dari perjodohan ini, tiba-tiba bersemangat sekali. Xia, kau jatuh cinta sama dia pada pandangan pertama?”
Vexia mendengus pelan lalu menyandarkan kepala ke sandaran sofa.
“Cinta? Kakek pikir aku tipe cewek yang gampang jatuh cuma gara-gara lihat cowok dingin gitu?”
Gumilang mengangkat alis, menatap tanpa suara.
Vexia menoleh, matanya menyipit nakal.
“Aku cuma tertarik… soalnya orang kayak dia tuh, kalau dikasih perhatian sedikit aja, pasti bingung sendiri. Seru aja lihat orang kayak gitu kelimpungan.”
“Jadi kamu mau main-main?”
“Bukan main, Kek. Penelitian kecil. Aku cuma pengen tahu seberapa jauh tembok esnya bisa retak kalau aku yang ngedorong.”
Gumilang terdiam sesaat, lalu terkekeh pendek.
“Kau memang cucuku, Xia. Sama gilanya kayak Kakek waktu muda.”
Vexia menyeringai puas, tapi pipinya memerah tanpa ia sadari.
“Gilaku masih kalah jauh, Kek. Aku gak akan jatuh cinta duluan. Tapi kalau dia sampai jatuh duluan… baru kita lihat siapa yang kelimpungan.”
Gumilang menatapnya, separuh bangga, separuh khawatir.
“Xia, apapun keputusanmu dan apa pun yang akan kau lakukan, ingat satu hal. Cintai dirimu sebelum mencintai orang lain. Kau berharga. Jangan sampai seperti ibumu dulu. Buta karena cinta sampai lupa bahagia.”
Vexia menatap kakeknya, kali ini sorot matanya melembut.
“Terima kasih, Kek. Kakek adalah pelita dalam hidupku. Kakek sangat berarti bagiku.”
Gumilang tersenyum lalu merengkuh cucunya dalam pelukan.
“Kau satu-satunya alasan kebahagiaan Kakek. Selama kau bahagia, hidup Kakek sudah lengkap.”
Namun kalimat berikutnya dari Vexia membuat urat di pelipis Gumilang langsung menegang.
“Kalau begitu, seharusnya Kakek gak boleh buat banyak aturan buat aku. Apalagi larang aku balapan.”
Gumilang langsung melepas pelukan.
“Dasar anak nakal! Kakek larang kau balapan karena itu bahaya!”
“Tuh, 'kan, marah lagi.” Vexia nyengir. “Kakek gak boleh emosian, nanti darah tinggi, berabe lho.”
“Xia… dasar anak bandel!” Gumilang menjewer telinganya.
“Ampun, Kek! Sakit! Aku nikah aja deh biar Kakek gak bisa jewer aku lagi!”
“Kalau kau nikah cuma biar lari dari jeweran Kakek, Kakek datangi suamimu dan titipin tugas itu ke dia!”
Vexia tertawa ngakak, sementara Gumilang pura-pura mendengus kesal, padahal di matanya, ada secercah sayang yang tak bisa disembunyikan.
***
Lampu gantung kristal menyala, menebarkan cahaya lembut ke seluruh ruangan. Aroma dupa dan bunga melati bercampur lembut di udara. Malam itu rumah besar keluarga Mandala terasa berbeda. Tenang, tapi menyimpan sesuatu yang sakral.
Di tengah ruangan, meja kayu jati dijadikan tempat akad. Di atasnya terhampar kain putih, beberapa lembar dokumen, pena emas, dan sebuah Al-Qur’an terbuka.
Rayno duduk di sisi kanan, berbalut kemeja putih dan jas abu lembut. Wajahnya datar, tapi jemarinya menggenggam lutut seolah menahan sesuatu yang bergejolak di dada. Di hadapannya, penghulu duduk tenang, sementara Gumilang dan Mandala di sisi kanan, Kahyang di sebelah kiri, menatap tanpa suara.
Vexia masuk bersama salah satu pelayan wanita yang membawakan buket kecil mawar putih. Gaunnya sederhana. Lengan panjang satin putih tanpa perhiasan berlebihan. Rambutnya dikonde rapi, hanya menyisakan sedikit anak rambut di pelipis. Namun yang paling mencuri perhatian adalah sorot matanya. Berkilat gugup tapi hangat.
Rayno menoleh.
Dan untuk sepersekian detik, waktu berhenti.
Sebuah rasa aneh menelusup ke dadanya. Jantungnya berdetak tak karuan, sesuatu yang bahkan ia sendiri tak bisa jelaskan.
"Kenapa aku merasa begini?" pikirnya. "Padahal aku sudah berjanji… hanya akan mencintai gadis itu. Penolongku."
Gumilang menatap keduanya, lalu memberi isyarat pada penghulu.
Suara penghulu mulai terdengar, pelan namun tegas.
“Baik, akad nikah akan dimulai. Karena ayah kandung mempelai wanita tidak hadir dan tidak memberikan kuasa, maka pernikahan ini akan diwakilkan oleh wali hakim.”
Kahyang mengusap air mata tipis-tipis di ujung matanya. Ia tahu keputusan ini berat, tapi melihat wajah Vexia yang tegar membuatnya merasa tenang.
Penghulu menatap Rayno.
“Tuan Rayno Amartya Mandala, apakah Anda bersedia menikahi Nona Vexia Aurelia Gumilang binti Surya dengan mas kawin berupa satu unit rumah dan sebuah cincin berlian?”
Suara Rayno terdengar mantap, tapi nadanya sedikit bergetar.
“Saya terima nikahnya Vexia Aurelia Gumilang binti Surya dengan mas kawin tersebut, tunai.”
Sejenak, suasana hening. Hanya detak jam dinding yang terdengar menembus keheningan itu. Lalu, suara para saksi serempak mengucap,
“Sah.”
Gumilang menunduk pelan, mengucap syukur dalam hati, sementara Mandala dan Kahyang menatap putra mereka dengan sorot mata yang memancarkan lega dan haru.
Vexia menatap Rayno tanpa sadar tersenyum. Ada binar di matanya. Binar yang selama ini hanya dimiliki orang yang sedang jatuh cinta.
Para pelayan menunduk khidmat, beberapa mengucap “selamat” pelan.
Rayno menarik napas panjang, menatap Vexia sesaat.
Ia ingin tersenyum, tapi bibirnya kaku. Jantungnya berdetak lagi, lebih keras dari sebelumnya.
"Apa ini penyesalan… atau justru rasa yang lain?"
...🌸❤️🌸...
To be continued
Kepo banget sampai mengecek rekaman lain. Bukan urusan Dani - apa yang terjadi diantara Rayno dan Vexia.
Rayno sekarang silahkan menikmati sikap Vexia yang dingin, tak begitu peduli dengan keberadaanmu.
Istri yang dulu begitu ia abaikan - sekarang mengabaikan Rayno.
Vexia masak di dapur - Rayno tertegun - matanya tak berkedip terpaku melihat tampilan istrinya yang sedang memasak.
Rasain - memang enak makan sendiri.
Vexia sudah makan - pemberitahuan lewat kertas - tak mau bicara sama Rayno.
Hari ini gajian pertama Vexia.
Salah satu staf menanyakan janjinya Vexia yang mau traktir makan setelah gajian.
Vexia bilang tak akan ingkar janji.
Vega semakin sirik ajah.
Vega punya rencana jahat apa ini kepada Vexia.
Yang benar motor sport hitam berkilat atau motor sport merah nih Author 😄.
Dani jadi kepo - menyelidiki Bos-nya yang belakangan ini, sebelum jam kantor berakhir sudah pergi.
Dani mengekor mengikuti mobil Rayno - sayangnya dia tak tahu siapa yang di kejar Rayno. Tak tahu siapa pemilik motor sport.
Rayno, rasakan - Vexia bersikap dingin sekarang.
Dani kaget juga kagum tak percaya - setelah mengecek CCTV kantor ternyata yang membawa motor sport - Vexia.
Tuh kan Rayno jadi kesepian, emang enak makan sendiri, masih untung ga masak sendiri jg.
si Vega itu sangat iri sama Xia...mau main² dengan Vexia lagi kamu di klub...
semoga Vexoa dapat menghindar dari tuk itu dan selamat....seorang Pembalap kamu Xia...pasti bisa menghindar dari bahaya