NovelToon NovelToon
Bring You Back

Bring You Back

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / CEO / Cintamanis / Romansa / Cintapertama / Gadis Amnesia
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Aquilaliza

Kecelakaan yang merenggut istrinya menjadikan Arkana Hendrawan Kusuma tenggelam dalam perasaan kehilangan. Cinta yang besar membuat Arkan tak bisa menghilangkan Charissa Anindya—istrinya—dari hidupnya. Sebagian jiwanya terkubur bersama Charissa, dan sisanya ia jalani untuk putranya, Kean—pria kecil yang Charissa tinggalkan untuk menemaninya.

Dalam larut kenangan yang tak berkesudahan tentang Charissa selama bertahun-tahun, Arkan malah dipertemukan oleh takdir dengan seorang wanita bernama Anin, wanita yang memiliki paras menyerupai Charissa.

Rasa penasaran membawa Arkan menyelidiki Anin. Sebuah kenyataan mengejutkan terkuak. Anin dan Charissa adalah orang yang sama. Arkan bertekad membawa kembali Charissa ke dalam kehidupannya dan Kean. Namun, apakah Arkan mampu saat Charissa sedang dalam keadaan kehilangan semua memori tentang keluarga mereka?

Akankah Arkan berhasil membawa Anin masuk ke kehidupannya untuk kedua kalinya? Semua akan terjawab di novel Bring You Back.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aquilaliza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Permintaan Kean

.... ...

.... ...

.... ...

Wajah cerah Kean membuat Arkan juga ikut tersenyum. Hari ini adalah hari libur yang membuat Kean bersemangat bukan main. Bagaimana tidak? Setelah mengunjungi makam mamanya, dia akan pergi bersama sang Papa ke mall, lalu bermain di Timezone bersama.

"Hallo, Mama," sapa anak itu pelan setelah berada di sisi makam mamanya.

"Kean sama Papa datang lagi. Mama senang, kan?" Kean tersenyum tipis.

Arkan yang berada di sebelah anak itu hanya diam. Wajahnya muram. Riak kesedihan, rindu, dan penyesalan terpancar jelas di wajah dan juga binar matanya.

"Kean sebenarnya kangen sekali sama Mama. Kean mau peluk Mama, tapi tidak bisa." Anak itu menarik nafasnya, lantas menoleh pada Papanya sejenak kemudian kembali menatap makam sang Mama. "Kean selalu doa kan Mama. Kean sayang Mama."

Charissa.

Kau dengar yang berbicara barusan? Itu Kean, putra kita. Dia sudah semakin besar dan semakin pintar. Kau pasti bangga. Dia sering bertanya tentangmu padaku. Dia juga sering mengatakan jika dia merindukan mu. Bukan hanya dia, aku juga.

Aku juga minta maaf karena belum bisa menjadi Papa sekaligus Mama yang baik buat Kean. Tapi, kau jangan khawatir. Aku akan terus berusaha menjadi orang tua yang lebih baik lagi untuk putra kita.

Hanya sebatas kalimat yang tertahan di tenggorokan dan ia ungkap dalam hati. Lidahnya kelu, bibirnya tak bisa ia gerakkan dengan mudah ketika berhadapan dengan makam sang istri. Arkan lemah, namun berusaha kuat di depan putranya.

Penyesalan itu masih terus menghantuinya. Semua kilas balik sebelum Ia kehilangan Charissa masih ia ingat dengan baik. Jika saja saat itu ia bersikeras menahan Charissa, mungkin semua ini tak akan terjadi.

"Papa?"

Arkan tersadar dan menoleh. Riak sendu di wajahnya tergantikan dengan senyum tipis yang terlihat samar dipaksakan.

"Papa sudah berdoa untuk Mama?"

Arkan menggeleng pelan, lalu mulai memejamkan mata, berdoa untuk mendiang istrinya. Setelah beberapa saat, ia menyelesaikan do'anya dan mulai berpamitan. Kean juga ikut berpamitan.

Kedua ayah dan anak itu berjalan beriringan menjauh dari makam menuju mobil Arkan yang terparkir. Tak berapa lama, mobil itu melaju meninggalkan area pemakaman.

***

Anin tersenyum manis melihat Radit melompat kegirangan setelah ia belikan sepatu kesukaan anak itu.

Anin tentu saja ikut merasa senang. Anya pun juga turut tersenyum melihat tingkah putranya. Ia tak habis pikir, bagaimana bisa anak sekecil Radit suka sekali membeli sepatu—lebih tepatnya mengoleksi sepatu, sedikit berbeda dengan anak lain seusianya.

"Anak ini, sepatunya sudah banyak di rumah, tapi masih mau beli sepatu lagi," ujar Anya sambil menggeleng pelan.

"Biarkan saja, Kak. Radit kan tidak setiap hari membeli sepatu."

"Ya, tidak setiap hari. Tapi, dia selalu beli sepatu setiap kali kita ke mall."

Anin dan Radit terkekeh bersama mendengar ucapan Anya. Memang benar, Radit tidak pernah luput membeli sepatu setiap kali ia ikut ke mall.

"Radit sengaja, Mama. Biar Mama tidak punya uang nanti, Mama bisa jual sepatu-sepatu Radit."

Kini ketiga orang itu sama-sama terkekeh. Sungguh, jawaban yang tak terduga oleh Anin dan Anya. Mereka benar tak menyangka Radit akan menjawab seperti itu.

"Kau ini, ada-ada saja," ujar Anya. "Sudah, Mama mau ke toilet sebentar. Kau dan Tante Anin duluan ke toko permainan. Nanti Mama menyusul."

Anin dan Radit mengiyakan bersamaan. Tante dan ponakan itu segera menuju toko permainan. Radit sangat bersemangat. Ketika sampai di toko permainan, dia langsung mulai memilah dan memilih mainan yang ia suka.

"Radit, mainan—"

"Tante cantik!" Anin cukup terkejut saat melihat seorang bocah lelaki tiba-tiba memeluknya sambil memanggilnya "tante cantik".

Anin tak lekas membalas pelukan anak itu, juga tak mendorongnya untuk menjauh. Dia hanya diam sambil merasakan perasaan aneh yang menjalari tubuhnya.

"Tante?" Dan ketika anak itu mendongak, Anin baru tersadar, anak itu adalah anak yang sama dengan anak yang ia temui di taman saat itu.

"Kau ... Kean?" Anin tersenyum. Ia berjongkok menyamakan tingginya dengan tinggi Kean. Dia memegang lembut kedua lengan Kean sambil tetap menatap wajah anak itu.

"Tante, dia siapa?" Radit yang melihat dan langsung mendekat pun bertanya. Ini kali pertama ia melihat anak itu. Biasanya Tantenya itu selalu mengenalkan anak kecil kenalan sang Tante padanya. Tapi kali ini, anak itu asing baginya.

"Radit, ini—"

"Kean!"

Kean dan Anin sama-sama menoleh ke sumber suara, begitu juga dengan Radit. Seperti dejavu, Arkan kembali teringat dengan pertemuannya pertama kali dengan Anin di taman saat itu.

Anin pun merasakan hal yang sama. Tapi, perempuan itu lekas tersenyum dan kembali berdiri. Tangannya menyentuh puncak kepala Kean, sementara tangan sebelahnya meraih tangan Radit untuk di genggamnya.

Dan semua tingkah Anin teramati oleh mata tajam Arkan. Lelaki itu sedikit melirik ke arah genggaman tangan Anin pada tangan bocah lelaki di sampingnya. Dan itu berhasil memantik rasa penasaran tentang siapa anak itu, dan apa hubungannya dengan Anin?

"Papa, Tante cantik ini yang ada di taman waktu itu."

Arkan menatap putranya dengan kening mengerut. Dia tak menyangka putranya masih mengingat Anin. Padahal, ia sangat mengenal putranya yang tak mudah dekat dengan orang asing, jarang mengingat orang-orang yang ia kenal hanya sekilas, dan ia tidak bisa langsung akrab begitu saja dengan orang asing.

Namun, Arkan tak sadar. Tatapannya itu membuat Kean salah mengartikan. Anak itu pikir Papanya tak suka dengan sikapnya barusan, lebih tepatnya marah.

"Maaf, Papa. Kean tidak bermaksud meninggalkan Papa. Kean tadi melihat Tante cantik. Kean ingin bertemu Tante cantik lagi. Supaya Kean tidak kehilangan tante cantik, jadi Kean berlari mengejar tante cantik." Anak itu menunduk, takut dimarahi sang Papa.

"Maaf mencampuri urusan Pak Arkan. Kean masih sangat kecil, dia belum bisa membedakan mana yang baik dan tidak. Tolong jangan marah padanya."

Arkan menatap Anin dan menggeleng pelan. Putranya dan Anin salah sangka pada nya. "Tidak. Saya tidak marah. Hanya saja saya cukup heran pada putra saya. Dia mengingat dan mengenalimu dengan baik. Padahal, kalian hanya bertemu sekali dan hanya beberapa saat."

Balik Anin yang terdiam, berpikir atas apa yang baru saja Arkan katakan. Di sela-sela Anin terdiam berpikir, Arkan mencuri-curi pandang ke arah Radit yang terdiam dan nyaman di samping Anin. Tiba-tiba jiwa ingin tahunya menguasai isi pikirannya.

"An—"

"Sudah dapat mainannya?" Suara Anya yang baru saja tiba menginterupsi. Dan ketika melihat seorang anak kecil lain di dekat Anin dan Radit, juga seorang lelaki dewasa yang berdiri tak jauh dari mereka, Anya yakin ada sesuatu yang terjadi.

"Ada apa?" tanyanya, cukup bingung dengan situasi saat ini.

"Tidak ada apa-apa. Kak Anya kenal kan, ini Kean dan Pak Arkan, atasan Anin."

Anya terkesiap. Ternyata pria tinggi dan tampan di depan itu adalah atasan Anin sekaligus pemimpin di perusahaan besar. Sungguh, dia tak menyangka akan bertemu dengan Arkan secara langsung seperti ini.

"Selam kenal, Pak. Saya kakak ipar Anin, dan ini putra saya, Radit."

Perasaan lega langsung memenuhi rongga dada Arkan saat mendengar ucapan Anya. Dia merasa senang mendengar jika anak lelaki yang tangannya di genggam Anin adalah putra dari kakak ipar perempuan itu.

"Nama mu, Radit? Namaku Kean." Putra Arkan itu mengulurkan tangannya pada Radit, yang kemudian langsung disambut oleh anak itu.

"Salam kenal," ucap Radit bersamaan dengan senyum yang mengembang di bibirnya.

"Oh ya, mainannya sudah dapat? Kalau sudah, ayo kita pulang. Tadi Mama menelpon kalau kakek dan nenek Radit sudah tiba."

"Benarkah, Mama?" Radit berbinar senang. Anin pun ikut tersenyum melihat ponakannya yang begitu antusias.

"Benar. Untuk apa Mama berbohong?"

"Yeay! Ayo, pulang. Radit tidak mau mainan yang lain lagi. Mainan ini sudah cukup," ujarnya sambil memperlihatkan mainan mobil-mobilan pada Anya. Perempuan itu langsung mengangguk mengiyakan putranya.

Sementara itu, Kean yang berdiri di dekat Anin pun berlari kecil ke arah Papanya. Dengan cepat anak itu meminta Papanya menunduk dan membisikkan sesuatu.

"Papa, bisa kabulkan permintaan Kean?" Lelaki itu mengangguk pelan sambil tetap mendengar putranya. "Jangan biarkan tante cantik pergi dulu. Kean masih ingin di dekat tante cantik."

Arkan langsung menjauhkan wajahnya dan menatap sang putra. Setelah itu, ia menatap Anin yang terlihat memperhatikan mereka.

Papa diam. Pasti Papa tidak bisa.

Kean menghembuskan nafas pelan. Seharusnya dia tidak meminta pada Papa nya. Permintaan aneh itu tidak mungkin Papa nya lakukan. Lebih baik ia lakukan sendiri.

"Pak Arkan, kami—"

"Tante cantik bisa tidak temani Kean sebentar?"

Anin tertegun, begitu juga dengan Arkan yang langsung menatap putranya. Anya dan Radit saling memandang lalu menatap Anin.

"Anin?" Perempuan itu mengalihkan tatapannya pada Arkan. "Kau bisa melakukannya? Anggap saja sebagai pekerjaan di luar jam kantor."

Anin tersenyum tipis. "Tidak. Tidak perlu begitu, Pak. Akan saya temani Kean," ucap Anin merasa tak enak pada Arkan. "Kak Anya sama Radit pulang lah lebih dulu. Tolong sampaikan pada Mama jika dia menanyakan ku."

"Pasti. Akan kakak sampaikan. Ya sudah, kakak sama Radit pulang dulu. Kau hati-hati saat pulang nanti."

"Iya, Kak."

"Radit pulang dulu. Dah Tante, sampai jumpa Kean."

Kean langsung tersenyum lebar. "Sampai jumpa Radit," balasnya sambil melambaikan tangan.

.... ...

.... ...

.... ...

1
Paradina
kok belum up kak?
Aquilaliza
Sangat direkomendasi untuk dibaca. Selamat membaca.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!