'Kegagalan adalah sukses yang tertunda.'
'Kegagalan bisa jadi pelajaran dan cambuk untuk terus maju menuju sukses.'
Dan masih banyak kalimat motivasi ditujukan kepada seseorang yang gagal, agar bisa bertahan dan terus berjuang.
Apakah kalimat motivasi itu berlaku dalam dunia asmara?
Nathania gagal menuju pertunangan setelah setahun pacaran serius penuh cinta. Dan Raymond gagal mempertahankan mahligai rumah tangga setelah tiga tahun menikah.
Mereka membuktikan, gagal bukan berarti akhir dari kisah. Melainkan kesempatan untuk melakukan sesuatu yang baru, lebih bernilai. Lahir dari karakter kuat, mandiri dan berani, setelah alami kegagalan.
Ikuti kisahnya di Novel ini: "Ketika Hati Menyatu"
Karya ini didedikasikan untuk yang selalu mendukungku berkarya. Tetaplah sehat dan bahagia di mana pun berada. ❤️ U. 🤗
Selamat Membaca
❤️🙏🏻💚
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sopaatta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 08. KHM
...~•Happy Reading•~...
Peristiwa menjatuhkan ponsel, kembali membuat jantung Nathania memukul dadanya yang masih sakit. Dia langsung memegang dada. "Ternyata Mas Andy tidak sayang aku...." Nathania berkata liri dengan hati yang sangat sedih.
Nathania makin mengenal sifat Andy yang selama ini tidak pernah dia ketahui. Andy hanya mementingkan diri sendiri, sangat egois tanpa peduli pada perasaan orang lain. Terutama dirinya yang sedang sakit hati dikhianati.
Ketika melihat ojol sudah datang, Nathania langsung berlari menuju motor, walau belum berhenti. Dia menyebut namanya kepada pengemudi lalu minta helm dengan suara bergetar. Tukang ojol langsung menyerahkan helm.
"Thaniaa, aku antar...!" Andy berteriak memanggil Nathania setelah melihat dia lari menuju ojol. Nathania tidak bergeming, seakan tidak mendengar teriakan Andy. Dia langsung memakai helm dan naik motor.
'Lakukan yang kau anggap baik buatmu... Aku akan lakukan yang aku anggap baik buatku.' Nathania berkata tegas dalam hati. Tanpa bisa ditahan, air matanya jatuh. 'Ini bukan lagi cinta, tapi obsesi. Dia hanya memikirkan dirinya sendiri." Nathania mengingatkan diri, agar tidak larut dalam kesedihan.
"Ayo, Mas. Tolong cepat." Nathania berkata kepada pengemudi ojol sambil menepuk kembali pundaknya. Nathania takut Andy menyusul dan menarik dia turun dari motor. Sehingga mereka jadi tontonan para pegawai yang sudah keluar dari lobby.
"Mbak, itu Masnya panggil." Tukang ojek mengira, Nathania tidak dengar.
"Jalan aja, Mas. Cepatan." Nathania makin panik dan takut. Dia membayangkan Andy akan lakukan tindakan ekstrem. Sehingga dia memegang pinggiran motor dengan kuat, tanpa melihat ke arah Andy yang berjalan cepat untuk menghentikan motor.
Amelia yang terus mengawasi, merasa lega melihat Nathania sudah naik ke atas motor dan meninggalkan Andy yang emosi sambil berteriak memanggil namanya.
Supaya tidak berkonflik dengan Andy, Amelia berjalan cepat ke ojolnya yang sedang menunggu. Dia berharap, Andy tidak bertindak kasar dan menyakiti Nathania, karena dia tahu Nathania tinggal sendiri di Jakarta.
Setelah tidak bisa menahan ojol, Andy berteriak sambil mengepalkan tangan dan berjalan cepat ke mobilnya yang diparkir tidak jauh dari gedung.
Setelah tiba di tempat kost, Nathania langsung membenamkan wajahnya ke bantal dan menangis dengan suara keras. Dia seperti orang berduka, karena ditahan berjam-jam sejak mendapati kenyataan, Andy sudah bertunangan.
Dia menumpahkan semua rasa hati ke atas bantal, lewat suara tangis dan air mata. Hatinya sangat sedih ingat kisah cintanya yang mengenaskan. Dia makin menangis, karena takut dengan sikap ngotot Andy.
'Oh, Lord. Help me.' Nathania membatin dan terus menangis, hingga tertidur karena kelelahan.
~*
Di tempat lain ; Di sebuah rumah mewah di Jakarta pusat, Raymond pemilik rumah baru masuk ke rumah. "Pak, Ibu dan Bapak sudah datang." ART yang membuka pintu melapor.
"Ok." Raymond melangkah masuk untuk menemui orang tuanya. "Oh, iya, Titin. Tolong siapkan makan malam. Ini buatmu." Raymond berbalik untuk berikan yang dibawa. "Terima kasih, Pak." Ucap Titin sambil menunduk, hormat.
"Masih sore sudah pulang, Nak?" Sapa Ibunya yang ke ruang tamu, karena mendengar suara mobil masuk ke halaman.
"Sengaja pulang lebih cepat, Bu." Raymond langsung memeluk Ibunya. "Ayah di mana, Bu?"
"Ayah masih istirahat. Ray mau minum sesuatu?"
"Nanti sama Ayah saja, Bu. Ray mau mandi." Jawab Raymond setelah melepaskan pelukan dan mengelus pundak ibunya.
"Ya, sudah. Sana mandi. Ibu dan Titin mau siapkan makan malam." Ibu Raymond mendorong pelan lengan putra bungsu kesayangannya.
"Eh, itu Ayah sudah bangun." Ibunya menunjuk ke arah Ayanya yang berjalan ke arah mereka.
"Yah, bentar. Ray mau mandi dulu." Raymond mengangkat tangan ke arah Ayahnya. "Iya." Ayahnya ikut mengangkat tangan.
"Bu, Ray pulang sendiri? Belva ngga ikut pulang?" Tanya Ayah Raymond setelah melihat Raymond masuk ke kamarnya.
"Ray pulang sendiri. Bukannya Belva masih di luar kota?" Ibu Raymond mengingatkan. "Itu dia bilang seminggu lalu."
"Yah, nanti tanya ke Ray, jangan seperti diinterogasi. Nanti seperti bangun tembok di antara kalian. Dia sudah pulang cepat, berarti kangen sama kita." Ibu Raymond mengingatkan.
"Ya, sudah. Ibu yang bicara dengannya. Dia terlalu banyak ambil sifat sabarmu. Aku heran, dia dan Belva seperti pasangan yang tidak punya ikatan." Ayah Raymond kesal.
"Ray bukan terlalu sabar, tapi perpaduan kita. Dia kadang terlihat sangat tenang sepertimu, tapi kalau sudah marah, tidak ada yang bisa kendalikan dia. Jadi Ayah jangan memancing emosinya."
"Aku malah berpikir, mereka terlalu lama tinggal di luar negeri, jadi sudah luntur norma kepatutan. Mereka seakan hidup di dunia yang berbeda, cuek dan tidak peduli dengan omongan atau penilain orang. Terutama Belva, dia tidak peduli dengan omongan kita." Ayah Raymond protes.
"Jangan begitu, Yah. Biar bagaimana pun, dia mantu kita. Biarkan mereka putuskan yang terbaik buat mereka." Ibu Raymond mencegah suaminya makin kesal.
"Lebih baik, Ayah mandi juga. Nanti malam setelah makan, kita coba bicara dengan Ray. Dia bukan tidak peduli dengan perasaan kita. Buktinya sekarang dia bisa pulang cepat."
"Baiklah. Ibu saja yang bicara dengannya. Kalau aku bilang yang dia tidak suka, nanti tidak pernah pulang ke Surabaya."
"Ehm, Ayah tahu sifat putra bungsunya podo." Ibu Raymond jadi tersenyum melihat suaminya yang tidak sadar, menunjukan rasa sayang pada putra bungsunya.
Beberapa waktu kemudian. Tok tok. "Ray..." Ibunya mengetok pintu kamar, karena Raymond belum keluar kamar menjelang makan malam.
"Iya, Bu. Maaf. Tadi baring-baring, ketiduran."
"Kalau begitu, mari makan malam dulu, baru istirahat lagi."
"Ini sudah malam? Astaga. Nanti Ray susul ke ruang makan, Bu." Raymond segera mengganti t-shirt, lalu berjalan cepat ke ruang makan.
"Sering begadang?" Tanya Ayah Raymond yang sudah dengar dari istrinya, Raymond ketiduran.
"Iya, Yah. Lagi ada proyek gedung baru. Agak mendesak, jadi semua kerja ngebut dan lembur." Ucap Raymond sambil duduk di depan orang tuanya.
"Kalau begitu, makan dulu. Nanti setelah makan baru ngobrol." Ibu Raymond mencegah suaminya yang masih mau bicara.
"Kita tidak tunggu Belva? Dia tidak pulang?" Ayahnya tidak tahan untuk tidak bertanya.
"Belva lagi di Malang, Yah. Ada pemotretan di sana. Ayah dan Ibu berapa lama di sini? Biar Ray atur schedule." Raymond mengalihkan topik, sebab sudah tahu maksud pertanyaan Ayahnya.
"Besok kami sudah pulang, Ray." Jawab Ibunya.
"Loh, kok cepat?"
"Kami datang untuk gantikan kakakmu. Kakak iparmu sekarang hamil anak kedua. Tadi kami temani periksa di rumah sakit."
"Oh. Kalau begitu, nanti Ray telpon Kak Johan."
"Lalu bagaimana denganmu? Apa terlalu sibuk..." Ayahnya tidak meneruskan pertanyaan. Istrinya mengerling memberikan isyarat untuk berhenti.
"Ini kerjaan kami sudah lebih baik. Semoga bisa menyusul Kak Johan." Raymond menjawab yang bisa menenangkan orang tuanya. Namun hatinya panas, sebab istrinya Belvaria belum juga pulang.
...~_~...
...~▪︎○♡○▪︎~...