Setelah dua tahun menikah, Laras tidak juga dicintai Erik. Apapun dia lakukan untuk mendapatkan cinta suaminya tapi semua sia-sia. Laras mulai lelah, cinta Erik hanya untuk Diana. Hatinya semakin sakit, saat melihat suaminya bermesraan dengan Dewi, sahabat yang telah dia tolong.
Pengkhianatan itu membuat hatinya hancur, ditambah hinaan ibu mertuanya yang menuduhnya mandul. Laras tidak lagi bersikap manja, dia mulai merencanakan pembalasan. Semua berjalan dengan baik, sikap dinginnya mulai menarik perhatian Erik tapi ketika Diana kembali, Erik kembali menghancurkan hatinya.
Saat itu juga, dia mulai merencanakan perceraian yang Elegan, dibantu oleh Briant, pria yang diam-diam mencintainya. Akankah rencananya berhasil sedangkan Erik tidak mau menceraikannya karena sudah ada perasaan dihatinya untuk Laras?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni Juli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8. Tidak Bisa Menceraikan
Rumah itu bersih. Tak ada lagi tumpukan baju yang berserakan ketika Erik membuka matanya pagi itu. Sarapan telah tertata rapi di meja makan, dan piring-piring kotor pun lenyap, seolah tak pernah ada.
Dengan malas, Erik bangkit dari sofa tempatnya tidur semalam. Ia menggulung bantal dan selimut, membawanya kembali ke kamar. Tapi Laras sudah tak ada di sana. Yang ada hanya kamar yang rapi, bersih, dan tanpa jejak ditinggali.
Bukan hanya kamar. Kamar mandi pun begitu. Tak ada pakaian kotor yang menggunung di sudut. Erik menyunggingkan senyum miring. Uang, pikirnya. Rupanya, uang bisa mengubah Laras begitu cepat.
"Benar kata Mama," gumamnya lirih. "Laras memang hanya peduli pada uang."
Ia berjalan menuju kamar mandi. Dalam hati, sempat terpikir bahwa mungkin saja istrinya kini sedang memotong rumput di halaman, meski itu terlalu mustahil. Kalaupun benar, bisa jadi uang yang ia dapatkan membuatnya gila, atau setidaknya cukup untuk membuatnya bertingkah aneh.
Tapi suara pintu yang terbuka membuyarkan lamunannya. Mungkin saja itu Laras yang datang.
Namun, ternyata bukan istrinya.
“Erik!” seru sebuah suara nyaring yang amat dikenalnya. Ibunya, masuk dengan langkah terburu-buru.
Wajah wanita paruh baya itu masam, matanya menyapu rumah yang kini terlalu bersih menurut standarnya.
"Sejak kapan wanita tidak berguna itu begitu rajin?" desisnya, melangkah menuju dapur. Ia melihat dua potong roti bakar dan segelas kopi dingin yang sudah disiapkan. “Hanya ini? Ini yang kau berikan pada Erik setiap pagi?” Teriaknya.
Dia melangkah keluar, sambil menahan amarah, "Laras, semakin hari, kau semakin tidak tahu diri saja!" dia mencari menantunya tapi tidak ada. Sepertinya menantu tidak bergunanya itu tidak ada di rumah.
“Erik! Apa kau di rumah?” Ia berjalan menuju kamar dan mengetuk pintu dengan keras. “Laras! Keluar kau!”
Hari ini juga, dia akan membuat perhitungan dengan menantunya itu. Akan dia sumpal mulutnya dengan roti bakar itu.
"Laras!" Dia kembali memanggil. Tapi tak ada jawaban.
Yang keluar malah Erik, masih mengeringkan rambutnya dengan handuk.
“Ma, kenapa datang sepagi ini?”
Ratna mengabaikan pertanyaannya. “Mana istrimu yang tidak berguna itu? Aku ingin bicara dengannya.”
“Mungkin dia sedang di halaman. Memotong rumput.”
“Memotong rumput?” cibirnya dengan tawa pendek. “Wanita mata duitan seperti dia? Apa kau pikir dia sudi melakukan pekerjaan seperti itu?”
Erik terdiam sejenak. Dalam hatinya, ia tahu ibunya mungkin benar. Laras terlalu manis dan terlalu pintar untuk melakukan pekerjaan kasar. Jika pun iya, mungkin dia akan meminta bayaran lebih.
“Kalau dia tidak ada di luar, berarti dia sudah pergi!” ujar Erik.
“Benar-benar tidak berguna. Dari dulu Mama sudah bilang, dia tidak pantas jadi menantu keluarga Wijaya. Tapi kau terlalu bodoh, kau menikahinya hanya karena kau ingin melupakan Diana. Dan lihatlah wanita seperti apa yang kau dapatkan?”
“Jangan diungkit lagi, Mom,” Erik mengeluh, berjalan ke dapur.
Ratna mengikuti. “Kenapa tidak boleh? Kau anak laki-laki Mama satu-satunya! Kau pantas mendapatkan yang terbaik! Tapi lihat ini!” Ia menunjuk roti yang nyaris gosong. “Bakar roti saja dia tak becus. Selain menghabiskan uangmu, apa lagi yang bisa dia lakukan?”
Erik mengusap wajahnya, jengah. Entah Laras memang sengaja menyajikan itu, atau hanya sekadar lalai. Tapi tetap saja, dua potong roti itu terasa seperti bentuk penghinaan.
“Ceraikan dia, Erik,” desak Ratna. “Mama akan jodohkan kau dengan putri sahabat Mama. Cantik. Lulusan luar negeri. Pantas untukmu!”
“Aku tidak bisa,” jawab Erik pelan.
“Kenapa tidak bisa?” Ratna hampir berteriak.
“Karena Laras tidak melakukan kesalahan. Aku butuh alasan untuk menceraikannya.”
“Katakan saja kalian tidak cocok. Apa susahnya?”
“Tidak semudah itu, Ma!” Erik membuang roti dan kopi ke tempat sampah.
Ratna menatap putranya dengan tatapan menyelidik. “Kau sengaja tidak ingin menceraikannya, kan? Katakan, apa kau sudah diperdaya olehnya?”
“Tidak ada yang memperdaya siapa pun. Aku mempertahankan pernikahan ini demi reputasi. Laras, dia masih cukup penting, Ma. Orang-orang tidak akan percaya aku main wanita jika melihat aku punya istri sebaik dia.”
Ratna menghela napas kesal.
“Lalu sampai kapan, Erik? Sampai kapan kau buang uangmu untuk perempuan itu? Kau harus mulai pikirkan masa depanmu. Berikan Mama cucu! Tapi bukan dari rahim perempuan itu, Erik. Mama tidak akan sudi dan berhentilah bermain wanita. Kau hanya akan semakin memperburuk citramu saja. Jangan sampai Laras menggunakan hal itu untuk memerasmu.”
Erik hanya diam.
“Aku harus pergi,” ujarnya singkat, meninggalkan ibunya yang masih bersungut-sungut.
Ratna mengejarnya sampai ke halaman.
“Erik! Nanti siang antar Mama ke rumah Bu Jaka. Putrinya baru pulang. Mama ingin kau bertemu dengannya!”
“Ma, sudah kubilang aku tidak mau.”
“Jangan membantah! Lakukan saja. Siapa tahu kalian berjodoh. Kau tidak perlu pikirkan istrimu itu. Semuanya serahkan pada Mama.”
"Memangnya apa yang mau Mama lakukan?"
"Kau tidak perlu tahu, Mama tahu caranya menyingkirkan dirinya. Kau cukup pikirkan masa depanmu saja!"
Erik hanya bisa mengangguk lemah.
“Aku jemput Mama nanti,” katanya akhirnya.
Ratna tersenyum puas. Kali ini, dia ingin melihat sejauh apa Laras bisa bertahan. Dia punya rencana, untuk menendangnya dari kehidupan Erik. Asalkan Erik bersedia menikah dengan putri sahabatnya, menyingkirkan Laras, bukankah hal sulit.
Hari itu Erik pergi ke kantor dengan kepala penuh pikiran. Haruskah ia menceraikan Laras? Mungkin, tapi tidak sekarang. Ia masih membutuhkannya. Laras tahu bagaimana menjaga citra, dan itu lebih penting daripada kelihatan jujur di mata publik.
Namun, langkahnya terhenti saat melihat sosok yang tidak asing berdiri di lobi.
Laras.
Rambutnya terurai rapi, dihiasi jepit pita merah beludru. Ia mengenakan gaun bermotif bunga yang panjangnya selutut, dipadukan dengan cardigan putih yang kancingnya sengaja terbuka. Penampilannya jauh dari kesan membosankan.
Cantik. Segar. Berbeda.
Dan semua mata laki-laki di kantor memperhatikannya.
Erik mengepal tangannya diam-diam. Bukan karena kecantikan itu. Tapi karena Laras tidak pernah seperti ini sebelumnya. Dan dia tidak suka. Dia merasa Laras sengaja berpenampilan seperti itu untuk memanasi dirinya.
Tatapan mereka berdua bertemu, Laras tersenyum tipis sebelum dia melangkah mengikuti seorang karyawan laki-laki yang sedang dia mintai bantuan.
Darah Erik semakin mendidih. Dia melangkah cepat, hendak menarik istrinya. Namun, langkahnya tiba-tiba terhenti karena asistennya mencegatnya.
"Pak, ada dokumen yang harus kau tandatangani."
"Taruh di mejaku!" Erik mencari Laras, tapi istrinya sudah tidak ada.
"Siang ini, kau ada pertemuan dengan Tuan Nugraha."
Erik diam sejenak. Siang ini? Sepertinya dia tidak bisa karena sudah berjanji pada ibunya.
"Panggil Laras, suruh dia masuk ke ruanganku!"
"Baik, Pak."
Erik melangkah menuju ruangannya. Melihat kedatangannya membuat Dewi buru-buru mengambil dokumen. Dia segera mengikuti Erik, pertemuan nanti siang dia ingin Erik mengajaknya karena itu sangat penting baginya.
Proyek itu harus dia dapatkan. Dia tidak akan membiarkan proyek itu diambil oleh orang lain apalagi diambil oleh Laras.
hayuu Erik n Ratna cemuuuunguut utk tujuan kalian yg bersebrangan 🤣🤣
semangat utk mendapat luka Erik 🤣
hayuuu Briant gaskeun 😁
buat Erik kebakaran jenggot 🤣🤣