Dicintai empat orang pria tampan dan kaya adalah keberuntungan seorang perempuan cantik bernama Tania.
Keempat pria berbeda profesi itu bersaing melakukan segala cara untuk merebut perhatian dan mendapatkan cinta Tania.
Persaingan cinta keempat pria itu semakin memanas, saat mereka mengetahui, Tania menyukai salah satu dari mereka.
Hingga suatu hari, Tania yang sudah didesak ibunya untuk segera menikah, buru-buru mengambil keputusan yang terbaik untuk dirinya.
Yuk, baca gimana seru, romantis dan bucinnya para pria ini dalam mengejar cinta Tania.
Kira-kira, siapa yang Tania sukai ya?
Bosnya yang berstatus duda, atau brondong rekan kerjanya? atau Dokter cinta pertamanya ataukah sang mantan kekasih yang aktor terkenal?
Jangan lupa, tinggalkan jejak yang baik dengan like, komen, subscribe dan beri vote serta ⭐⭐⭐⭐⭐ jika kamu suka.
UPDATE KARYA TIAP HARI PUKUL 7.00 WIB dan PUKUL 19.00 WIB. Tetap stay disini, jangan kemana-mana okey 🤭 MAKASIH 😍 🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Afriyeni Official, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DI CINTA PRIA-PRIA TAMPAN 8
TOK TOK TOK...
Tania melangkah enggan menuju pintu rumahnya yang terkunci. Walau cuma memakai baju tidur bergambar kartun Spongebob yang lucu, Tania dengan percaya diri hendak membukakan pintu untuk tamu yang barusan mengetuk pintu rumahnya.
Tangannya urung bergerak, tatkala matanya menyipit tajam, menangkap sosok bayangan pria yang terlihat menunggu dari balik jendela.
"*Astaga..., apa aku nggak salah liha**t*!?" Tania mengucek netranya berulang kali, tak percaya dengan apa yang ia lihat.
Tania langsung lari kembali masuk kamar dan mengganti pakaian tidurnya tergesa-gesa dengan pakaian yang lumayan rapi dari sebelumnya. Setelah sedikit berkaca didepan cermin, Tania buru-buru keluar membukakan pintu rumah.
"Pak Rudi?! ngapain bapak datang kesini!?" sambut Tania heran dan bingung melihat pimpinannya datang bersama tentengan plastik yang lumayan banyak ditangannya.
"Apa begitu caramu menyambut tamu?" sindir pak Rudi mengabaikan pertanyaan Tania.
Tania tersenyum kikuk dan membukakan pintu rumahnya lebar-lebar.
"Maaf pak, silahkan masuk. Hihi..." Tania terpaksa nyengir, bersikap canggung dihadapan bosnya yang selalu wangi, rapi dan mempesona itu.
Pak Rudi hanya tersenyum simpul dan melangkah masuk kedalam rumah Tania. Ia pun menaruh semua kantong yang ia bawa diatas sofa panjang satu-satunya tempat duduk yang tersedia didalam rumah itu.
"Barang-barangnya boleh nggak saya taruh di bawah saja pak? Soalnya sofa saya cuma satu, nanti bapak nggak bisa duduk." Ujar Tania jadi nggak enak hati melihat bosnya cuma berdiri saja.
"Saya bisa duduk nanti. Kamu periksa dulu isi kantongnya, sekalian kamu susun rapi dulu semuanya mau ditaruh dimana. Setelah itu saya baru bisa duduk." Suruh pak Rudi membuat Tania makin segan.
Tanpa disuruh dua kali, Tania bergegas memeriksa satu persatu isi kantong yang dibawa pak Rudi. Matanya membelalak karena ada banyak sekali jenis makanan instan dan buah-buahan serta snack-snack yang jika disusun dalam kulkas, bisa membuat kulkas satu pintunya meluber keluar.
Yang lebih menarik lagi, ada satu kantong yang berbeda plastik berisikan kotak sepatu.
"Ini pasti bukan untukku." Pikir Tania mengabaikan kantong plastik berisikan kotak sepatu itu.
Tania bergegas membawa semua kantong plastik yang berisikan makanan dan snack-snack itu kearah dapur. Diapun sibuk menyusun semuanya kedalam kulkas.
Ada beberapa makanan dan Snack yang sengaja ia taruh diatas meja makan karena tak muat didalam kulkas. Setelah itu, ia membuatkan pak Rudi segelas teh manis, satu-satunya minuman yang tersedia dirumahnya.
"Silahkan di minum pak." Sapa Tania menyuguhkan teh dan beberapa cemilan yang ia taruh di atas meja mini diruang tamu rumahnya.
Pak Rudi ternyata telah duduk diatas sofa yang nyaris kosong cuma menyisakan satu kantong plastik didekatnya.
"Ini, sepatu ini kok nggak di cobain!?" pak Rudi menyodorkan kantong plastik berisikan kotak sepatu itu pada Tania.
Perempuan cantik itu melongo.
"Itu isinya sepatu, kan pak?" tanya Tania bingung.
"Iya, sepatu, masa amplop." jawab pak Rudi tertawa geli.
"Buat saya?" Tania melongo menunjuk dirinya sendiri tak percaya.
Pak Rudi mengangguk cepat membuat Tania makin bingung.
"Buruan, ambil! Tangan saya pegal nih." Desak pak Rudi tak sabaran.
Tania bergegas mengambil kantong plastik yang disodorkan pak Rudi penuh rasa canggung.
"Coba dulu, pas nggak?!" suruh pak Rudi menambah rasa canggung pada diri Tania.
Tania terpaksa patuh, mengeluarkan kotak sepatu itu dari plastik dan terpukau melihat sepasang sepatu cantik ber hak tinggi warna putih berhiaskan batu permata ditengahnya.
Sepatu itu terlihat sekali sangat mahal harganya dari bentuk desain dan bahannya yang terbuat dari kulit asli.
Kaki Tania sedikit bergetar, ketika mencoba sepatu yang dibelikan pak Rudi untuknya. Ingin dia menolak pemberian pak Rudi, namun takut, bosnya itu akan tersinggung dan memecat dirinya dari pekerjaan yang sudah ia tekuni selama lima tahun itu.
"Pas sekali, Kok bisa ya, pak Rudi tahu ukuran kakiku?" batin Tania seketika bertanya-tanya.
Pak Rudi yang memperhatikan Tania mengenakan sepatu itu, cuma tersenyum sendiri memuji pilihannya yang sangat cocok di kaki Tania.
"Syukurlah pas, sepatu itu saya cocokkan dengan sepatumu yang lama." Ujar pak Rudi mengejutkan Tania.
Ingatan Tania melayang pada saat dirinya terpaksa pulang tanpa mengenakan sepatu. Wajar saja kalau pak Rudi bisa tahu ukuran kakinya dengan mudah.
"Anggap saja itu ganti sepatumu yang rusak kemarin!" Imbuhnya lagi kalem dan tenang mengalahkan sikap Tania yang jadi serba salah dan salah tingkah tak tahu harus bagaimana.
"Ngg... Maaf kalau saya jadi nyusahin bapak." Tutur Tania merundukkan kepalanya, segan.
"Nggak usah sungkan Tania, duduklah disini, anggap saja saya sekarang kakakmu atau temanmu juga boleh, terserah kamu maunya gimana." ujar pak Rudi bersikap santai, menepuk sofa panjang yang sudah kosong disebelahnya.
Meskipun segan dan canggung, Tania terpaksa mengikuti keinginan pak Rudi untuk duduk disampingnya. Pria matang yang mempesona itu langsung menggeser sedikit pinggulnya kepinggir sofa untuk memberi ruang yang lebar agar Tania bisa duduk dengan leluasa.
"Apa kamu sudah mendingan?" tanya pak Rudi memberi perhatian extra yang terlalu berlebihan jika di bilang hanya sebatas teman ataupun antara bos dan karyawan.
"Su-sudah pak." Sahut Tania gugup.
Peluh dingin bercucuran di sekujur tubuhnya yang tegang menghadapi suasana kaku saat berbicara dengan pak Rudi yang bagaimanapun, tetap ia anggap bosnya.
Sikap Tania yang kaku dan tegang, membuat pak Rudi tersenyum getir memendam rasa kecewanya.
"Syukurlah, banyak-banyaklah istirahat biar lekas sembuh. Saya bisa kelimpungan kalau kamu dan Chiko kelamaan cuti sakit sampai berhari-hari." Keluh pak Rudi kehabisan bahan bicara, ujung-ujungnya cuma bahas kerjaan kantor.
"Iya pak, besok saya sudah bisa mulai masuk kerja kok. Kemarin saya cuma terkena flu ringan." Sahut Tania cepat, bersemangat kembali ketika pak Rudi membahas kerjaan dengannya.
"Tania, Tania. Apa kamu selalu semangat kalau kita cuma diskusi urusan kantor?" Pak Rudi menaruh sikunya diatas paha dan menopang wajah tampannya sembari memandang Tania sambil tersenyum manis.
"Emang kita mau bahas apalagi pak? Saya nggak tahu," ujar Tania memasang wajah polos dan lugu dihadapan pak Rudi yang spontan nyengir memperlihatkan deretan gigi putihnya.
"Kita bisa bahas banyak hal Tania. Ini kan rumahmu, bukan kantor. Kita bebas mau ngobrol apa saja. Lupakan batasan antara kita sebagai bos dan karyawan." Ucap Pak Rudi tanpa menyadari kesalahannya yang tadi duluan memulai bicara soal kerjaan pada Tania.
Tania menarik nafas pendek. Mau menyalahkan pimpinan secara langsung, takut di bantah, mengundang perdebatan panjang. Mending lupakan saja, daripada ribet.
"Lalu kita mau bahas apa ya pak?" tanya Tania berusaha sesantai mungkin dihadapan pimpinannya yang pengen dianggap teman itu.
"Ngg..., bahas apa ya?" pak Rudi malah balik bertanya memutar bola mata keatas menatap langit-langit rumah seakan menerawang memikirkan sesuatu.
Tania yang punya tipe pemarah dan kurang sabar, kali ini terpaksa bersabar menunggu pimpinannya bicara. Dia tak bisa seenaknya membentak apalagi memukul jidat pak Rudi sesuka hati, seperti yang biasa ia lakukan pada Chiko.
Lama menunggu, Tania hampir bosan. Tubuhnya mulai terasa gerah, karena sesungguhnya dia belum sempat mandi dari pagi. Diam-diam Tania mengendus bau tubuhnya tanpa setahu pak Rudi. Syukurlah, bebas bau asem, tetap wangi. Jika ketahuan belum mandi dan bau iler, bisa-bisa Tania kehilangan muka dihadapan pria maskulin itu.
"Ya udah, kita bahas kamu saja. Kapan kamu mau menikah?!" Celetuk pak Rudi tiba-tiba, spontan mengagetkan Tania.
"Ngg...???"
.
.
*****
Datang kerumah tiba-tiba, bawa hadiah, sok perhatian, sok akrab, ujung-ujungnya nanya kapan menikah?
Pak Rudi punya maksud apa coba?
Ada yang tahu jawabnya?
SILAHKAN ISI KOLOM KOMENTAR....
JANGAN LUPA LIKE, GIFT, VOTE DAN ⭐⭐⭐⭐⭐
THANK U SO MUCH AYANG AYANGKU YANG BAIK 🤣🤗🥰🥰🥰❤️❤️❤️🌹🌹🌹
terimakasih Oma untuk karya terbaiknya 🥰
titip 3 mawar buat pak Rudi ditunggu panggilan sayangnya hehe
sampai bertemu lagii 💝