Kevin cuma anak SMA biasa nggak hits, nggak viral, hidup ya gitu-gitu aja. Sampai satu fakta random bikin dia kaget setengah mati. Cindy cewek sejuta fans yang dielu-elukan satu sekolah... ternyata tetangga sebelah kamarnya. Lah, seriusan?
Cindy, cewek berkulit cerah, bermata karamel, berparas cantik dengan senyum semanis buah mangga, bukan heran sekali liat bisa bikin kebawa mimpi!
Dan Kevin, cowo sederhana, dengan muka pas-pasan yang justru dipandang oleh sang malaikat?!
Gimana kisah duo bucin yang dipenuhi momen manis dan asem ini selanjutnya!? daripada penasaran, mending langsung gaskan!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Proposal, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Malaikat Cinta Lingkungan
Ah.
Suara nyaring seperti lonceng perak menggema di belakang Kevin, membuatnya menoleh dengan gerakan kaku. Itu adalah suara yang sudah sangat familiar baginya belakangan ini. Tapi saat ini mereka tidak berada di apartemennya, melainkan di lorong makanan ringan supermarket terdekat.
Area ini biasanya ramai pengunjung, tapi Kevin sama sekali tidak menyangka akan bertemu Cindy di sini. Matanya membelalak saat melihat gadis itu berdiri di samping rak camilan, keranjang belanja di tangannya berisi lobak, tahu, paha ayam, dan susu yang nantinya akan dia olah untuk makan malam nanti.
"Pertama-tama biar kujelasin," kata Kevin buru-buru sambil menggaruk pipinya, "Ini benar-benar kebetulan. Aku nggak nguntit kamu atau apa."
Cindy mengangkat alisnya, lalu tersenyum tipis. "Aku tahu. Ini kan supermarket terdekat. Wajar kalau kita ketemu." Suaranya datar tapi ada nada jenaka di situ.
Kevin memperhatikan bagaimana Cindy kemudian memeriksa buku catatan kecil di tangannya. Buku catatan bermotif bunga itu tampak kontras dengan sikapnya yang biasanya kalem.
"Dari tadi kamu cari apa?" tanya Kevin penasaran saat melihat Cindy mengernyitkan dahi di depan rak bumbu.
"Kecap asin dan mirin," gumam Cindy dengan suara kecil yang anehnya membuat telinga Kevin panas. "Ah, bukan yang itu," protesnya ketika Kevin mengulurkan tangan ke botol mirin.
"Kenapa? Ini kan mirin juga."
"Yang itu mirin beralkohol. Anak di bawah umur nggak boleh beli."
Kevin mengerutkan kening. "Tapi ini kan buat masak?"
Cindy mengangguk sabar. "Iya, tapi yang ini diolah dari anggur manis. Kalau yang buat masak sudah ditambah garam jadi nggak bisa diminum langsung."
Penjelasan detail seperti ini membuat Kevin tersenyum. Dia yang jarang masak jadi dapat pengetahuan baru. "Hah, baru tahu aku," ujarnya sambil mengamati cara Cindy memilih bumbu dengan teliti.
Di rak kecap, Cindy tiba-tiba menghela napas. "Diskon khusus... maksimal satu botol per orang," keluhnya sambil memandang harga.
Kevin langsung menangkap maksudnya. "Aku beliin satu, yuk?"
"Makasih," jawab Cindy dengan senyum lega. Bibirnya yang merah muda meregang puas ketika Kevin menaruh botol kecap tambahan di keranjangnya.
"Kamu ternyata hemat banget," komentar Kevin sambil memperhatikan keranjang belanja Cindy yang penuh bahan diskon.
Cindy mengangkat bahu. "Hemat sih nggak, cuma berusaha nggak boros aja. Kita kan hidup dari uang ortu."
Pembicaraan mereka tiba-tiba terasa serius. Kevin mengangguk pelan. Dia sendiri memang tinggal sendiri tapi masih dibiayai orang tua. Keluarganya cukup berada, tapi dia selalu berusaha tidak menghamburkan uang.
"Aku setuju," katanya sambil mengamati perubahan ekspresi Cindy yang tiba-tiba jadi dingin. Tapi sebelum sempat ditanyakan, Cindy sudah mengalihkan pembicaraan.
"Dari tadi aku penasaran," ujarnya sambil menunjuk keranjang Kevin, "Kamu beli nasi dan salad kentang lagi?"
Kevin mengangguk. "Buat makan malam."
Cindy menyipitkan mata. "Itu nggak sehat."
"Lah, ini kan ada saladnya," bela Kevin sambil mengangkat kemasan salad.
"Salad kentang itu isinya mayoritas kentang dan mayo," Cindy membalas dengan nada tahu segalanya. "Kamu perlu makan sayur beneran."
Suaranya terdengar seperti ibu yang sedang menasehati anak. Kevin memalingkan muka, tiba-tiba merasa seperti anak kecil yang ketahuan jajan sembarangan.
Pembicaraan mereka terputus saat sampai di kasir. Kevin selesai lebih dulu dan menunggu di luar area pembayaran. Dia memperhatikan bagaimana Cindy dengan teliti mengemas semua belanjaannya ke dalam tas kain daur ulang. Sangat konsisten dengan citra dirinya yang peduli lingkungan.
Tapi saat melihat banyaknya barang yang harus dibawa Cindy, Kevin merasa tidak tega. Antara susu, kecap, mirin, dan bahan-bahan lain, pasti beratnya mencapai 4-5 kg. Untuk tubuh Cindy yang mungil, itu pasti melelahkan.
"Dia beli banyak banget... pasti karena mau masakin aku juga," gumam Kevin dalam hati. Akhir-akhir ini porsi makanan yang dibawa Cindy memang selalu lebih besar dari biasanya.
Tanpa pikir panjang, Kevin mengambil tas belanjaan dari tangan Cindy yang sedang kebingungan mengatur barang-barangnya.
"Eh, tunggu.." protes Cindy.
"Aku bantuin," kata Kevin singkat.
Cindy memandangnya dengan ekspresi aneh antara terkejut dan tersentuh. "Aku nggak minta tolong," ujarnya mencoba bersikap keras.
"Ya udah anggap aja aku yang nawarin," Kevin membalas sambil sudah berjalan meninggalkan supermarket.
Dia mendengar langkah kecil Cindy yang terburu-buru mengikutinya dari belakang. "Kamu ini... nggak bisa diam aja ya," keluh Cindy, tapi nadanya sudah lebih lembut.
Kevin tersenyum dalam hati. Dia tahu Cindy sebenarnya berterima kasih, tapi terlalu keras kepala untuk mengakuinya.
Di jalan pulang, Kevin sengaja berjalan beberapa langkah di depan. Mereka sudah terlihat bersama di supermarket, kalau sampai ada yang melihat mereka pulang berdua, pasti akan menimbulkan rumor.
Dari belakang, suara Cindy tiba-tara terdengar pelan. "Makasih, Kevin."
Hanya dua kata itu, tapi membuat hati Kevin berdebar aneh. Dia tidak menoleh, hanya mempercepat langkah sambil menyembunyikan senyum kecil yang tiba-tiba muncul di wajahnya.