Sebuah masa lalu terkadang tidak ingin berhenti mengejar, membuat kehidupan seseorang berhenti sejenak dan tenggelam dalam sebuah luka.
Lituhayu terjebak dalam masa lalu itu. Masa lalu yang dibawa oleh Dewangga Aryasatya, hingga membuat gadis itu tenggelam dalam sebuah luka yang cukup dalam.
Waktu terus bergulir, tapi masa lalu itu tidak pernah hilang, bayangnya terus saja mengiringi setiap langkah hidupnya.
Tapi, hanya waktu juga bisa menyadarkan seseorang jika semua sudah berakhir dan harus ada bagian baru yang harus di tulis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kirana Putri761, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menangis
Sejak masuk ke dalam mobilnya Dewa, Alana merasa ada aroma yang berbeda. Gadis itu pun menoleh ke kanan dan ke kiri, hingga akhirnya Alana bertanya.
" Kok mobilnya beda sih?" Alana masih mengendus aroma yang parfum wanita.
" Beda apanya?" tanya Dewa.
" Gimana hari ini? Enak tempatnya magang?" lanjut Dewa.
"Biasa saja , Mas. Yang pastinya, aku merasa lelah." jawab Alana sambil mendengus, merasa lelah terutama di bagian punggungnya.
" Tapi cuma satu bulan saja, kok. Kamu materi kuliah tinggal dikit, kan?" tanya Dewa.
" Iya, aku materi kuliahnya tinggal sedikit. Targetku lulus 3,5 tahun." jawab Alana membuat Dewa tersenyum.
Mereka mengobrol dengan leluasa. Hingga Dewa pun mengajak Alana mampir untuk makan. Mobil berhenti tidak jauh dari komplek perumahan rumah bude.
Saat akan keluar, Alana menoleh ke belakang. Dia melihat satu paper bag dan kotak make up yang tergeletak di bangku belakang. Gadis itu mengernyitkan dahi, berfikir tentang pemilik barang tersebut.
"Lah, itu milik siapa? Andita?" tanya Alana, semua barang-barang di bangku belakang menebak itu milik adiknya Dewa.
" Nggak, itu milik Bella. Nanti aku akan mengantarnya!" jelas Dewa.
Deg, seketika jantung Alana merasa di remas. Sakitnya sampai semua terasa kebas. Alana menatap Dewa dengan tatapan menuntut.
Alana menginginkan penjelasan saat ini, hingga Bella bisa berada di dalam mobilnya.
" Jangan salah faham, Al!"
"Bella meminta tolong padaku. Dia tadi baru pindahan rumah."
"Terus..." tatapan Alana begitu tajam memperlihatkan jika dirinya tidak bisa menerima penjelasan Dewa.
" Please deh, Al. Nggak mungkin aku menolaknya...
" Nggak mungkin, apa nggak bisa!" sela Alana dia biasanya jadi gadis yang manis tapi kali ini berbeda. Kepalanya sudah penuh dengan emosi dan tak bisa dibendung lagi luapannya.
Dewa berdecih kesal, merasa Alana tak bisa mengerti posisinya.
" Dia meminta bantuanku, Al. Itu pun tidak lama, aku hanya mengantarnya saja, terus aku menjemputmu." jelas Dewa.
" Kenapa harus Mas Dewa. Apa tidak ada orang lain di dunia ini selain Mas Dewa? Kenapa harus selalu dia?" sergah Alana.
Di dalam mobil mereka bertengkar. Entah, kenapa Alana merasa, Dewa tidak bisa lepas dari masa lalunya.
"Apa seistimewa itu dia dalam hidupmu, Mas?" cecar Alana.
Gadis itu pun membuka pintu mobil dan keluar dari mobil bersamaan dengan ponsel Dewa yang berdering.
" Iya, Bel." Dewa mengangkat telponnya sambil keluar mobil.
"Kotak make up dan barangku ada di mobilmu. Bisa anterin ke tempatku, Wa? Atau besok aku ambil saja di tempatmu?" tanya Bella membuat Dewa tidak fokus mengejar Alana yang terlihat' sudah berada di pinggir jalan. Gadis itu terus berjalan tanpa menghiraukan panggilan Dewa.
"Besok saja giman, Bel?" tanya Dewa. Dia merasa harus bicara dengan Alana.
" Nggak bisa, Wa. Di paperbag itu ada dompetku. Jika kamu nggak bisa, aku akan mengambilnya di tempat kamu."jelas Bella membuat Dewa tak ada pilihan lain.
" Baiklah, aku akan mengantarnya." jawab Dewa dengan berat. Saat menutup panggilan telepon, Dewa sudah tidak melihat bayangan tubuh Alana. Pria itu mendesah kesal dan kembali masuk ke dalam mobil.
Dewa melajukan mobilnya menyisir ke arah komplek perumahan Bude Rini. Tapi ternyata, Alana benar-benar sudah tidak terlihat.
Pria itu mendesah, tidak mungkin dia menjelaskan semuanya di rumah Bude karena kemungkin besar dia dan Alana akan terlibat percekcokan.
Dewa akhirnya memilih untuk melajukan mobilnya langsung ke rumah kontrakan Bella, mengantar barang-barang pribadi milik gadis itu.
Sementara itu, Alana terus saja menangis. Dia merasa kecewa dengan sikap Dewa. Apapun alasannya, Alana merasa Dewa tidak bisa meninggalkan masa lalunya itu.
Alana merasa hatinya sangat terluka. Hampir tengah malam, tapi dia tidak bisa menghentikan tangisnya. Bahkan panggilan Dewa yang berkali-kali, sudah tidak dia hiraukan lagi.
Alana merasa hatinya sakit, marah dan kecewa. Dia sangat mencintai Dewa, bahkan pria itu yang membuat dia merasa jatuh hati untuk pertama kali dan itu benar-benar jatuh.
Cintanya pada Dewa begitu tulus, bahkan Alana sendiri tidak mengerti kenapa dia bisa se-cinta itu pada pria yang jauh lebih dewasa.
Saat masa lalu pria itu kembali dan membayangi hubungannya dengan Dewa, Alana merasa terluka. Tapi dia tidak bisa berbuat apapun, karena perasaannya pada Dewa sangatlah besar. Alana juga takut kehilangan Dewa.
Pagi-pagi sekali Alana sudah bersiap untuk pergi ke kantor. Matanya masih terlihat sembab, mesti sejak subuh dari dia sudah mengompresnya dengan air es tapi itu tak bisa menghapus bekas tangisannya semalam.
" Al, ada Dewa di luar!" panggil Bude setelah mengetuk pintu kamarnya.
Alana mendesah dia tidak tahu bagaimana bersikap di depan Dewa setelah kejadian semalam.
Alana keluar dengan tampilan rapi, kemeja putih meski tidak slim fit tapi rok sepan di bawah lutut sesuai dengan aturan kantor. Tak lupa Alana juga sudah membawa Tote bag sederhana yang membedakan tampilan dia dengan karyawan lainnya.
Dewa menatap Alana, tapi gadis itu masih sulit untuk tersenyum. Alana masih terdiam dan mendarat bobotnya di kursi yang ada di teras, sebelah Dewa menunggunya.
" Maaf untuk yang semalam." jawab Dewa.
Alana masih terdiam, hatinya masih merasa kecewa dan kesal.
" Dia tidak akan ada lagi dalam hubungan kita, Al. Sekarang, kamu prioritas aku, bukan dia." ucap Dewa saat melihat wajah Alana yang masih menyisakan tangis semalam. Dari mata gadis itu, Dewa yakin semalam Alana menangis.
"Aku hanya ingin kita fokus dengan hubungan kita, Mas!" lirih Alana membuat Dewa mengangguk dan tersenyum.
Dewa pun mengambil tangan Alana, pria itu menatap Alana dengan lekat," Aku mencintaimu, Al!" lirih Dewa membuat Alana kembali yakin dengan pria di depannya.
Dari matanya, bisa terlihat sebuah kejujuran dari ucapan Dewa. Ini kedua kalinya pria itu mengatakan cinta padanya, Dewa memang jarang mengatakan itu. Tapi semua sikap dan perhatiannya selalu meyakinkan Alana jika cintanya pada Dewa juga harus diperjuangkan.
Hari ini, Dewa mengantarnya ke kantor, pria itu juga sempat mengajaknya sarapan terlebih dahulu. Alana berharap, hari ini dia bersama Dewa bisa memulai hubungan yang lebih baik, tanpa ada masa lalu yang membayangi.
lnjt kak..