NovelToon NovelToon
Cinta Orang Kantoran 4 : The Sinner

Cinta Orang Kantoran 4 : The Sinner

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / One Night Stand / Peran wanita dan peran pria sama-sama hebat / Crazy Rich/Konglomerat
Popularitas:53k
Nilai: 5
Nama Author: Septira Wihartanti

Mereka sama-sama pendosa, namun Tuhan tampaknya ingin mereka dipertemukan untuk menjalani cinta yang tulus.

Raka dan Kara dipertemukan dalam suatu transaksi intim yang ganjil. Sampai akhirnya keduanya menyadari kalau keduanya bekerja di tempat yang sama.
Kara yang supel, ceria, dan pekerja keras. Berwatak blak-blakan, menghadapi teror dari mantan suaminya yang posesif. Sementara Raka sang Presdir sebenarnya menaruh hati pada Kara namun rintangan yang akan dihadapinya adalah kehilangan orang terpenting di hidupnya. Ia harus memilih antara cintanya, atau keluarganya. Semua keluarganya trauma dengan mantan-mantan istri Raka, sehingga mereka tidak mau lagi ada calon istri yang lain.
Raka dan Kara sama-sama menjalani hidupnya dengan dinamika yang genting. Sampai akhirnya mereka berdua kebingungan. Mengutamakan diri sendiri atau orang lain.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septira Wihartanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Eight

Menjelang sore, Raka keluar dari ruangannya dan menghampiri meja Kara.

“Stephanie kemana?”

“Ke ruang menyusui Pak, dia baru selesai kok, dalam perjalanan kembali ke atas.”

Dan Raka pun menatap Kara. Kali ini agak lebih lama. Bukan sekedar tatapan, tapi ada sesuatu yang tidak berkenan di hatinya.

Kara hanya berdiri di depannya.

Menunggu mau diapakan, dengan perasaan masih sangat kesal.

“Betah di sini?” itulah pertanyaannya.

“Belum tahu Pak, masih saya coba jalani.”

“Hm.” Raka mengangguk-angguk.

Kara juga ikutan mengangguk.

“Perlu kamu tahu saya memindahkan kamu ke sini bukan karena kemauan saya. Tapi kamu mendapatkan rekomendasi dari-”

“Pak Sugito.” Kara memotong ucapan Raka.

“Ya benar.” kata Raka.

dan mereka kembali mengangguk berbarengan.

“Pak kalau mau ngomong langsung saja bicara, daripada seakan bapak ini menimbang-nimbang. Saya orangnya tidak mudah tersinggung kok.” Ada esensi menyindir di kalimat Kara.

“Hm.” Raka tersenyum penuh arti, tapi ia akhirnya memutuskan untuk bertanya hal lain saja.

“Raidan kemana?” pria itu bertanya kembali.

“Setelah memperbaiki printer, dia katanya mau ekskul basket di Decathlon. Dia minta saya jemput nanti karena pulsa gojeknya tinggal 20ribu.”

Stephanie datang sambil meletakkan plastik ASI Perahnya di kulkas kecil di samping meja dan bersiap-siap bekerja kembali.

“Malu-maluin banget tuh anak.” Raka menekan beberapa tombol.

“Mana berani dia minta ke Bapak? Kan Pak Raka habis ngamuk.” kata Kara.

Stephanie dan juga semua orang di sana langsung memusatkan perhatian ke kata-kata Kara. Mereka langsung fokus karena Kara memanggil Raka dengan sebutan ‘Raka’ Bukan Yudhis seperti orang lain. Yang biasanya memanggil Raka dengan ‘Raka’ hanyalah orang-orang terdekatnya. Dan biasanya Raka juga tidak berkenan kalau orang luar memanggil dia ‘Raka’ Untuk panggilan resmi dia lebih memilih dipanggil dengan nama depannya.

“Saya sudah transfer ke Gopay-nya dia, kamu nggak usah jemput.” Kata Raka

“Pak Raka transfer berapa?” Kara bertanya.

“Kenapa kamu mau tahu, minta ditransfer juga?” balas Raka.

Kara mencibir merasa tersinggung.

“Bukan begitu Pak. Karena setelah ini agak malam dia mau nonton sama anaknya Pak B di Cinemax, ditambah dia harus beli tuts untuk gitarnya. Motornya sedang di bengkel karena diserempet mobil minggu lalu. Dan dia bilang Pak Raka melarangnya memakai supir pribadi. Menurut bapak, dia ke semua tempat itu jalan kaki?”

“Hah?! Motornya kenapa?!” nada suara Raka agak meninggi.

Kara sampai kaget mendengar Raka tiba-tiba berseru. “Motornya diserempet Truk, stirnya bengkok jadi harus dilas.”

“Kok dia nggak ngomong?!” Raka malah emosi. “Stephanie, kamu nggak ngomong ke saya kalau dia kecelakaan?!”

“Saya nggak tau Pak. Oooh yang dia bilang lututnya luka gara-gara jatoh itu? Saya pikir itu karena pertandingan Taekwondo!” Stephanie terkaget.

Kara mengangguk mengerti duduk perkaranya. “Iya tapi dia sudah ke ahli kretek, Habis dua juta di sana makanya uang jajannya berkurang amat sangat drastis-”

“Astaga Raidan!” Raka langsung menekan layar ponselnya bermaksud menelpon Raidan.

“Jangan di telpon, Pak!” seru Kara langsung merebut ponsel Raka.

Semua bingung melihat tingkah Kara.

Berani-beraninya dia ambil itu hape Big Boss.

“Ini anak saya kenapa nggak boleh telepon?!” sahut Raka.

“Karena Raidan bilang ‘jangan bilang-bilang Bokap, gue nggak mau kena omel lagi!’ gitu!” sahut Kara.

Lalu semua diam.

Raka tarik nafas panjang. “Ya udah, sini hape saya.”

“Maaf Pak..” gumam Kara sambil mengembalikan ponsel Raka.

Stephanie sudah menendang-nendang mata kaki Kara di bawah meja, memberi kode kalau tidak seharusnya Kara bertindak selancang itu.

“Stephanie, kamu pindahkan semua barang Raidan dari rumah kamu ke rumah saya ya. Saya nggak mau kamu resign masih diganggu Raidan.”

“Baik Pak.” kata Stephanie sambil angguk-angguk.

“Dan Kara… kamu lagi ngapain?” tanya Raka sambil menatap ke arah wanita muda manis itu..

“Bapak butuhnya apa?” Kara balik bertanya.

Raka menatap Kara sambil memicingkan mata. Lalu menghela nafas dan kembali memeriksa ponselnya.

“Catat, hari Jumat nanti saya Golf di Bogor sama Pak W, siangnya makan siang sama Bu M. Kamu cari bingkisan ya untuk mereka. Malam ini sebelum pulang kamu pastikan temuan audit di anak usaha sudah berjalan 30%, koordinasi dengan Gita. Stephanie, kamu kasih tahu apa saja yang perlu Kara bawa ke Bogor. Lalu… tambahan pekerjaan sedikit. Kara kamu bisa carikan data mengenai Pak A? Apa pun yang bisa kamu dapatkan dan hal penting seperti latar belakang keluarganya?” tanya Raka.

Kara mengernyit.

“Pak A itu bapaknya dari anak yang ditonjok Raidan.” katanya.

Raka dan Bu Stephanie langsung menaikkan alisnya.

“Kok kamu tahu?” tanya mereka berdua.

“Raidan cerita, katanya dia sebenarnya mau nagih hutang, tapi si anak malah mengejeknya, bahkan menghina Pak Raka. Raidan emosi, dan dia tonjok tu anak.”

Raka mencerna semua kalimat Kara.

Lalu ia berkacak pinggang dan menunduk. sambil menggelengkan kepalanya.

“Ya Tuhan…” keluh Raka dan Stephanie berbarengan.

“Kenapa sih anak itu nggak pernah bilang terus terang ke saya.” keluh Raka.

“Ya menurut Bapak kenapa? Bapak juga salah. Namanya anak-anak belum ngomong apa-apa dibentak ya mending diam, nanti juga badai berlalu sendiri. Walaupun traumanya seumur hidup.” Kara jadi mengomel.

Stephanie kini menginjak kakinya.

“Hehe.” Kara menyeringai untuk mengalihkan perhatian, sadar akan kode yang diberi Stephanie. "Saya mengerti tingkah Raidan karena usia kami tidak beda jauh, dan saya belum lama jadi anak-anak. Kalau kalian berdua kan sudah beberapa puluh tahun berlalu. Ehem Eehem!! Hadoooh kering banget nih tenggorokan. Saya ambil minum dulu ya Paaaak. Nanti saya cari datanya.”

Dan Kara pun langsung melipir buru-buru ke pantry.

**

“Kamu ada hubungan saudara dengan Pak Yudhis?” seorang karyawan menghampirinya. Sebut saja namanya Siti.

“Tidak, Kak.”

Siti pun mengangguk sambil berpikir sejenak.

“Atau sudah kenal lama dengannya ya?”

Kara mengamati Siti, dan dia merasa hampir semua lingkungan kerja di sini bersikap blak-blakan.

“Pasti ini gara-gara aku tiba-tiba kerja di sini?” tebak Kara.

“Iya.” tiba-tiba beberapa orang muncul di belakang Siti. Mereka mengamati Kara dengan seksama. “Pemilihan Personal Assistant sangat ketat. Makanya sampai sekarang hanya Bu Stephanie yang bertahan. Karena tidak ada kandidat yang tepat. Tiba-tiba lu dateng. Dari anak usaha pula. Perekrutan kurang dari sehari! Ya kita bertanya-tanya lah.”

Stephanie pun bergabung. “Kamu ketemu Pak Yudhis dimana? Sebelumnya pernah kenal?” tanya wanita itu.

“Jadi… saya itu berniat membeli sesuatu.” Kara berusaha membuat cerita senormal mungkin tanpa banyak berbohong. “Dan dia kebetulan menjual sesuatu. Barangnya nggak usah aku jabarkan di sini ya, mahal pokoknya. Jadi kami… COD-an. Karena usianya jauh di atasku ya aku panggil Om. Kami sempat ngobrol, eh tiba-tiba ketemu di sini dan ternyata aku adalah karyawannya.”

“Ooooohhh…”

“Barang apa yang mahal sampai COD nggak pakai kurir? Henpon?” desis Siti.

“Begitulah..” Kara asal jawab. Sebenarnya bukan barang, lebih tepatnya ‘jasa’ Tapi penjualannya memang menggunakan media ponsel.

“Ooooh…”

“Okelah kalo gitu! Jelas sudah semua.”

“Hahahah kita udah nyangka si Kara nih ani-aninya Pak Yudhis hahaha!”

“Lu sih mikir jorok mulu!”

Kara hanya bisa diam.

Tapi Stephanie meliriknya sesaat, lalu menarik nafas panjang.

“Kita bicara di cafe yuk?” tanyanya.

Kara langsung melotot.

Dia tahu, kalau Stephanie tahu.

Wanita itu tampaknya sudah kenal lama dengan Raka.

1
Vlink Bataragunadi 👑
ga ngertiiiiiii/Sob/
Vlink Bataragunadi 👑
ih senengnyaaa ya suasana kantor nya ky gini
Vlink Bataragunadi 👑
2 2 nya somplaaaaak/Facepalm/
Vlink Bataragunadi 👑
aduuuh/Shhh/
Vlink Bataragunadi 👑
oooh ternyata ada alasannya
Vlink Bataragunadi 👑
beuuuuh pedesy benerrr madam/Joyful/
Vlink Bataragunadi 👑
wadaaaaaw/Drool/
Vlink Bataragunadi 👑
eh eh eeeeeh.... tp dipindah ke divisi lain kan om?
Vlink Bataragunadi 👑
woaaaaw/Angry//Angry//Angry/
Vlink Bataragunadi 👑
ih kereeeen
Vlink Bataragunadi 👑
mantaaaaap....

tp fakta di lapangan tidak sesederhana itu/Awkward/
Vlink Bataragunadi 👑
adooooh om Raka macam begini mah hwoaaaaat atuuuh/Drool/
Vlink Bataragunadi 👑
ternak tuyul pa, lebih menghasilkan mwehehe
Vlink Bataragunadi 👑
ya ampuuuun baik bangett
Vlink Bataragunadi 👑
astagaaaaaa/Facepalm/
SasSya
😃😂
ketahuan
udahhhh
gas.. dapat restu dr sahabat dan seng mantan gebetan
dian😺
lah? jadi? kok isoh???😂
Nurlela Nurlela
komplikasi atau kontraksi?
dian😺
tuman! 🤣
Murdiyanti Soemarno
❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!