"Aku nggak punya pilihan lain." ucap adel
"Jadi kamu memang sengaja menjebakku?" tanya bima dengan nada meninggi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cengzz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
8
Malam harinya, Bima dan Bastian telah menyelesaikan pekerjaannya seperti biasanya. Kedua pria itu berjalan, ingin pulang kerumah masing-masing, namun, bima mengajak Bastian untuk mampir kerumahnya sebentar. Meminta tolong kepada sahabatnya, membujuk Adel dengan berbagai cara.
"Wih, Bim, gue gak bisa!" Ucap Bastian menolak.
"Bas! Tolong gue lah. Gue pusing ngebujuk Adel! Kali ini aja!" Mohon bima, Bastian menggeleng dan menolaknya kembali.
"CK, mulai hari ini, gaji Lo gue potong!" Ancam bima.
"Kampret Lo bim! Ngancem mulu kerjaannya!" Dengus bastian. "Ayo lah! Gc, kerumah Lo, katanya mau kesana! Biar sekalian Gue kasih tutorial nih cara bujuk anak gadis yang baik dan benar!"
"Kayak dah punya anak aja Lo, sok-sokan ngasih tutorial Ama gue!" Ketus bima, Bastian berdecak pelan.
"Buruan lah! Banyak omong amat Lo jadi orang! Bim!" Kata Bastian melonggos.
"Setan Lo bas! Karyawan gak tau diuntung! Gue pecat juga lama-lama nih dari kantor gue!" Teriak bima membuat Bastian ngakak. Begitulah kedua orang itu, jika tidak sedang bekerja, sama seperti orang-orang biasanya, yang suka saling caci maki, dalam bentuk candaan. Tak ada yang tersinggung dari bima maupun Bastian.
"Bim Lo gak bosen apa?" Tanya Bastian sambil menyetir mobilnya, melirik bima dengan ekor mata.
"Bosen apa? Maksudnya gimana bas?"
Bastian menarik napas panjang. "Lo bosen gak sih tinggal duaan terus sama si Adel? Dirumah tiap hari ketemu orang yang sama terus? Gue aja nih, tinggal dewekan aja bosen banget gila," tanya Bastian membrondong, curhat tipis.
"Bosen sih, bosen bas! Cuman mau gimana lagi? Setiap gue mau nambah orang baru dirumah gue, misalnya istri atau art, Adel selalu nolak dan argggghhhh..... Gue bingung jelasinnya! Lo pasti paham lah maksud gue!" Cerocos bima memijat pelipisnya, dengan satu tangan terkepal didashbord mobil.
Bastian mengganguk paham, merasa kasihan dengan bima yang terus dikekang oleh Adel.
"Lo gak ada niatan nyari istri gitu bas? Gak bosen apa, hidup sendiri terus. Jomblo Mulu dari dulu. Padahal, Umur udah Mateng, mapan nunggu apa lagi, bas? Gak ada niatan cari istri gitu? Lo gak laku atau apa?" Tanya bima dengan nada mengejek.
"Sekate-kate Lo bim, gini-gini juga banyak cewek yang ngantri buat jadi istri gue. Masalahnya bukan gue gak nikah Bim. Tapi, gue masih betah sendiri, pengen bebas nikmatin hidup gue, sebelum punya keluarga kecil suatu saat nanti." Jawab Bastian, menghela nafas kasar. "Situ juga gak punya istri, masih ngelajang, mana perjaka lagi. Punya anak tapi gak punya istri, itu gimana konsepnya, somplak!" Ledek Bastian membuat bima menatap sinis kearahnya.
"Kalo gak dicegah Adel geh, gue pengen nyari istri, bas. Ngerasain yang namanya punya pendamping, bisa romantis dan punya anak!" Kata bima, menatap lurus kedepan.
"Adel kan anak Lo bim!"
"Anak angkat, bas! Maksud gue tuh, punya anak dari darah daging gue sendiri bersama pasangan gue! Lo paham gak sih, nyet!" Greget bima.
"Lo nikahan aja si Adel Bim!" Celetuk Bastian tiba-tiba.
"Maksud Lo apa?" Tanya bima dengan suara dingin.
Bastian nyengir. "Jadi gini Bim, Adel kan anak angkat Lo. Nah saran dari gue nih. Lebih baik nikahin Adel aja. Lo juga kan udah sering tinggal berduaan, udah mengenal satu sama lain." Jelas Bastian.
"Bas! Dia itu udah gue anggap anak sendiri! Lo jangan gila, bego! Mana mungkin gue nikah sama anak gue sendiri!" Bima emosi.
"Tapi, ad-"
"Diem bas! Jangan bahas-bahas hal yang melenceng! Gue gak suka sama pembahasan tadi. Inget gue bukan orang yang seperti Lo pikirin bas! Gue punya otak buat mikir! Gak mungkin gue nikah sama anak gue sendiri. Gue masih normal!"
"Lah lu kan masih normal pea! Yang bilang lu belok sapa?"
"Normal disini, maksudnya, mengarah pada hubungan antara gue dan Adel. Dia dan gue itu anak dan ayah! Pea! Lo ngerti gak sih!" Kesal bima, Bastian nyengir.
Bima menghela nafas kasar, ia memikirkan perkataan Bastian yang menyuruhnya menikah dengan Adel. "Selamanya Adel tetap anak gue. Hubungan kita hanya sebatas anak dan ayah." Tegas bima, Bastian meliriknya sekilas lalu menatap kedepan.
'bim, Lo tuh oon tah idiot sih! Masa kagak peka-peka sama Adel. Dia tuh suka sama Lo. Gue bisa lihat dari tatapan dia yang natap Lo!' gerutu Bastian dalam hati, kesal dengan bima yang tak pernah peka-peka sama perasaan Adel.
'gue yakin, suatu saat nanti, hubungan kalian sebatas ayah dan anak. Hubungan kalian akan lebih jauh lagi....... Seperti ya....' lanjutnya dalam hati.
Sesampainya dirumah Bima. Kedua orang itu masuk kedalam rumah. Berjalan keruang tamu, disana ada Adel bersama 2 sahabatnya, Novi dan Sinta yang kini sedang menatap kearah bima dan Bastian.
Adel berdiri, menatap bima dengan tatapan tak bersahabat. Namun ia tetap menyambut kepulangan bima, mencium tangan ayahnya lalu menenteng tas sang ayah, membawanya.
"Om bima! Om Bastian!" Novi dan Sinta menggulurkan tangannya.
"Kalian temennya Adel ya?" Tanya bima ramah.
Novi dan Sinta mengganguk.
"Namanya siapa? Kok om gak tau ya, kalo Adel punya temen secantik kalian!" Kata bima, lembut.
Kedua gadis itu tampak salah tingkah. "No-novi om," ucapnya malu-malu.
"Si-sinta, om ganteng!" Ucap sinta, menggulum bibir bawahnya.
Bima tersenyum manis membalasnya. Namun, senyuman bima itu berhasil memporak-porandakan iman Novi dan Sinta, kedua gadis itu terpesona dengan ayah Adel itu.
"Natapnya gak usah gitu juga kali!" Ucap Adel, sewot. Entah kapan wanita itu sudah ada disamping bima.
Novi dan Sinta tersenyum kikuk seraya mengusap tengkuknya yang tak gatal
"Sorry, del! Lagian, om bima ganteng banget!" Kata Novi, Adel mengeraskan rahangnya.
"Om butuh istri gak? Kalo butuh, saya siap kok jadi istri om sekaligus ibu sambung Adel!" Kata Sinta membuat bima terkekeh.
Adel mencubit lengan ayahnya, tak suka dengan bima yang tertawa dengan candaan Sinta.
"Gue gak mau punya emak sambung modelan kayak Lo!" Ketus Adel, sinta mencebikkan bibirnya. Novi menahan tawa, sementara Bastian geleng-geleng kepala.
Mereka semua duduk disofa, berbincang-bincang singkat, menikmati setiap obrolan yang memberikan kesan hangat. Bastian dan bima mencoba untuk sok asik dan sok dekat, sesekali mengajak Novi dan Sinta bercanda, Adel yang tak diladenin pun merapatkan tubuhnya ke bima, menyenderkan kepalanya dibahu sang ayah, mencari perhatian. Seolah-olah mengatakan bahwa bima itu miliknya. Lewat isyarat. Tetapi mereka tak ada yang mengerti, selain Bastian yang peka tentang perasaan Adel terhadap bima.
"Novi, sinta, Adel disekolah punya pacar gak?" Tanya bima, penasaran.
"Punya om, namanya sandi!" Fitnah Novi yang mendapatkan tatapan tajam dari Adel.
Bima melirik Adel, mengulas senyum. "Oh, namanya sandi ya, kenapa kamu gak pernah ngomong sama ayah! Kalo kamu punya? HM?"
"Apa sih ay-"
"Nanti bawa dia kesini ya, del! Ayah pengen kenal sama dia!" Potong bima, cepat sambil mengunyah Chiki.
Adel menggerutu dalam hati, kesal dengan bima yang percaya-percaya aja sama Novi.
"Yah! Adel udah punya pacar Bim!" Ucap Bastian dengan raut wajah pura-pura sedih.
"Lah terus kenapa?" Tanya bima heran.
"Dahal gue demen sama Adel!" Celetuk Bastian nyengir.
"Tapi, akunya gak suka sama om!" Balas Adel tegas, Bastian memegang dadanya yang terasa nyeri, mendapatkan penolakan mentah-mentah dari Adel.
"Iyalah, kamu sukanya sama si sandi!" Goda bima,
"Ayah! Apaansih! Aku gak suka sama sandi! Jangan ngeledek aku terus dong!" Adel mencubit lengan bima dengan wajah kesal.
Bima mengedikkan kedua bahunya, nampak acuh. Ia terus saja menggoda anaknya itu, sampai Adel cemberut dan ngambek, berharap dibujuk oleh bima, namun, bima tak membujuknya, sibuk mengobrol-ngobrol dengan Novi, Bastian dan Sinta. Membuat Adel geram dan ingin berteriak-teriak mencaci maki bima.
Mengobrol sama ketiga orang itu sangat asyik, bisa bercanda dan tertawa-tawa. Tanpa menyinggung siapapun disini. Berbeda sekali jika mengobrol dengan Adel, anak gadisnya itu sangatlah sensitif dan susah diajak bercanda, dikit-dikit serius, salah ngomong berujung ngambek-ngambek tidak jelas.
"Om, kita pamit dulu ya!" Pamit Novi dan Sinta setelah mencium tangan bima.
"Hati-hati ya dek!" Kata bima, tersenyum, kedua gadis itu saling berpandangan lalu mengganguk semangat,
"Bim, gue pamit juga ya!" Ucap Bastian menepuk-nepuk pundaknya.
"Hati-hati bro! Thanks ya udah Dateng kesini!" Bima dan Bastian tos-tosan.
Bastian sampai lupa tujuan awalnya kesini, gara-gara asyik mengobrol dengan mereka.
"Del! Om pamit ya! Bye! SarangHeo" Bastian tersenyum manis,
Adel memutar bola matanya. "Jijik!" Ucap Adel pelan.
Bima masuk kedalam rumah, Adel menyusul ayahnya dengan langkah tergesa-gesa, mencekal pergelangan tangan bima sangking kesalnya, mengingat ayahnya yang merespon novi dan Sinta dengan candaan sejak tadi.
"Kamu kenapa del? HM?" Tanya bima berusaha tetap lembut.
Adel mendongak menatapnya. "Aku ingin bicara dengan ayah! Ikut aku" Kata Adel. Menarik tangan ayahnya, namun bima menahannya.
"Bicara aja disini!" Sahut bima, Adel menoleh, tatapanya tajam, setajam belati.
Bima menelan ludahnya susah payah melihat tatapan anaknya yang tak bersahabat lagi, bima tampak pasrah ditarik oleh anaknya itu. Adel membawanya kedalam kamar, mengunci pintu rapat-rapat, mendorong bima hingga jatuh keatas kasur.
"Del! Ka-"
"Ayah! Adel kan udah sering bilang sama ayah! Jangan pernah ngerespon cewek manapun didepan aku! Maupun dibelakang aku! Ayah ngerti gak sih!!" Teriak Adel mengeraskan rahangnya.
Bima terdiam, menundukkan kepalanya, memejamkan matanya, pusing menghadapi anaknya ini. Adel mengomeli bima panjang lebar, menyuruh ayahnya untuk tidak dekat sama perempuan, walaupun sekedar merespon. Bima pasrah diomelin anaknya itu, bingung mau menjawab apa, selain hanya diam. Ia merasa heran dengan sikap yang terus mengomelinya sejak tadi, seperti seorang istri yang sedang memarahi suaminya, kepergok selingkuh. Disela Adel mengomeli, bima terus-terusan, menguap, ngantuk mendengar ocehan yang menurutnya penting tak penting itu.
"Ayah denger gak! Ayah paham gak!!" Adel berkacak pinggang,
Bima terdiam dengan kepala menunduk.
Adel mengerutkan keningnya, ia menundukkan kepalanya, menatap bima dari bawah, suara dengkuran halus terdengar.
Adel menghela nafas kasar, mengusap wajahnya pelan. Sia-sia saja ia mengoceh dari tadi, kalau yang diocehinnya malah tertidur pulas disini.
"Ayah, bangun, ayah! Jangan tidur disini!" Ucap Adel, pelan,
Bima membuka matanya perlahan, menatap Adel dengan mata ngantuk. "A-ayah ngantuk del!" Katanya, memejamkan yang terasa berat lalu berbaring dengan pakaian kantor yang masih terpasang ditubuhnya. Suara dengkuran halus terdengar kembali.
Adel berdiri sambil geleng-geleng kepala, "ayah ngantuk banget! Kayaknya! Kasihan banget! Seharusnya aku gak ngomelin dia tadi." Adel menyesal,
"Ayah kalo tidur gini, ganteng banget ya." Kagum Adel dengan makhluk ciptaan Tuhan ini, matanya terus tertuju pada ayahnya.
Bima tampak tertidur pulas di atas kasur Adel, napasnya teratur dan dalam, seolah seluruh lelah hari itu luruh begitu saja dalam tidurnya. Wajahnya tampak tenang, meski sedikit garis kelelahan masih terlihat di sudut matanya.
Adel berdiri di samping kasur, menatap ayah angkatnya dengan penuh perhatian. Ia tahu Bima jarang benar-benar beristirahat dengan nyaman, dan melihatnya tertidur seperti ini membuatnya merasa lega. Dengan gerakan hati-hati, Adel berlutut di tepi kasur, lalu mulai melepaskan sepatu Bima satu per satu, memastikan tidak ada suara yang bisa membangunkannya. Setelah itu, ia melanjutkan dengan kaus kaki, menariknya perlahan agar tidak mengusik tidurnya.
Setelah semuanya selesai, Adel meraih selimut yang terlipat di dekatnya. Dengan lembut, ia menariknya ke atas, menutupi tubuh Bima hingga ke dadanya. Ia berdiri sejenak, menatap wajah tenang ayahnya.
"Ayah aku cinta sama ayah!" Ucap Adel, suara pelan, matanya berkaca-kaca dengan hati yang sesak. Memendam perasaan ini sangat menyesakkan hatinya, ingin mengungkapkan dan mengatakan yang sebenarnya pun sulit. Terhalang statusnya.
Adel memegang pipi bima dengan penuh kehati-hatian, ia mendekatkan wajahnya. Gadis itu memejamkan matanya, deru nafas bima yang hangat menyentuh wajahnya.
Cup!
Adel mengecup bibir bima singkat. Air mata menetes dari kedua sudut matanya.
"Memendam perasaan itu menyesakkan hati dan pikiran. Namun, mengungkapkan juga bukan cara satu-satunya untuk membuat hati terasa lega." Lirih Adel, setelah mengatakan itu, ia pergi, membiarkan bima tertidur dikamarnya, Adel memilih kamar lain saja untuk beristirahat.