RINJANI (Cinta sejati yang menemukannya)
jani seorang gadis yang terlahir dari keluarga yang berantakan, dirinya berubah menjadi sosok pendiam. berbanding terbalik dari sikap aslinya yang ceria dan penuh tawa.
hingga jani bertemu dengan seorang pria yang merubah hidupnya, jani di perkenalkan dengan dunia yang sama sekali belum pernah jani ketahui,jani juga menjalin sebuah hubungan yang sangat toxic dengan pria itu.
Dapatkah Jani terlepas dari hubungan toxic yang dia jalani? atau Jani akan selamanya terjebak dalam hubungan toxic nya itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AUTHORSESAD, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
POSESIF
Dengan tangannya yang di genggam terus oleh Ezra, kini Jani dan juga Ezra,mereka berdua berjalan menuju ruang kelas. Otak Jani terus berisik dengan segala sikap Ezra yang gampang berubah dengan cepat, apakah Ezra memiliki penyakit mental. Atau—memang Ezra memiliki kepribadian ganda. Atau memang Ezra yang lagi mood swing? Entahlah—namun sikap Ezra membuat Jani semakin berpikir ingin pergi dari Ezra.
"Yang—nanti aku ada latihan basket, kamu liat aku latihan ya" Ezra mengusap bahu Jani lembut.
Namun—Jani yang sedang melamun dan sibuk dengan pikirannya sendiri membuat Jani mengabaikan ucapan Ezra, hingga membuat Ezra kembali mencengkram bahu Jani kuat.
Ezra sangat tidak suka di abaikan apalagi—jika saat bicara seperti saat ini.
"Aws..... " Rintih Jani setengah kaget dan sakit.
"Melamun?" Ezra menjepit dagu Jani kuat.
Jani mendongakkan kepalanya Hingga mata mereka saling menatap, Jani menelan salivanya sedikit kasar dan susah. Dua kali Ezra bersikap sedikit kasar padanya. Dan itu terjadi dalam waktu berdekatan.
"T–tadi gue lagi mikir mau makan apa" Celetuk Jani sekenanya.
Tidak mungkin Jani akan mengatakan yang sebenarnya, jika Jani sedang kepikiran dengan sikap Ezra yang mudah berubah-ubah. Tentu tidak–Jani tidak mau Ezra akan semakin marah padanya.
"Makan?" Ezra menyipitkan matanya bingung "Kamu mau makan? belum sarapan? apa—kamu lapar?" Wajah Ezra yang tadinya memancarkan kekesalan kini berubah manis dan lembut.
Kontras dengan sikap Ezra yang tadi berada di gudang. Mata merah dengan sorot tajam di tambah suara yang datar dan tinggi, bahkan Ezra akan siap berbuat kasar padanya.
Jani mengangguk, sungguh dirinya tidak bisa menebak Ezra, kadang dia akan menjadi manis dan sedetik kemudian dia bisa menjadi sangat menakutkan.
"Kenapa nggak ngomong? mau sarapan dulu?" Tangan Ezra mengusap pipi merah alami Jani.
"Nggak usah, nanti aja." Jani tersenyum kaku "Bentar lagi kan kelas di mulai,kelas aja yok" Jani berusaha agar terlihat seperti gadis manis di hadapan Ezra.Bahkan Jani memasang senyum manisnya di wajahnya yang imut.
Jani nggak mau kalau sampai Ezra berubah marah lagi kayak tadi, Ezra mengangguk sebagai jawabnya, tangan Ezra merangkul bahu Jani dan membawa Jani menuju kelas mereka. Sesekali Ezra akan mengecup puncak kepala Jani, bahkan saat tatapan para cowok yang tidak sengaja melihat ke arah Jani akan di balas dengan tatapan menusuk dan tajam oleh Ezra.
Seakan Ezra adalah pemilik mutlak seluruh tubuh RINJANI dan tidak ada yang boleh melihat dan menatap Jani tanpa seijin dirinya.
"Hai.... Jan" Fita melambaikan tangannya saat melihat sahabatnya yang masuk ke dalam kelas.
Rinjani yang melihat itu langsung tersenyum manis dan ikut melambaikan tangannya, dengan kakinya yang melangkah ke arah Fita.
Seperti biasa Jani duduk di sebelah Fita dan Gibran, namun tangan Ezra menarik pergelangan tangan Jani agar Jani duduk lebih dekat dengan Ezra. Sungguh Ezra seakan tidak ingin jauh dari kekasihnya ini.
Fita yang melihat kelakuan Ezra hanya terdiam bingung, dengan gaya natural Fita sedikit mendekat pada Gibran yang sedang sibuk mencatat sesuatu di buku agendanya.
"Yang–mereka berdua.... " Ucap Fita sengaja di jeda.Tatapan Fita terus tertuju pada dua sosok yang kini sedang duduk di sudut. Lidah Fita menekan pipi dalamnya memberikan kode pada kekasihnya jika maksudnya adalah Ezra dan Jani.
Gibran yang terusik dengan pertanyaan dari kekasihnya itu langsung mengangkat wajahnya dan ikut melihat kemana arah pandang sang kekasih saat ini. Dan—rasa malas langsung terlihat jelas di wajah Gibran.
"Mereka pacaran" Ucap Gibran sedikit malas dan kembali melanjutkan mencatat.
Malas—Gibran sangat malas jika harus melihat kenyataan sahabatnya kini pacaran dengan Ezra, bagi Gibran Jani bukan sekedar sahabatnya Jani sudah Gibran anggap seperti adiknya sendiri. Namun—saat tau jika Jani dan Ezra berpacaran Gibran bisa apa?
Sedangkan Fita dia hanya melongo, tak percaya jika sahabatnya yang dia kenal tidak pernah membuka hatinya untuk pria, kali ini malah sudah pacaran dan lebih mengejutkan lagi Jani pacaran dengan Ezra, yang mana dia adalah pria MOSTWANTED di kampus ini.
Anak donatur utama, VICE CHAIRMAN geng motor terkenal, kapten basket, dan nilai plus wajah Ezra yang ganteng bak Idol K-pop. Bagaimana tentu Ezra sangat di gilai mahasiswi di sini apa lagi yang satu jurusan dengannya.
Berbeda dengan Fita yang malah merasa jika sahabatnya ini sangat beruntung, Gibran—dia malah semakin meremas bolpoin yang sedang dia gunakan mencatat, ada rasa bersalah darinya kenapa malam itu dirinya tidak bisa membawa Jani jauh dari Ezra.
'Semoga lo bisa dapetin bahagia lo bareng Ezra jan' Gibran membatin dengan tangannya yang terus mencatat.
Hingga tak berselang lama Pak Robby Dosen yang mengajar Sastra Bahasa masuk dengan tatapan siap membunuh mahasiswa yang berbuat onar di jam pelajaran nya. Pak Robby terkenal Dosen killer dan tidak sungkan langsung memberikan hukuman pada mahasiswanya yang melanggar aturannya.
Seketika suasana yang tadinya ramai kini berubah sunyi melihat Dosen killer yang sudah berdiri di depan siap untuk menjelaskan pelajarannya.
Berbeda dengan Jani yang memang sudah diam sedari tadi, mata Jani terus menatap ke tangannya sendiri yang sedari tadi di genggam oleh Ezra.
Ezra menggenggam tangan Jani terus hingga kini tangan Jani sudah terasa basah, namun—Ezra sama sekali tidak melepaskan genggamannya itu.
"Zra—" Bisik Jani pada Ezra, maklum di depan kelas sudah ada DOSEN yang sedang sibuk menjelaskan.
"Kenapa?" Mata Ezra langsung mengunci netra indah Jani.
"Bisa lepas? tangan gue gerah" Ucap Jani dengan takut-takut.
"Nggak" Suara Ezra pelan namun terdengar tegas.
"Tapi—gue susah nyatet nya kalau gini"
"Lo nggak suka tangan lo gue genggam?!" Sorot mata Ezra berubah sedikit tajam.
"Nggak gitu..... " Belum selesai Jani ngomong suara Ezra sudah mendominasi ruangan.
"TERUS APA!!!!!" Suara Ezra meninggi dengan tangannya yang menggebrak meja.
Jani sampai menutup matanya karena kaget, begitu juga dengan para mahasiswa dan mahasiswi yang tadinya tenang mencatat di buku mereka kini menatap pada Ezra dan Jani.
"Ezra, Jani kalau mau ribut silahkan keluar" Dosen yang sedang mengajar di depan menatap ke arah Ezra dan Jani dengan sedikit kesal.
Bagaimana tidak jika saat dirinya sedang mengajar dan menjelaskan dengan serius, dengan tidak sopannya mahasiswa nya ini malah membuat keributan.
Jani tertunduk diam. malu dan merasa takut dengan Dosen yang terkenal sangat killer untuk mata pelajaran nya ini.
Berbeda dengan Ezra yang malah menarik kasar tangan Jani dan membawanya keluar, dengan santainya Ezra membawa Jani melewati Dosennya yang juga sedikit bingung dan shock. Gibran yang melihat hal itu sedikit menegakkan tubuhnya, ingin mencegah Ezra namun di depan ada Dosen killer yang sedang menatap kesal. sedangkan Fita dirinya masih shock dengan sikap Ezra yang baru saja di lihatnya selama mereka dalam satu kelas.
Ezra menarik Jani sampai ke parkiran, ada beberapa mahasiswa dan mahasiswi yang sedang duduk santai di sana Sambil bercerita ringan, entah apa yang mereka ceritakan.
"Pergi" Titah Ezra dengan suara datarnya. Saat melihat di parkiran ada orang.
"PERGI GUE BILAAANGG!!!!!! ATAU—MAU GUE CONGKEL MATA KALIAN KALAU NGGAK MAU PERGI" Suara Ezra meninggi dengan nafas yang memburu.Matanya masih menatap marah pada Jani yang saat ini sedang menunduk.
Jani takut, namun sebenarnya dia lebih merasa malu dengan apa yang Ezra lakukan padanya. Menyeret dn menarik tangannya kasar, seperti sedang menarik hewan saja.
Ezra marah—karena Jani meminta dirinya melepaskan genggaman tangannya,yang benar saja Ezra–cuma lepas bentar, bentar loh.
Para mahasiswi dan mahasiswa tentu langsung pergi mendengar titah Ezra, tentu mereka tau siapa Ezra selain dia adalah anak donatur terbesar di kampusnya dia juga terkenal sebagai VICE CHAIRMAN geng motor yang terkenal di JAKARTA bahkan geng motor mereka termasuk geng motor yang di segani.
"Ezra..... sakit" Kembali Jani merasakan sakit pada pergelangan tangannya.
"Sakit?" Suara Ezra rendah namun terdengar sangat menakutkan. "KALAU NGGAK MAU GUE KASARIN NURUT APA MAU GUE DAN KATA GUE!!!!" Ezra bicara dengan suara keras tepat di depan wajah Jani.
Jani sampai sedikit memundurkan wajahnya dan menutup matanya takut. Ezra melepaskan tangan Jani dan mengusap wajahnya kasar, Ezra menatap Jani yang terlihat takut wajahnya terus tertunduk menatap aspal di parkiran.
"Jangan buat gue marah" Ezra menarik tubuh Jani dan memeluknya.
Tangan Ezra mengusap rambut panjang Jani lembut, sikapnya sudah berubah lembut pada Jani. Jani diam dan tanpa terasa buliran bening jatuh di pipi merah alami Jani, sungguh Jani terlalu takut dengan Ezra yang dengan mudah berubah sikapnya.
Dan—kenapa menjadi kekasih dari seorang EZRA BRAMASTA begitu sakit. Benarkah ini yang di namakan pacaran atau—.
Jani hanya bisa menahan isakannya agar tidak terdengar oleh Ezra, Jani takut jika tangisannya akan membuat Ezra marah.
******
◦•●◉✿ 𝐴𝑝𝑎𝑟𝑡𝑒𝑚𝑒𝑛𝑡 𝐸𝑟𝑙𝑎𝑛|12:30✿◉●•◦
Tubuh atletis Erlan kini terlihat menggigil dengan nafas yang memburu, dadanya naik turun dan keringat dingin yang keluar dari pelipis Erlan begitu banyak. Bibir sexy Erlan menggumamkan kalimat-kalimat ketakutan.
Erlan gelisah di dalam tidurnya,entah hal apa yang membuat tidur MAIN LEADER dari BLACK HUNTER ini begitu terlihat menyiksa. Seketika mata Erlan terbuka, seperti dirinya baru saja terlempar dari dunia yang menakutkan dan menyesakkan,Tatapannya kosong menatap Langit-langit kamarnya, nafasnya masih memburu dengan tangan yang mencengkram erat sisi ranjang.
Sedetik kemudian Erlan bisa mengendalikan deru nafasnya yang tadi memburu menjadi sedikit normal, Erlan melepas earphone Bluetooth yang sedari tadi terpasang di telinganya.
Sudah lama Erlan selalu memasang earphone untuk mendengarkan musik saat dirinya ingin tidur, kaki jenjangnya dia turunkan dari atas ranjang, dengan langkah lemas Erlan berjalan ke dalam kamar mandi dan membasuh wajahnya beberapa kali, kini dirinya menatap datar bayangannya yang terpantul dari cermin yang sedikit berembun.
Wajah tatapan yang masih basah menambah kesan dingin di wajahnya yang tegas, bahkan dirinya nampak seperti bayangan anime
"mimpi itu kenapa masih selalu datang?" Monolog Erlan dengan senyum smirk yang mengerikan.
Erlan beranjak keluar dari kamar mandi, tubuhnya yang SHIRTLES memperlihatkan tato bergambar burung elang di punggungnya yang tegap, tubuh atletis Erlan yang terlihat sexy kini di sandarkan pada sofa yang mengarah langsung keluar,Erlan duduk dengan mata dinginnya yang terus menatap nanar pada gedung-gedung yang menjulang tinggi.
Tatapan datar, dingin dan sangat misterius,entah apa yang sedang Erlan pikiran dan rasakan. hingga dering ponsel miliknya berbunyi.
DDDRRRTTT.........
DDDDDRRRRTTTT........
Erlan melihat pada layar ponselnya yang terdapat nama sahabatnya Damar.
"Kenapa?" Suara datar yang langsung terdengar dari sambutan Erlan.
"Ada yang nyerang Basecamp, Anak-anak udah gue suruh kumpul" Suara Damar terdengar serius.
"Sepuluh menit" Erlan langsung menutup panggilannya.
Erlan dengan tatapan dinginnya berjalan mengambil kaos hitam dan juga jaket ripped jeans yang tergeletak di tempat tidurnya.
Bagi Erlan—pantang orang luar menyentuh tempat nya. Apalagi sampai masuk dan membuat onar di tempat nya. Dan—hukuman bagi mereka yang berani menyentuh tempatnya adalah mati.
******
◦•●◉✿ 𝑤𝑎𝑟𝑢𝑛𝑔 𝑚𝑖𝑒 𝑎𝑦𝑎𝑚 𝑘𝑎𝑚𝑝𝑢𝑠|16:00✿◉●•◦
"Enak?" Erlan mengusap rambut Jani lembut.
Setelah drama mereka di parkiran, saat ini mereka sedang menikmati mie ayam yang ada di depan kampus mereka.
"Enak dong—mie ayamnya mang Maman kan emang udah jadi legend di kampus kita" Jani ngomong dengan mulut yang penuh dengan mie.
Ezra terkekeh melihat tingkah Jani yang sangat menggemaskan menurutnya. Tangan Ezra tak henti mengusap kepala Jani, meski Jani merasa malu namun Jani tidak bisa menolak, bisa marah nih maung kalau sampai Jani melarangnya mengusap kepala kayak gini.
"Kalau lo suka, tiap hari aja kita makan mie. Mau?"
"Ya jangan tiap hari juga, nanti yang ada usus gue jadi kayak mie" Jani tersenyum kecil menatap Ezra.
Jani suka Ezra yang seperti ini, bukan Ezra yang seperti saat di parkiran. Jani masih tidak tau harus bagaimana menghadapi sikap Ezra nantinya.
"Yang—" Ezra memanggil Jani yang kini malah sedang asik dengan pikirannya sendiri.
"Sayang—" Masih tidak ada jawabnya dari Jani.
"Jani—" Suara Ezra sedikit menggeram menahan emosi.
"RINJANI!!!!!! " Akhirnya amarah Ezra meluap juga.
Jani yang sedang bengong terlonjak hingga membuat gelas es tehnya tumpah, begitu juga dengan para mahasiswa dan mahasiswi yang sedang berada di situ ikut kaget.
Jani menoleh dan melihat wajah Ezra yang sudah berubah marah dengan sorot matanya yang tajam, namun—kali ini Jani tidak begitu merasa takut seperti saat pertama. Jani menarik nafasnya kasar dan mengusap pipi Ezra lembut.
"Maaf—tadi gue lagi kepikiran sesuatu" Ucap jani lembut.
"Mikirin apa?! sampai panggilan gue nggak lo denger?!" Suara Ezra masih terdengar datar.
"Mikir soal—" Bingung Jani harus jawab apa.
"Mikir apa!" Potong Ezra dengan suara menggeram kesal.
"Mikir nanti malam, mau ajak kamu jalan ke mana gitu. " Jani sedikit menggigit bibir bawahnya.
Jani tentu berbohong dan menjawab sekenanya, bahkan panggilan 'LO' tidak sadar Jani ganti dengan 'KAMU'
"Jalan?" Suara Ezra sedikit berubah, dengan senyum yang kini menghiasi bibirnya
Secepat itu sikap Ezra bisa berubah? Ezra merubah posisi duduknya dan melihat Jani dari samping.
"Nanti malam ke Basecamp aja, mau?" Ezra menyesap vapenya.
Seketika aroma buah tercium sangat menyengat di hidung Jani.
"Basecamp?" Jani sedikit berpikir.
Di Basecamp? kalau ada Erlan gimana? kalau Erlan lihat kebucinan Ezra dan bagaimana posesif nya Ezra gimana? Jani nggak mau Erlan tau, bahkan Jani takut kalau Erlan akan cemburu, padahal Jani nggak tau apakah Erlan suka sama dia atau tidak.Tapi.... Jani nggak mau kalau Erlan melihat Ezra yang bersikap manis padanya.
Mungkin jani sedang menjaga hati Erlan? mungkin ya.... baru mungkin.
"Jangan Basecamp" Jani menatap Ezra dengan tatapan yang dia buat se imut mungkin.
Gemas...... sungguh Ezra ingin membawa Jani masuk ke dalam kamarnya dan membuat Jani tak berdaya seperti Giselle, teringat Giselle, Ezra langsung terdiam ada rasa bersalah karena tidak mengantarkannya pulang tadi.
"Zra..... gimana? jangan ke Basecamp ya" Jani menepuk lengan Ezra lembut.
"Ya udah, nonton aja gimana?" Ezra kembali fokus pada Jani.
Masa bodoh dengan Giselle, tentu dirinya sekarang sudah pulang dengan selamat dan mungkin sedang tidur manis di atas kasurnya yang empuk.
"Oke, Lo jemput—" Suara Jani terhenti karena langsung di potong oleh Ezra.
"Kita ketemuan aja di luar" Potong Ezra dengan matanya yang sibuk menatap layar ponselnya.
"O–oke" Jani sedikit melirik Ezra.
Namun—Jani tidak mau ambil pusing, mungkin Ezra belum siap bertemu ibunya. Lagipula merea baru banget jadi kekasih kan. Jadi wajar kan ya.
"Ya udah—gue ada urusan, lo gimana?" Ezra memasukan ponselnya ke dalam saku celananya.
"G—gue...." Kembali ucapan Jani di potong oleh Ezra.
"Lo sama Fita kan?" Ezra menghabiskan es teh miliknya.
"I—iya" Jawab Jani bingung.
"Ya udah gue pergi dulu" Ezra mengecup puncak kepala Jani dan pergi berlalu meninggalkan Jani—sendiri.
Jani ter bengong dengan apa yang terjadi, dirinya ditinggal gitu aja, bahkan yang katanya Jani adalah pacar Ezra kini ditinggalin? Holy shit!!!!!!! Bahkan Jani nggak bawa kendaraan, dan saat Fita chat Jani dengan PE-DE ngomong kalau bakal pulang dengan Ezra. Tapi–ya Tuhan...... kenapa kenyataan selalu saja jauh dari ekspektasi.
Jani menundukkan wajahnya dan sedikit terkekeh dengan dirinya sendiri, hingga dia bangun dari tempatnya,dirinya berjalan mendekati Mang Maman yang sedang duduk di bawah pohon, kebiasaan Mang Maman kalau sudah agak sepi pembeli.
"Jadi berapa mang?" Suara Jani terdengar lirih dan lesu.
"Apanya neng?" Mang Maman yang sedang duduk menatap Jani bingung.
"Mie ayam dua, es teh dua"
"Owalah..... sudah di bayar neng sama mas Ezra tadi"
"Oh.... sudah ya" Mata Jani berbinar bak bintang Kejora.
Jani bisa bernafas lega karena tidak jadi mengeluarkan uang. Ya bukan pelit tapi Jani harus bisa berhemat demi kelangsungan hidupnya.
"Ya udah kalau gitu mang, makasih ya mang"
"Sama-sama neng"
Jani melenggang dari kedai mie ayam mang Maman, kini Jani harus rela berjalan kaki agar sampai di rumah tanpa harus mengeluarkan uang transportasi. Bayangkan uang Jani yang tinggal dua lembar dengan warna biru harus bertahan di dalam dompetnya sampai satu minggu ke depan.
Jani melangkahkan kakinya selangkah demi selangkah, meski pasti akan terasa jauh, namun—itu sudah biasa bagi Jani jika saat motor miliknya mogok, Jani akan berjalan kaki seperti sekarang ini.
Memang nasib orang tidak ada yang tau, dulu Jani hidup sangat berkecukupan bahkan bisa di katakan lebih, namun— sekarang Jani harus hidup serba terbatas.Bahkan—mungkin saat ini Jani bisa di bilang kekurangan.