Ketika hati mencoba berpaling.. namun takdir mempertemukan kita di waktu yang berbeda. Bahkan status kita pun berubah..
Akankah takdir mempermainkan kita kembali? ataukah justru takdir menunjukkan kuasanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SUNFLOWSIST, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
07. KEBUSUKAN SIGIT TERBONGKAR.
Tiga puluh menit kemudian, Dewi pun telah sampai di rumah lamanya. Dengan langkah cepatnya ia masuk ke dalam rumah itu. Sebuah rumah yang menjadi saksi perjuangan cintanya mendapatkan restu orang tuanya untuk menikah dengan pria yang dicintainya.
"Surat itu... Dimana aku menyimpannya?" ucapnya dengan nada penuh frustasi. Digeledahnya seluruh isi lemari yang berada di dalam kamarnya. Bahkan satu persatu baju ia periksa dan lempar ke sembarang arah.
"Brankas... Ya pasti masih ada di dalam brankas saat ini." Dewi pun bergegas mencari brankas yang sudah disembunyikannya sangat lama.
"Sial ... brankas itu sudah tidak ada. Apa yang harus aku lakukan Tuhan?" ucapnya dengan nada frustasi.
Perlahan air matanya mengalir tanpa bisa ia tahan. Hingga tanpa ia sadari pintu kamar itu telah terbuka lebar. Dua orang pengkhianat yang tak tahu diri tadi kini sudah berdiri di depannya dengan sorot matanya yang licik.
"Kau mencari ini?" ucapnya dengan menyeringai licik.
Di tangannya sudah ada selembar kertas yang telah Dewi cari. Surat Pengalihan perusahaan, sebuah surat yang ia sengaja ia buat untuk memberikan wewenang penuh kepada suaminya untuk mengelola perusahaan sewaktu ia hamil putrinya yang kedua.
"Namun sayangnya kamu terlambat untuk menyadari semuanya sayang. Cintamu terlalu buta untukku." ucapnya dengan senyum mengejeknya.
Dirobeknya berkas itu hingga tak bersisa di depan mata Dewi. "Kau lihat? Semuanya sudah tak bersisa. Karena semua aset milikmu sudah aku alihkan menjadi milikku. Ha.. Ha.. Ha.." tawa Sigit begitu menggema di dalam kamar itu.
"Tidak... Ini tidak mungkin... kamu pasti bohong mas... Kau bilang kepadaku kalau perusahaan sedang bangkrut tapi nyatanya itu hanya kebohonganmu saja. Jadi selama ini benar kata orang tuaku. Aku hanya memelihara seekor ular berbisa." teriak Dewi dengan begitu histeris seraya memukul dada Sigit.
Dengan cepat Siska menarik paksa rambut Dewi. Dihempaskannya tubuh ringkih itu hingga membentur tepi ranjang. Perlahan tapi pasti pandangannya mulai kabur hingga akhirnya dia pun tak sadarkan diri.
Sigit pun mendatangi Dewi yang tak sadarkan diri.
"Kita lihat apakah tua bangka itu masih bisa sombong kepadaku setelah tau putrinya sudah kehilangan perusahaannya."
Melihat kepergian majikannya yang sudah terlalu lama, Pak Jupri pun seketika panik. Dilihatnya ponselnya. Waktu sudah menunjukkan pukul 15.00. Dengan rasa penasaran akhirnya pak Jupri bergegas masuk ke dalam rumah itu.
"Nyonya... Nyonya..." panggilan Pak Jupri menggema di seluruh ruang tengah itu.
Tapi nihil. Tidak ada jawaban apapun. Sepi dan hening itulah nyatanya. Namun sesampainya di kamar utama ia melihat majikannya itu sudah tergeletak di lantai tidak sadarkan diri. Akhirnya pak Jupri pun membawa ibuku kerumah sakit terdekat.
* * *
Suara langkah kaki bersahut - sahutan memenuhi bangunan serba putih itu. Dengan langkah setengah berlari, aku dan adikku menyusuri lorong rumah sakit itu. Hingga di ujung lorong aku menemukan Pak Jupri dengan wajah paniknya.
"Ibu kenapa pak? Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa ibu bisa berada di rumah lama kami?" cecarku dengan kepanikan.
"Masuklah non.. Saya akan menjelaskannya di dalam."
Akhirnya Pak Jupri menceritakan semua aktivitas ibuku hari ini. Pergi kemana hingga menemui siapa. Aku hanya mampu menarik nafas beratku. "Apa ini ada sangkut pautnya dengan ayah, dek? Sebenarnya apa yang diinginkan ayah dari kita?" ucapku dengan penuh kekesalan.
"Sudahlah kak, sebaiknya kita fokus dengan kesehatan ibu terlebuh dahulu. Nanti setelah ibu sadar, coba kita tanya ke ibu sebenarnya apa yang sedang terjadi." ucap Embun dengan penuh ketegasan.
"Awas saja kalau terjadi apa - apa dengan ibu. Aku tidak akan segan - segan menguliti gundik ayah." ucapku dengan emosi yang meledak - ledak.
"Gundik? Apa maksud kamu tante siska, Nak?" tanya ibuku dengan suaranya yang lemah.
"Hemm... Bukan bu... Eh maksudku mungkin ibu salah dengar." Tak bisa ku pungkiri, aku pun panik melihat ibuka yang tiba - tiba siuman.
"Ceritakan kepada ibu sejujur - jujurnya Nay, apa selama ini kamu tahu tentang perselingkuhan ayahmu?"
"Maaf bu.. Sebenarnya semenjak ibu sakit, aku sering melihat ayah membawa gundiknya ke rumah. Mereka bermesraan layaknya suami istri. Dan itupun dilakukan oleh ayah di rumah kita." ucapku seraya menunduk malu.
Aku merasa malu kepada ibuku, aku yang secara sadar menutupi semua kebobrokan ayahku. Ibuku tak kuasa menahan tangis, orang yang dipilihnya sebagai pendamping hidupnya ternyata hanyalah sampah. Sampah yang seharusnya ia buang bukan malah dipelihara.
"Nak .. jangan pernah menceritakan semua kejadian ini kepada kakekmu. Ibu tidak mau kakekmu kepikiran dengan semua ini. Cukup ibu saja yang menanggung semua penyesalan ini." ucap Ibuku dengan suaranya yang lirih..
Akhirnya semua hal yang terjadi kepada ibu hari ini sepakat kami tutupi dari kakek. Biarkan semuanya menjadi rahasia keluarga kecil kami. Rahasia yang akan kami tutup rapat selamanya.