NovelToon NovelToon
Pengganti Yang Mengisi Hati

Pengganti Yang Mengisi Hati

Status: sedang berlangsung
Genre:Pengantin Pengganti / Pengganti / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Cinta Seiring Waktu / Mengubah Takdir / Tukar Pasangan
Popularitas:460
Nilai: 5
Nama Author: Vanesa Fidelika

Seharusnya hari itu jadi momen terindah bagi Tiny—gaun putih sudah terpakai, tamu sudah hadir, dan akad tinggal menunggu hitungan menit.
Tapi calon pengantin pria... justru menghilang tanpa kabar.

Di tengah keheningan yang mencekam, sang ayah mengusulkan sesuatu yang tak masuk akal: Xion—seseorang yang tak pernah Tiny bayangkan—diminta menggantikan posisi di pelaminan.

Akankah pernikahan darurat ini membawa luka yang lebih dalam, atau justru jalan takdir yang diam-diam mengisi hatinya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vanesa Fidelika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 7: Tiga Bulan?

   Seketika...

   Suara sahut-sahutan “SAH” menggema dari para saksi.

   Beberapa kerabat dekat mulai terisak.

   Mama Ina menunduk, menahan tangis. Alicia memeluk bahu ibunya erat.

   Tiny hanya bisa memejamkan mata. Ia kini... telah resmi menjadi istri.

   Bukan dari pria yang ia duga semalam. Tapi dari seseorang yang... dengan segala tenang dan hormatnya, datang menggenggam ketika semua melepaskan.

   Xion menoleh perlahan.

   Dan untuk pertama kalinya hari itu... Tiny tersenyum kecil padanya.

   Jujur, Xion tak pernah merancang ini. Tak pernah membayangkan hari ini akan jadi miliknya.

   Tapi kini—tanggung jawab itu telah diletakkan di pundaknya.

   Ia mengangkat wajahnya pelan, menatap Tiny dengan sorot baru.

   Bukan sekadar ipar, bukan sahabat dari adiknya, bukan adik dari sahabat kakaknya, Tapi... istri. Penjaga hatinya.

   Tiny menatap balik, perlahan. Ada sisa air mata di pelupuknya.

   Sementara itu, dari kejauhan—di deretan tamu—ketiga bocah: Aneley, Elvan dan Elvi, kini duduk diam di pangkuan masing-masing orang tuanya. Mereka tak paham semua yang terjadi, yang mereka tahu hanya... hari ini spesial.

   Hari ini... Tiny dan Xion resmi menjadi suami istri.

°°°°

   Siang itu terasa lama.

   Tiny duduk di tepi kasur kamar tamu—bukan kamarnya sendiri. Kamar yang biasa ia huni masih berantakan, belum sempat ditata ulang setelah hiruk pikuk persiapan. Apalagi setelah pagi yang... berubah arah tanpa peringatan.

   Ia menyandarkan punggung ke dinding, menatap langit-langit yang sunyi.

   Tangannya memegang ponsel. Masih halaman kontak yang sama. Masih nama yang sama di sana: Andika.

   Ia menekan tombol panggil sekali lagi.

   Nada sambung.

   Sekali... dua kali...

   Dan lagi-lagi, tidak diangkat.

   Tiny menurunkan tangannya perlahan, lalu membenamkan wajahnya ke lutut. Isaknya keluar—halus, rapat, nyaris tak terdengar. Tapi tetap saja perih.

   Di luar, keluarganya masih berkumpul. Tamu-tamu sudah pulang.

   Lilin-lilin dekorasi sudah mulai dilepas. Kursi-kursi dilipat kembali. Pernikahan sudah selesai.

   Namun di hatinya, ada yang belum sempat dimulai.

   Tiny masih menangis dalam diam saat mendengar suara gagang pintu diputar pelan. Ia cepat-cepat menyeka pipinya dan menoleh.

   Seorang pria berdiri di sana.

   Xion. Suaminya.

   Pria berkacamata itu berdiri dengan tenang di ambang pintu. Tak ada senyum. Tapi matanya tidak keras. Hanya... hati-hati.

   Tiny berusaha tersenyum kecil. Kaku, tapi tulus.

  Xion membalas senyum Tiny—senyum kecil yang terasa canggung, tapi menyiratkan ketulusan yang dalam. Gadis itu... bukan, istrinya sekarang, duduk di ujung ranjang dengan mata sedikit bengkak tapi tetap memancarkan sesuatu yang lembut.

   Sesuatu yang membuat Xion sendiri menahan napas sejenak sebelum bicara. “Mama sama Papa... suruh kumpul di ruang keluarga,” ucapnya datar, pelan.

   Tidak ada tekanan. Tidak juga harapan.

   Hanya sebuah pernyataan, seperti orang yang tahu bahwa hari ini... semua orang butuh ruang masing-masing, termasuk dirinya.

   Xion berbalik. Langkahnya menuju pintu. Ia bahkan belum benar-benar masuk ke kamar itu—hanya berdiri sebentar di ambang, cukup untuk menyampaikan pesan.

   Namun langkahnya terhenti saat mendengar suara itu.

   “Bang Xion... bentar.”

   Ia menoleh pelan.

   Nada itu... masih nada yang sama. Nada khas Tiny.

   Cemprengnya masih ada—meski kini diiringi sisa tangis dan sedikit getar.

Kontras sekali dengan suara berat milik Xion yang biasa hanya dipakai seperlunya.

   Ia diam. Menatapnya.

   Tiny bangkit perlahan dari duduknya, merapikan bagian bawah gaunnya yang sudah sedikit kusut, lalu berdiri.

   “Kita... bareng aja turunnya,” katanya lagi.

   Mata mereka bertemu dalam diam.

   Dan saat itu, Xion hanya mengangguk. Tidak menjawab apa-apa. Tapi langkahnya tertahan di ambang pintu, memberinya tempat di sisi.

   Tiny menyusul—langkahnya pelan, tapi tidak ragu. Tangannya bahkan sempat menyentuh kusen pintu untuk menjaga keseimbangan. Lalu berdiri sejajar dengannya.

   Dua orang.

   Satu hari.

   Satu pernikahan.

   Yang tidak pernah mereka rencanakan, tapi kini sedang mereka jalani... bersama.

   Dan mereka pun turun bersama.

°°°°

   Ketika Tiny dan Xion muncul dari tangga, semua pasang mata langsung tertuju. Namun dari semuanya, Mama Laura adalah yang pertama tersenyum. Senyum lembut yang membawa sedikit kehangatan di tengah situasi penuh tanya ini.

   Ia melangkah pelan, menepuk tangan Tiny, lalu berkata, “Sini duduk dulu, Sayang.”

   Tiny pun duduk di samping Mama Ina, sementara Xion duduk di samping Rion, seperti biasa. Posisi itu memang tak pernah berubah dalam banyak momen keluarga. Tapi hari ini, artinya lain. Mereka duduk sebagai pasangan suami istri.

   Saling terdiam. Saling menahan napas.

   Hingga akhirnya, Xion membuka suara. “Kenapa, Ma?” tanyanya, langsung menatap sang Ibu—Mama Laura.

   Namun sebelum sang ibu sempat menjawab, suara yang berbeda masuk menggantikan.

   Papa Ali.

   Biasanya pria ini santai, penuh humor—selalu jadi penyeimbang suasana. Tapi kali ini, suaranya berat dan nadanya tegas. Tidak marah. Tapi serius.

   “Papa sepakat sama Mama,” katanya. “Dan juga sama Mertua kamu.”

   Tiny menoleh pelan ke arah Papa Rudy. Ayahnya hanya mengangguk tipis, membenarkan.

   Papa Ali melanjutkan. “Kami semua sepakat, pernikahan ini terlalu mendadak. Kalian berdua bahkan nggak punya waktu buat ngobrol berdua sebelum akad tadi.”

   Ia berhenti sebentar, menatap Xion, lalu ke Tiny.

   “Jadi... kami kasih waktu tiga bulan. Kalian tinggal, kenal lebih dekat, jalani pernikahan ini.”

   Semua orang menahan napas. Tidak ada yang menyela.

   “Kalau dalam tiga bulan kalian nggak nyaman, nggak cocok, atau... merasa ini bukan jalan kalian, kalian boleh pisah. Cerai.”

   Tiny sontak menunduk. Bukan karena malu, tapi karena hatinya seperti ditarik paksa ke dua arah. Ia menikah hari ini. Tapi di saat yang sama, ia juga sudah diberi jalan untuk selesai... bahkan sebelum benar-benar mulai.

   Xion menatap Papa Ali beberapa detik. “Kalau kami nyaman?” tanyanya pelan.

   Papa Ali tersenyum tipis—senyum serius, bukan main-main. “Kalau kalian nyaman... ya lanjut. Kita restuin sepenuhnya.”

   Suasana kembali hening.

   Tiny mengepalkan tangannya di pangkuan. Xion menatap ke depan—tidak pada siapa-siapa, tapi jelas memikirkan sesuatu yang dalam.

   Mama Laura memperhatikan dengan seksama menantu barunya. Tiny—gadis yang ia kenal sangat ceria, spontan, bahkan sering bertingkah konyol bersama putri bungsunya, Diva—kini duduk diam. Seolah kehilangan satu sisi dari dirinya sendiri.

   Hatinya tergerak. Bukan sebagai mertua, tapi sebagai seorang ibu.

   Ia menyentuh ringan punggung tangan Tiny. “Sayang,” panggilnya pelan. “Kalian bisa bicarain dulu berdua, ya? Jangan terburu-buru ambil keputusan. Nikah itu... lebih banyak soal waktu, bukan secepat apa yakin datang.”

   Tiny mengangkat wajahnya, menatap wanita paruh baya itu. Sorot matanya tak secerah biasanya, tapi dalamnya... masih ada hormat, ada haru, ada luka kecil yang belum sembuh.

   Ia mengangguk pelan. “Iya, Ma... makasih.”

   Lalu ia menoleh ke semua yang ada di ruangan, sebelum berkata, “Boleh aku ke taman belakang sebentar?”

   Semua langsung mengangguk, tanpa perlu bertanya kenapa.

   Mama Ina hanya berkata, “Iya, Sayang... ambil waktu kamu.”

   Papa Rudy menoleh sebentar ke istrinya, lalu ke Tiny. Tak berkata apa-apa, hanya memberi isyarat lewat tatapan: Papa ngerti.

   Tiny pun bangkit perlahan dari sofa. Veil tipis yang masih tersampir di kepala sudah ia lepas sejak tadi. Gaun putihnya tetap ia pakai, meski sedikit lelah tergantung di pundaknya.

   Langkahnya ringan—tapi tidak bahagia.

   Langkah orang yang sedang mencoba memahami ulang nasibnya sendiri.

   Ia menuju pintu belakang, melangkah keluar ke taman yang sejak kecil ia kenal sebagai tempat pelarian.

   Tiny duduk di kursi ayunan kayu, yang sejak remaja sering ia pakai untuk menyendiri.

   Ia menyandarkan kepala ke tali sisi kanan, dan... akhirnya membiarkan dirinya menangis dalam diam.

   Bukan karena menyesal menikah. Tapi karena hatinya... belum selesai mencintai orang yang menghilang tanpa alasan.

   Malam sudah turun sempurna.

   Suara orang di luar bersahut-sahutan, tapi kamar Tiny begitu hening. Di atas kasur, ia berbaring menyamping, menatap layar ponselnya yang dingin dan kosong.

   Notifikasi tak ada. Roomchat-nya dengan Andika masih berhenti di status yang sama: centang satu.

   Bisu. Beku.

   Tiny mengusap layar pelan.

   Bibirnya mengerucut sedikit, tapi bukan untuk senyum—melainkan untuk menahan ribuan pertanyaan yang tidak bisa ia jawab sendiri.

   “Kenapa kamu ngilang gitu aja, Ndi...” bisiknya nyaris tak terdengar.

   Ia berpikir... mungkinkah ini bagian dari rencana? Tapi untuk apa?

1
Arisu75
Alur yang menarik
Vanesa Fidelika: makasih kak..

btw, ada novel tentang Rez Layla dan Gery Alicia lho..

bisa cek di..
Senyum dibalik masa depan, Fizz*novel
Potret yang mengubah segalanya, wat*pad
total 1 replies
Aiko
Gak bisa dijelaskan dengan kata-kata betapa keren penulisan cerita ini, continue the good work!
Vanesa Fidelika: aa seneng banget..makasih udah mau mampir kak. hehe

btw ada kisah Rez Layla dan juga Gery Alicia kok. silakan mampir kalau ada waktu..

Senyum Dibalik Masa Depan👉Fi*zonovel
Potret Yang Mengubah Segalanya👉Wat*pad
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!