NovelToon NovelToon
Mencari Suami Untuk Mama

Mencari Suami Untuk Mama

Status: sedang berlangsung
Genre:One Night Stand / Single Mom / Anak Genius / Hamil di luar nikah / Anak Kembar / Crazy Rich/Konglomerat
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: Alesha Aqira

Alia adalah gadis sederhana yang hidup bersama ibu kandungnya. Ia terjebak dalam kondisi putus asa saat ibunya jatuh koma dan membutuhkan operasi seharga 140 juta rupiah.

Di tengah keputusasaan itu, Mery, sang kakak tiri, menawarkan jalan keluar:

"Kalau kamu nggak ada uang buat operasi ibu, dia bakal mati di jalanan... Gantikan aku tidur dengan pria kaya itu. Aku kasih kamu 140 juta. Deal?"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alesha Aqira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 7 MSUM

"Anak ini... mirip sekali denganku," batin Leonardo, masih menatap wajah bocah yang berdiri di sebelahnya.

Sementara itu, Arel menatap Leonardo tanpa berkedip. Matanya mulai berkaca-kaca, seolah baru saja menemukan sesuatu yang selama ini ia cari.

"Papa…" ucap Arel pelan, suaranya bergetar. "Papa, akhirnya aku menemukanmu!"

Leonardo terkejut, alisnya berkerut dalam.

"Hei, Nak… kamu salah orang. Aku bukan papamu," katanya dengan nada bingung, berusaha menjaga jarak.

Namun Arel menggeleng kuat.

"Kamu itu mirip sekali denganku. Mama selalu bilang wajahku ini beda dari Mama dan Alya. Aku tahu... aku tahu pasti kamu papaku!"

"Aneh… kenapa aku merasa dekat dengan anak ini? Tapi… nggak mungkin anak ini anakku," batin Leonardo, menatap Arel dengan sorot bingung. "Karena setelah kejadian enam tahun lalu dengan Mery, aku tidak dekat dengan wanita manapun lagi."

"Huh, Nak… kamu ini salah orang. Aku bukan papamu," kata Leonardo, berusaha menjelaskan dengan nada lembut tapi tegas.

"Tidak! Kamu itu papaku!" sahut Arel mantap.

Leonardo menghela napas panjang. "Heh… lupakan saja. Di mana ibumu? Biar aku bantu cari. Ibumu pasti mencemaskanmu. Ibumu pasti tahu di mana papamu."

Arel menunduk, suaranya pelan namun jelas. "Mamah nggak mau ngasih tahu aku siapa papaku."

"Apa?" Leonardo menatapnya kaget.

"Nggak apa-apa, Papa. Aku akan ikut Papa saja. Ayo kita berdua cari Mama!"

"Tunggu, Nak!" Leonardo mulai cemas. "Aku ulangi sekali lagi. Aku bukan—"

"Aku nggak salah," kata Arel dalam hati, "Dia ini memang papaku. Nanti saat bertemu Mama, akan ku pastikan aku benar."

Leonardo menghela napas, akhirnya berkata, "Huh… lupakan. Ayo cari ibumu."

"Papa, Papa! Cepat, Mama ada di sana!" teriak Arel sambil menunjuk ke arah mesin capit yang tak jauh dari tempat mereka berdiri.

"Hei, Nak! Jangan lari-lari. Hati-hati, mengerti?" sahut Leonardo, setengah panik namun tak mampu menyembunyikan senyumnya.

"Iya, Papa!" jawab Arel cepat.

"Tunggu sebentar, aku angkat telepon dulu," kata Leonardo sambil meraih ponselnya yang berdering. "Halo?"

"Papa, Papa! Tunggu di sini ya. Aku mau panggil Mama dan adikku dulu!" seru Arel lagi sebelum berlari kecil menuju arah Alia dan Alya.

Leonardo hanya menganggukkan kepalanya sambil menjawab panggilan telepon di tangan.

"Barusan kamu bilang, kamu temukan apa?"

"Saya menemukan dalang di balik orang yang mencelakai Anda pada saat malam itu," sahut suara di seberang telepon.

"Global Holdings yang memerintahkan mereka untuk mencelakai Anda. Apakah Anda ingin melihat buktinya?"

Leonardo terdiam. Sorot matanya mengeras, tangan yang memegang ponsel mengepal.

Sementara itu, dari kejauhan, suara Arel terdengar riang.

"Mama! Mama!" teriak Arel

"Aku sudah bawa anak itu ketemu ibunya, jadi tidak apa-apa kalau ditinggalkan," ucap Leonardo pelan, seolah berbicara kepada dirinya sendiri.

"Baik, jemput aku di Central Park," katanya lagi kepada Diego di ujung telepon, sebelum menutupnya

"Mamah! Mamah! Aku ketemu Papa!"

"Arel, kamu bilang apa? Papa siapa?" tanya Alia heran.

"Mama, aku tak sengaja ketemu papaku di toilet! Aku dan Papa terlihat mirip. Aku juga ajak Papanya ke sini."

"Cepat lihat, dia ada di sana… Eh? Mana Papaku?" Arel celingukan, mencari-cari.

Alia terdiam sesaat, lalu menarik napas panjang.

"Ayahnya anak-anak… kebetulan sekali, tepat saat aku kembali ke sini…" gumamnya pelan. Tapi kemudian wajahnya kembali serius.

"Apa Arel sudah ketemu pria tua itu? Nggak mungkin… Arel pasti salah orang."

"Sayang," ujar Alia lembut sambil berlutut, menatap Arel, "Mama sudah bilang, kan? Papamu bekerja di tempat yang sangat jauh. Tunggu kamu dan adikmu besar, Papamu pasti akan pulang menemui kita."

"Tadi kamu pasti salah orang."

"Aku nggak salah orang! Itu Papaku!" sahut Arel keras kepala.

"Kalau mama benar-benar nggak percaya, ayo aku tunjukkan!" Ia menarik tangan Alia dan Alya.

"Tadi dia ada di sini… kemana ya Papa sekarang?" gumamnya panik, menatap sekeliling.

"Sayang, itu bukan Papamu. Kamu salah orang," ujar Alia, berusaha menenangkan.

Namun jauh di dalam hatinya, Alia mulai merasa gelisah. Kata-kata Arel, keyakinannya, dan tatapan polosnya—semua terasa terlalu nyata untuk dianggap kebetulan.

Saat akan menaiki mobil untuk pergi dari mal, sekelebat bayangan melintas di benak Leonardo.

"Kamu itu Papaku…"

"Papa… Papa tunggu di sini ya. Aku mau panggil Mama dan adikku dulu."

Leonardo menghela napas panjang. Ada sesuatu dalam tatapan mata anak itu yang terus membekas.

Dia segera mengeluarkan ponsel dan menekan nomor cepat.

"Diego, lima belas menit yang lalu, di toilet mal lantai dua, seorang anak laki-laki keluar bersama saya. Aku mau informasi lengkap tentang anak itu. Cari tahu siapa dia."

"Baik, Pak. Akan segera saya selidiki."

Leonardo menatap kosong ke luar jendela mobil yang mulai melaju.

"Muach, muach."

Alia mengecup kening anak-anaknya satu per satu.

"Tidur yang nyenyak, sayang."

"Iya, Mamah."

Ia menyodorkan segelas susu hangat.

"Minum dulu."

Setelah menatap wajah anak-anaknya yang mulai terlelap, Alia menarik selimut anak-anak nya dan mematikan lampu  hanya tersisa lampu tidur saja. Alia kemudian melangkah ke ruang kerjanya, untuk menemui Melia.

"Kelihatannya  kamu bahagia sekali hari ini, tanya alia ke Meila sambil membuka laptop.

"Pameran dalam negerimu sukses besar, Al. Baru-baru ini, sekelompok wanita kaya datang ke kantor. Mereka mengagumi karya-karyamu dan ingin memesan desain perhiasan khusus. Merek Klastel yang kita buat bisa dibilang sudah punya pasar dalam negeri. Al, selamat! Usahamu membuahkan hasil."

"Terima kasih banyak. Semuanya berkat usahamu juga," sahut Alia

"Al, langkah pertama dalam karirmu sudah tercapai. Jadi, selanjutnya kamu mau apa?" tanya Meila sambil menyender di sofa ruang kerja Alia.

"Awalnya aku ke sini untuk membalaskan dendamku ke keluarga Milen. Tapi ini belum waktunya. Aku harus punya posisi yang lebih kuat dulu."

Meila menatap Alia, lalu berkata dengan suara lebih pelan,

"Apa kamu pernah berpikir untuk bertemu dengan ayahnya anak-anak?"

Alia menggeleng cepat.

"Nggak pernah."

"Alya selalu bertanya siapa ayahnya. Sekarang mungkin anak-anak masih bisa dibohongi, tapi mereka akan bertambah dewasa. Kamu nggak bakal bisa bohongi mereka terus."

Alia terdiam. Pandangannya menatap kosong ke arah jendela.

"Aku harus tetap sembunyikan fakta tentang ayah mereka. Aku bahkan nggak tahu siapa pria di malam itu. Pria yang membuat Mery membayarku 150 juta untuk satu malam dengannya, pasti bukan pria yang baik,"

"Aku nggak boleh biarkan dia tahu keberadaan anak-anak." gumamnya dalam hati.

"Al, ini untukmu."

Alia menerima sebuah amplop putih elegan dari Meila. Matanya menatap bingung sebelum akhirnya membukanya.

"Apa ini?"

"Undangan ke pesta Pak Bram Sanjaya. Katanya, dia sangat tertarik dengan koleksi perhiasanmu yang terakhir."

1
Evi Lusiana
giliran nengok muka ke duany mirip
Mericy Setyaningrum
Ya Allah ada nama aku hehe
Ermintrude
Gak bisa berhenti!
Mashiro Shiina
Terharu, ada momen-momen yang bikin aku ngerasa dekat banget dengan tokoh-tokohnya.
filzah
Sumpah baper! 😭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!