NovelToon NovelToon
Rojali Dan Ratih

Rojali Dan Ratih

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Ilmu Kanuragan
Popularitas:7.6k
Nilai: 5
Nama Author: SOPYAN KAMALGrab

"kamu pembawa sial tidak pantas menikah dengan anakku" ucap Romlah
"aku sudah mempersiapkan pernikahan ini selama 5 tahun, Bagaimana dengan kluargaku" jawab Ratih
"tenang saja Ratih aku sudah mempersiapkan jodohmu" ucap Narti
dan kemudian munculah seorang pria berambut gondrong seperti orang gila
"diakan orang gila yang suka aku kasih makan, masa aku harus menikah dengan dia" jawab Ratih kesal
dan tanpa Ratih tahu kalau Rojali adalah pendekar no 1 di gunung Galunggung

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SOPYAN KAMALGrab, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

rr 7

aSuasana tegang menyelimuti meja makan. Ketegangan menggantung di udara seperti awan badai yang siap meledak.

“Suruh siapa kamu duduk di sini?” bentak Narti tajam, nadanya menusuk seperti pisau.

Rojali menoleh pelan, wajahnya tetap tenang. “Loh, kenapa aku gak boleh duduk? Bukankah aku menantu di rumah ini?”

“Kamu tidak pantas makan bersama kami!” jawab Narti, penuh amarah.

“Kenapa?” Rojali tetap tenang, matanya menatap lurus.

“Karena kamu suami Ratih.”

“Kalau aku suami Ratih, terus kenapa?” suaranya meninggi sedikit, namun belum meledak.

Narti mengepalkan tangan, rahangnya mengeras. “Ratih itu pembawa sial! Kalau dia makan bersama kami, maka celaka akan menimpa keluarga ini!”

“Tidak masuk akal, Bu. Orang lain sudah terbang ke luar angkasa, Ibu masih percaya hal seperti itu?” Rojali menjawab dingin.

“Diam kamu!” bentak Narti keras.

“Kamu cuma gembel tidak waras! Tidak punya hak membantah aku!”

“Ibu yang tidak waras. Percaya pada ramalan dan takhayul, bukan logika.” balas Rojali, suaranya tajam bagai pisau.

Ratih memegang tangan Rojali, berharap bisa meredam api yang mulai membakar suasana. Ia hanya ingin hari pertamanya sebagai istri berjalan damai. Tapi Narti tidak memberi ruang untuk kedamaian.

“Ramalan tentang Ratih selalu benar. Dia anak pembawa sial! Lahir, ibunya meninggal. Bapaknya dibuang dari keluarga Wiratama. Setelah menikah denganku, aku diusir dari keluarga Jayanti. Aku sudah konsultasi dengan orang pintar. Satu-satunya cara adalah menyisihkannya.” Ucapan Narti penuh keyakinan buta.

Rojali menatap tajam. “Ibu percaya ramalan?”

“Aku tidak ingin percaya, tapi kenyataan memaksaku! Dan menikahkan dia dengan orang seperti kamu adalah bentuk perlindungan kami. Kamu penangkal sial itu.”

“Jadi menurut Ibu aku ini seperti... jimat?” Rojali mendengus.

“Kamu tahu kenapa aku nikahkan kamu dengan Ratih, ha?” Nada suara Narti penuh sindiran.

“Karena aku tampan dan baik hati?” senyum tipis terukir di wajah Rojali, mengejek.

Narti mendecih. “Kepercayaan dirimu terlalu tinggi. Justru karena kamu itu sama sialnya! Jadi harus disatukan.”

“Jadi ini ajaran Guru Agung yang sering Ibu banggakan itu?” tanya Rojali, nadanya menyelidik.

“Jangan songong! Nama beliau tak pantas disebut olehmu!” hardik Narti, matanya menyala.

“Sudahlah, Bu. Sekarang mari kita bertaruh.” ujar Rojali mendadak.

Narti menyipitkan mata. “Bertaruh apa?”

“Jika ramalanku benar, maka izinkan aku dan Ratih makan bersama kalian. Jika meleset, aku dan Ratih akan bekerja seumur hidup untuk Ibu.”

Ratih menggenggam lengan suaminya erat. Tubuhnya gemetar. Ia sudah cukup lama bersabar atas perlakuan ibu tirinya. Satu-satunya harapannya adalah ayahnya yang sedang sakit. Jika sang ayah sembuh, ia akan pergi jauh dari wanita kejam itu. Tapi taruhan Rojali... terlalu berisiko.

“Oke. Apa ramalanmu?” tantang Narti, angkuh.

Rojali menatap lurus. “Aku meramalkan dalam hitungan lima puluh ketukan, Ibu tidak akan bisa berjalan.”

Narti tertawa sinis. “Omong kosong! Aku jaga makanan dan olahraga. Aku masih sehat bugar!”

“Ibu berani? Kalau berani, salaman dulu.”

“Dasar anak bodoh. Bersiaplah jadi budakku seumur hidup!” ejek Narti, menjabat tangan Rojali.

Begitu tangan mereka berpisah, Rojali bergerak cepat. Dengan gerakan halus dan nyaris tak terlihat, ia menyentuh lutut Narti—sebuah titik akupresur mematikan yang membuat otot-otot kaki Narti perlahan-lahan kehilangan fungsi.

Sepuluh detik... dua puluh... tiga puluh...

Narti mulai cemas. Kakinya terasa berat.

Empat puluh... empat puluh lima...

“Hahaha! Dasar pembohong!” tawa Narti meledak. “Lihat aku, baik-baik saja, bukan?”

Ratih menggigit bibir, frustrasi. Taruhan suaminya barusan bisa memperpanjang penderitaannya.

“Aku tidak bohong,” ujar Rojali tenang. “Coba saja, Ibu berdiri.”

Narti tersenyum mengejek. “Dasar bodoh! Lihat sendiri—bahkan aku akan menendang pantatmu sekarang juga!”

Ia bangkit dari duduknya dengan penuh percaya diri—namun tiba-tiba—

“Bruk!”

Tubuhnya terjerembab ke lantai. Semua terkejut.

“Ke... kenapa dengan lututku?” Narti panik. Tidak ada rasa sakit, tapi kedua betisnya seperti kehilangan tulang dan otot. Tubuhnya tak bisa menopang.

“Ibu!” Sinta langsung mendekat dengan wajah cemas.

Narti mencoba berdiri lagi, namun kembali jatuh. Napasnya mulai memburu.

“K... kamu yang melakukannya?!” tuduhnya dengan suara gemetar, menunjuk Rojali.

Rojali mengangkat kedua tangannya, senyum tipis menghiasi wajahnya. “Astaga, Ibu. Dari tadi aku duduk di sini. Apa aku terlihat menyentuh Ibu?”

“Lalu kenapa aku begini?!” seru Narti histeris.

“Aku bisa meramal,” ucap Rojali datar. “Dari wajah seseorang saja, aku tahu apakah dia akan sial atau beruntung.”

Berikut versi perbaikannya dengan lebih dari 350 kata, emosi yang lebih tegang dan dramatis, serta penguatan pada konflik dan tindakan tokoh-tokohnya:

“Omong kosong!” bentak Narti, wajahnya memerah menahan malu dan marah.

“Ibu boleh bilang begitu,” jawab Rojali dingin, suaranya tajam seperti belati. “Tapi kenyataannya sekarang, Ibu tidak bisa berdiri.”

Narti menatapnya nanar, wajahnya berubah dari marah menjadi bingung, lalu ketakutan. “Lalu... apakah aku bisa sembuh?” suaranya melemah, penuh frustrasi.

“Ya, tentu. Bukankah Ibu punya Guru Agung?” Rojali menatap tajam. “Panggil saja dia. Kalau dia bisa meramalkan kesialan, pasti dia punya antisipasinya. Bukankah semua keputusan Ibu terhadap Ratih selama ini juga atas dasar ‘antisipasi’?”

Sinta dan Ratih mendekat. Dengan cepat mereka menopang tubuh Narti. Walaupun awalnya Narti berusaha menolak disentuh oleh Ratih, tubuhnya yang lemas tak mampu menolak bantuan siapa pun—termasuk dari anak tiri yang selama ini ia hina.

Sinta mengernyit, kewalahan menopang berat tubuh ibunya. Anehnya, Ratih justru merasa ringan saat memapah Narti menuju tempat tidur. Bahkan langkahnya pun terasa enteng.

Setelah duduk, Narti kembali menatap kosong. “Sekarang aku harus bagaimana?”

“Hubungi Guru Agung Ibu,” ucap Rojali enteng sambil menyilangkan tangan dan menyandarkan tubuh ke dinding.

“Sialan... mana ada Guru Agung,” gumam Narti dalam hati, panik. “Itu cuma trik untuk menipu Karman dan Ratih. Aku bahkan belum siapkan petasan dan asap.”

“Bagaimana, Bu? Bisa dipanggil sekarang? Kalau tidak datang, mulai hari ini Ibu jangan percaya lagi pada ramalan-ramalan palsu itu,” tantang Rojali tajam.

“Bising!” bentak Narti. “Guru Agung tak bisa datang sembarangan! Harus dipanggil jauh-jauh hari,” dalihnya terburu-buru.

Rojali mendekat satu langkah, senyumnya mengejek. “Bagaimana bisa seseorang yang masih terikat ruang dan waktu meramal masa depan?”

Narti menoleh ke arah putrinya. “Sinta...” panggilnya pelan.

Sinta mendekat. “Ada apa, Bu?”

Narti berbisik di telinga anaknya. Wajah Sinta tampak ragu sejenak, lalu mengangguk pelan.

“Sinta akan melakukan ritual,” ucap Narti tiba-tiba. “Tunggulah... dia pasti datang.”

Namun tatapan matanya gemetar. Suara percaya dirinya tinggal bayang. Kini, dia benar-benar berharap kebohongan yang selama ini ia bangun bisa menyelamatkannya dari nasib yang mulai terasa nyata.

“Duar!” Sebuah ledakan mengguncang halaman, asap putih mengepul tebal.

“Lihatlah! Anakku mewarisi ilmuku. Dia berhasil memanggil Guru Agung!” seru Narti bangga, wajahnya bersinar penuh kemenangan.

Dari balik asap, muncul sosok pria pendek, tanpa baju, hanya mengenakan celana pendek lusuh. Langkahnya kecil, wajahnya lugu, tubuhnya seperti bocah... tapi tua.

Rojali menyipitkan mata, menahan tawa. “Itu Guru Agung atau tuyul?” gumamnya pelan.

Tatapan Narti langsung menyambar tajam ke arah Rojali, seolah ingin membunuh hanya dengan mata.

1
Purnama Pasedu
kerenkan ratih
saljutantaloe
lagi up nya thor
Ninik
kupikir lsg double up gitu biar gregetnya emosinya lsg dapet
Ibrahim Efendi
lanjutkan!!! 😍😍😍
Ranti Calvin
👍
Purnama Pasedu
salah itu
Purnama Pasedu
sok si kamu sardi
Ibrahim Efendi
makin seru!! 😍😍
Purnama Pasedu
pada pamer,tapi jelek
Purnama Pasedu
nah loh
Ninik
edaaannn....kehidupan macam apa ini
saljutantaloe
nah loh pusing si Narti jdinya
ditagih hutang siapin Paramex lah hehe
saljutantaloe
nah gtu dong ratih lawan jgn diem aja skrg kan udh ada bg jali yg sllu siap membela mu
up lg thor masih kurang ini
Purnama Pasedu
telak menghantam hati
Purnama Pasedu
jurus apa lagi rojali
Purnama Pasedu
tapi kosong ucapannya
Purnama Pasedu
kayak pendekar ya
saljutantaloe
widih bg jali sakti bener dah
bg jali bg jali orangnya bikin happy
Sri Rahayu
mantap thor..
sehat selalu
saljutantaloe
seru thor ceritanya up banyak" thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!