Rui Haru tidak sengaja jatuh cinta pada 'teman seangkatannya' setelah insiden tabrakan yang penuh kesalahpahaman.
Masalahnya, yang ia tabrak itu bukan cowok biasa. Itu adalah Zara Ai Kalandra yang sedang menyamar sebagai saudara laki-lakinya, Rayyanza Ai Kalandra.
Rui mengira hatinya sedang goyah pada seorang pria... ia terjebak dalam lingkaran perasaan yang tak ia pahami. Antara rasa penasaran, kekaguman, dan kebingungan tentang siapa yang sebenarnya telah menyentuh hatinya.
Dapatkah cinta berkembang saat semuanya berakar pada kebohongan? Atau… justru itulah awal dari lingkaran cinta yang tak bisa diputuskan?
Ikutin kisah serunya ya...
Novel ini gabungan dari Sekuel 'Puzzle Teen Love,' 'Aku akan mencintamu suamiku,' dan 'Ellisa Mentari Salsabila' 🤗
subcribe dulu, supaya tidak ketinggalan kisah baru ini. Terima kasih, semoga Tuhan membalas kebaikan kalian...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Umi Nurhuda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Habis sudah
Baca dulu bab sebelumnya. 🤗
"Ah! Sh*t!" Ray memukul setir. Matanya menatap tajam ke kaca spion. "Gara-gara Danish lapor polisi, gue yang kena getahnya. Sekarang jadi dikepung gini. Br*ngsek!" geramnya.
Deru knalpot meraung di sekeliling mereka. Enam motor mengelilingi mobil dari segala arah. Tak ada celah. Tak ada jalan keluar.
Zara mencondongkan badan, menatap keluar jendela dengan penuh rasa ingin tahu. "Bising banget sih! Aku labrak aja ya satu-satu?"
"Zara! Mereka bukan anak cosplay, mereka BAHAYA!" Ray menoleh tajam. Urat di lehernya menegang.
"Bukannya itu geng motor kemarin? Tapi nggak ada serem-seremnya sih. Abang Ray, Aku bisa bantu."
"Aku yang keluar. Kamu diam disitu!"
"Nggak mau."
"ZARAAAA!!!"
"ABANG RAAYYY!! Chill aja kali~" sahut Zara.
Ray menggeram, tangannya mencengkeram kepalanya sendiri seperti ingin menghancurkan isi otaknya karena frustrasi.
"GUE BINGUNG, APA SIH YANG BISA BIKIN KAMU TAKUT?!"
"Ya Allah lah, Bang! Udah jelas-jelas serem gitu, ya takutlah! Tapi kan takutnya bisa belakangan!"
Mobil berguncang pelan saat salah satu anggota geng memukul kaca belakang.
"Keluar kalian!!"
"KYAAA!! Ini mobil hadiah Papa buat abang Ray, bisa hancur begooo!!" Zara menjerit, suaranya naik satu oktaf.
"Keluar!!" Teriakan makin brutal.
Spion mobil dihantam sampai patah. Ban belakang kempis. Dentuman keras menghajar bodi mobil. Penyok sana sini.
"Kyaaa!! Kita harus lakuin sesuatu, bang!! Kasian si Bio! Bisa opname sebulan kalo kayak gini!"
"Ya Allah, dia malah mikirin mobil..."
"ABANG!! Lakuin sesuatu!!"
BRAK!!
Seketika Ray melangkah keluar. Tangan terangkat setinggi dada, wajahnya tegang tapi tenang.
"Oke, napas. Santai dulu. Kita bisa ngomong baik-baik. Bisa, kan?"
Sepuluh pemuda berbadan gempal dengan jaket kulit dan helm half-face itu melangkah mundur sedikit, memberi ruang.
"Bisa... Bisa... tak ada perlawanan kalo gitu. Asal serahin adik lo ke kita."
"Adik apa yang lo maksud?"
"Kita disuruh Bandhi untuk menculik adik lo."
Zara keluar dan malah berbisik, "Bang Ray... perlu aku teleponin bibi Azale buat bantu kita? Dia kan jago tinju. Bibi kan polisi."
Mata Ray malah membelalak. "ASTAGA! Kenapa lo keluar?!! Bego!"
"Aku mau bantuin abang, lah!"
Salah satu dari geng berambut gondrong dengan rokok menyala di bibirnya maju selangkah. Petantang petenteng.
"Dimana adek cewek lo?! Katakan!"
Ray mengangkat alis. "Adek cewek? Gue nggak punya yang kayak gitu."
Para anggota geng motor itu saling tatap. Salah satu dari mereka membuka foto di ponselnya. Foto Zara yang cantik, manis, lucu dan jelita.
Tapi sekarang? Yang ada di depan mereka cuma seorang cowok remaja di belakang Ray.
"Pasti dia ngumpet di dalem mobil! Jangan macem-macem sama kita!"
Ray melangkah mundur, menarik pelan Zara ke belakang tubuhnya. "Silakan cek sendiri."
Salah satu geng itu marah, sampai kaca mobil berhasil pecah bertaburan. "Jangan ngibul lo, bangs*t! Elo sembunyiin adek lo, ya?! Mau main petak umpet sama kita?!"
"Denger baik-baik." Ray menunjuk tajam ke arah mereka. "Masalah kalian itu sama gue. Jangan tarik-tarik orang yang nggak ada urusan. Lagian, gue nggak punya adek cewek!"
DEG.
Zara tersentak.
Kata-kata Ray menghantam dadanya lebih keras dari helm besi. Tangannya mengepal. Bibirnya bergetar. Tapi ia tak bicara.
Selama ini, memang seperti itu. Ray sering mempermasalahkan gender adiknya yang perempuan. Selalu membuatnya kerepotan. Dia pernah protes kepada kedua orang tuanya, bahwa dia lebih ingin punya adik laki-laki.
Sejenak sunyi.
Sampai salah satu dari mereka membentak lantang: "Udah cukup bakicotnya! Pers*tan sama adek lo!"
"Hajar aja, bray!!"
"Gas! Ganyang dua-duanya!"
"Sikat sampe lemes, brooo!"
Enam motor meraung serempak. Tiga dari kiri, tiga dari kanan. Lampu depan mereka menyala bersamaan seperti tanduk iblis.
"ZARA LARI!" teriak Ray sambil menyiapkan kuda-kuda.
../Facepalm/