Novel ini berkisah tentang seorang pemimpin pemerintah bereinkarnasi ke dunia fantasi, namun keadaan di kehidupan barunya yang penuh diskriminasi memaksanya untuk membangun peradaban dan aturan baru...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon iimnn saharuddin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 1.5
Kami semua tiba di sebuah kapal yang bersandar jauh dari pelabuhan. Di sekelilingku, kulihat beberapa anak, orang dewasa, serta beberapa ras lain yang tampak ketakutan dan kelelahan. Suasana dipenuhi napas terengah-engah dan perasaan cemas.
“Di mana Kak Lumin?” tanya Lian dengan suara berat, matanya mencari-cari seseorang yang tak kunjung muncul.
“Tenanglah, dia akan menyusul nanti,” jawab Zephyr, meski nada suaranya terdengar sedikit ragu.
Lebih banyak orang mulai berdatangan, dipandu oleh mereka yang tampaknya adalah penyelamat kami. Wajah-wajah letih dan penuh luka naik ke kapal satu per satu.
“Semuanya sudah kami tangani! Cepat jalankan kapalnya sebelum bala bantuan mereka segera tiba!” seru salah satu mereka.
Zephyr tiba-tiba berteriak, “Tunggu! Di mana Lumin?!”
Suasana menjadi hening.
Zephyr melangkah maju, matanya menatap orang-orang yang baru datang. “Di mana dia?” tanyanya lagi.
Salah seorang penyelamat akhirnya menjawab, suara penuh penyesalan. “Maaf... dia bersikeras menahan musuh sendirian agar kami bisa melarikan diri.”
Zephyr membeku di tempat. Matanya membesar, napasnya memburu cepat.
“Tidak... kumohon... selamatkan dia...” bisiknya kemudian jatuh berlutut.
Namun, meskipun tangis dan bermohonan, kapal tetap bergerak meninggalkan pelabuhan dan wajah yang tak mungkin lagi bisa dia lihat sebelumnya.
•••
Di dalam kabin kapal, empat orang berkumpul dalam suasana serius. Salah satunya adalah seorang pria tua dengan janggut putih dan sorot mata tajam, mengenakan mantel tebal khas seorang pemimpin.
"Lumin... Lumin..." gumamnya sambil menghela napas panjang. "Bagaimana mungkin kalian melewatkan dia seorang diri?"
Di antara ketiga orang yang berdiri di hadapannya, seorang pria muda yang sebelumnya memimpin penyelamatan rombongan budak menjawab dengan hati-hati, "Tuan, kami sudah mencoba membujuknya untuk ikut bersama kami, tetapi dia menolak. Dia bilang masih ada sesuatu yang harus dia selesaikan."
Pria tua itu melepas topinya, lalu menggantungnya di dinding kayu kabin. "Sibodoh itu... apa lagi yang dia rencanakan?" gumamnya seolah berbicara pada dirinya sendiri.
Setelah beberapa detik hening, dia akhirnya berkata, "Baiklah, kalian semua sudah bekerja dengan baik. Aku menghargai usaha kalian kali ini."
"Terima kasih, Tuan Kepala Desa!" jawab ketiganya serempak, sebelum pria tua itu melangkah keluar dari kabin, meninggalkan mereka dalam kebisuan.
•••
Aku tidak tahu ke mana kapal ini akan membawa kami. Jangan-jangan ini hanya jebakan, dan kami akan dijual sebagai budak di tempat lain?
Dan lagi... kutukan di kepala kami seharusnya berefek, tapi sejak kami dibawa ke sini, aku tidak merasakan apa pun. Bagaimana mereka melakukannya? Setahuku, satu-satunya cara menghilangkan kutukan budak adalah dengan membunuh majikan yang menanamkannya.
Aku mengedarkan pandangan ke sekeliling geladak kapal. Tempat ini lebih ramai dari yang kuduga. Tak hanya manusia, tapi juga ada berbagai ras yang ada di sini. Apakah mereka juga ditangkap dan dijual seperti kami? Atau sebagian dari mereka adalah penyihir seperti aku, yang dianggap ancaman oleh dunia ini?
Di sampingku, Zephyr dan Lian tertidur lelap. Wajah mereka masih dipenuhi jejak kelelahan dan syok akibat kejadian tadi.
Aku harus mencari seseorang yang bisa memberi informasi.
Aku melihat pria tua itu keluar dari kabin. Dengan janggut putih dan pakaian yang tampak lebih rapi dibanding yang lain, jelas dia adalah orang penting di kelompok ini.
Aku harus bersikap polos. Jika aku terlalu mencurigakan, bisa saja dia melihatku sebagai ancaman dan orang aneh.
Aku mendekatinya.
"Pak, apa Anda bos dari orang-orang yang menyelamatkan kami?" tanyaku, memasang ekspresi penuh kebingungan.
Dia menatapku, sedikit terkejut. "Anak ini..." gumamnya dalam hati. "Ya, benar. Ada apa?"
"Pak, ke mana Anda akan membawa kami?"
Dia menghela napas, lalu menunduk dan mengusap kepalaku dengan lembut. "Aku akan membawa kalian ke tempat yang aman, Nak."
"Tempat yang aman?" Aku menatapnya, berpura-pura ragu. "Apa Bapak mencoba menjual kami?"
Ucapan itu membuat suasana di sekitar langsung tegang. Para budak lain yang mendengarnya langsung terdiam, beberapa dari mereka bahkan terlihat ketakutan. Awak kapal pun ikut menegang seolah tidak menduga pertanyaan itu akan muncul.
Pria tua itu terkekeh kecil, tetapi matanya tetap tajam saat menatapku. "Tentu saja tidak. Kami membawa kalian ke tempat di mana kalian semua akan bebas. Tidak ada yang akan menjadi budak lagi. Tak peduli ras apa kalian, di sana kita semua setara dan hidup berdampingan."
Beberapa budak mulai tampak lebih tenang setelah mendengar penjelasannya. Namun, aku bisa melihat jelas bahwa di hati mereka masih ada ketakutan. Trauma tak mudah hilang begitu saja yang jelas sudah mereka alami.
Pria tua itu kembali menatapku. "Nak, siapa namamu dan berapa usiamu?"
"Namaku Raka, umur empat belas tahun, Pak."
Dia mengangguk. "Baiklah, Raka. Pergilah beristirahat dulu. Perjalanan kita panjang, jadi manfaatkan waktumu untuk beristirahat."
Tanpa menunggu jawabanku, dia melangkah ke lantai atas kapal.
itu typo ya, seharusnya seperti ini, aku ingin kita semua membangun sebuah desa di bagian sana atau belah sana
typo ya bang?
emosi nya masih belum terasa, itu membuat pembaca belum menghayati dan mengikuti alur secara mendalam. juga pacing nya terlalu cepat, transisi pergantian tempat dan juga suasana masih terlalu tiba-tiba, dari sampai, antri tiket, sampai gudang, dan juga pergantian siang ke malam terlalu tiba-tiba... jadi tambahkan sedikit emosi dibagian awal cerita agar pembaca memiliki kesan pertama yg bagus, juga pacing yang sedikit di perpanjang