Aleena seorang gadis muda yang ceria dan penuh warna. Dia memiliki kepribadian yang positif dan selalu mencoba melihat sisi baik dari setiap situasi. Namun, hidupnya berubah drastis setelah ibunya meninggal. Ayahnya, yang seharusnya menjadi sandaran dan sumber kekuatan, menikah lagi dengan wanita lain, membuat Aleena merasa kehilangan, kesepian, dan tidak dihargai.
Pertemuan dengan Axel membawa perubahan besar dalam hidup Aleena. Axel adalah seorang pria yang tampaknya bisa mengerti dan memahami Aleena, membuatnya merasa nyaman dan bahagia. Namun, di balik hubungan yang semakin dekat, Aleena menemukan kenyataan pahit bahwa Axel sudah menikah. Ini membuat Aleena harus menghadapi konflik batin dan memilih antara mengikuti hatinya atau menghadapi kenyataan yang tidak diinginkan.
Yuk simak kisah mereka....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ScorpioGirls, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kedatangan Clara
Pagi hari, Axel memasak sarapan untuk dirinya dan Aleena, aroma nasi goreng dan telur ceplok memenuhi udara. Dari pengalamannya kemarin, Axel sudah bisa menebak bahwa Aleena tidak terlalu pandai memasak, tapi dia tidak peduli karena yang penting adalah niat baiknya. Saat Axel selesai memasak dan menyajikannya di atas meja, Aleena datang dengan penampilan kasual yang manis; celana kulot jeans denim yang pas di tubuhnya, atasan kaos crop top pink lembut yang menonjolkan kecantikan alaminya, sepatu sneaker putih yang bersih, dan rambut tergerai indah yang jatuh di pundaknya.
"Pagi," kata Axel singkat sambil duduk di seberang Aleena, matanya tetap fokus pada makanan di depannya.
Aleena membalas sapaannya dengan senyum cerah, "Pagi, Kak Axel," katanya dengan panggilan yang sudah dipikirkannya semalam.
Axel menoleh, "Kamu memanggilku dengan apa?" tanyanya dengan nada tegas namun sedikit lembut, membuat Aleena merasa sedikit gugup.
"Kakak, Kak Axel," jawab Aleena dengan santai, mencoba menutupi gugupnya.
Axel mengangguk, "Tidak terlalu buruk," katanya dengan senyum kecil.
Aleena yang tidak puas dengan jawaban Axel mengoceh tidak jelas, sebenarnya Axel melihat tingkahnya yang seperti anak kecil dan membuatnya tersenyum dalam hati.
"Ayo makan, aku sudah lapar," seru Aleena sambil mulai mengisi piring dengan nasi goreng dan telur ceplok, lalu memberikannya pada Axel dengan gerakan yang manis. Axel menerima piring itu dengan rasa terima kasih, dan mereka pun makan dalam keheningan, hanya terdengar suara garpu dan pisau yang menyentuh piring. Aleena sesekali melirik Axel, tapi Axel lebih fokus pada makannya, menikmati rasa makanan yang lezat. Tapi, bukan berarti dia tidak tau saat Aleena melirik dirinya.
Saat selesai makan, Aleena berinisiatif membereskan piring makan mereka, sementara Axel kembali ke kamar untuk mengganti pakaian. Aleena pun mencuci piring, namun karena dia tidak pernah melakukannya sebelumnya, dia tidak sengaja menjatuhkan piring dan pecah menjadi beberapa bagian.
Axel yang sedang mengganti pakaian, tiba-tiba mendengar suara piring pecah dan bergegas menuju ke arah sumber suara. Saat dia melihat Aleena berdiri di depan wastafel dengan pecahan piring di sekitarnya, dia langsung panik dan berlari menuju Aleena.
"Apa yang terjadi?" Axel bertanya sambil memeriksa keadaan sekitar.
Aleena menundukkan kepala, merasa malu dan takut Axel akan marah. "Aku tidak sengaja menjatuhkan piring."
Axel tidak mengatakan apa-apa, tapi dia langsung membopong tubuh Aleena menjauhi wastafel untuk mencegahnya terluka oleh pecahan piring. Aleena terkejut dan merasa sedikit tidak nyaman dengan gerakan Axel yang tiba-tiba.
Setelah Aleena aman dari pecahan piring, Axel meletakkan Aleena di lantai dan memeriksa tangannya. "Kamu terluka?" tanyanya dengan nada yang dingin, tapi matanya menunjukkan kekhawatiran.
Aleena menggelengkan kepala, masih merasa sedikit terkejut dengan reaksi Axel. "Tidak, aku baik-baik saja."
Axel tidak mengatakan apa-apa, tapi dia membantu Aleena membersihkan pecahan piring sambil tetap mengawasi Aleena dengan seksama. Setelah selesai, Axel menatap Aleena dengan mata yang tajam, tapi ada sedikit kelembutan di dalamnya. "Aku akan membersihkan sisa piring. Kamu bisa pergi ke ruang tamu dan menungguku," katanya singkat.
Aleena mengangguk dan pergi ke ruang tamu, merasa sedikit lega karena Axel tidak marah padanya. Sementara itu, Axel membersihkan sisa piring dengan hati-hati, sambil sesekali memikirkan Aleena yang masih belum terbiasa dengan pekerjaan rumah tangga. Setelah selesai, Axel menuju ke ruang tamu dan duduk di sebelah Aleena. "Kamu baik-baik saja?" tanyanya lagi, kali ini dengan nada yang sedikit lebih lembut.
Aleena tersenyum kecil. "Ya, aku baik-baik saja. Terima kasih, Kak Axel." Axel tidak mengatakan apa-apa, tapi dia menatap Aleena dengan mata yang menunjukkan kepedulian.
"Aku harus pergi sekarang," sambil berdiri dan mengambil jasnya yang memang sudah dia sediakan diatas sofa.
Aleena mengangguk mengerti, "Aku juga mau kekampus,"
"Ayo! Bareng aja," ajak Axel sambil menatap Aleena.
"Tapi..." Aleena hendak menolak. Tapi, Axel sudah menarik lengannya untuk ikut dengannya. Saat membuka pintu, ada Marcel berdiri dengan senyum penuh arti. Saat menjengkelkan di mata Axel.
Axel pun mengabaikan Marcel yang senyum-senyum tidak jelas. "Ehh, Bos kok saya di tinggal, dasar bucin." gerutu Marcel lalu mengejar mereka yang sudah menuju lift. Dan mereka pun berangkat bersama.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Siang hari di kantor, Axel masih serius bekerja, menandatangani beberapa dokumen penting dengan fokus yang tinggi. Tiba-tiba, Marcel masuk dengan mengetuk pintu terlebih dahulu, meskipun belum ada jawaban, dia sudah nyelonong masuk. Membuat Axel mendengus kesal, namun ini sudah biasa bagi Marcel. Axel tetap fokus pada pekerjaannya, tidak mengangkat kepala.
"Hmm," deheman Axel yang sudah menunggu Marcel menyampaikan sesuatu. Namun, Marcel diam saja, sepertinya ragu untuk memulai pembicaraan. "Anu, Bos," Marcel akhirnya membuka suara, tapi suaranya terbata-bata.
"Bicara yang jelas," tegas Axel, tanpa mengangkat kepala dari dokumen yang sedang ditandatangani. Marcel mengambil napas dalam-dalam sebelum melanjutkan. "Anu, begini, Bos. Sebaiknya malam ini Bos pulang ke rumah. Karena sudah tiga hari Bos tidak pulang. Saya takut Nyonya akan curiga. Kalau Bos..."
"Kalau apa?" sela Axel dengan tatapan tajam, membuat Marcel semakin gugup. "Kalau Bos menginap di apartemen dengan seorang gadis," ungkap Marcel dengan hati-hati, takut Axel mengamuk.
"Tidak masalah," jawab Axel santai, tanpa menunjukkan reaksi apa pun. Marcel terlihat tidak percaya. "Tapi, kalau Nyonya marah..." Axel menyela lagi, "Apa lagi?"
"Anu, Nyonya tadi menelepon. Menanyakanmu dan katanya ponselmu tidak Bos angkat," Marcel menyampaikan dengan hati-hati, berharap Axel tidak marah.
Axel pun mengangguk, masih tetap fokus pada pekerjaannya. "Hmm, aku tahu," katanya singkat, tanpa menunjukkan reaksi apa pun. Lalu menyuruh Marcel untuk keluar dengan mengibaskan telapak tangannya.
Marcel pun menurut lalu berlalu dari sana. Kemudian tiba-tiba pintu ruangan Axel terbuka kembali. Membuat Axel lagi-lagi mendengus kesal merasa terganggu dengan kehadiran Marcel.
"Ada apa lagi?" kesal Axel tanpa melihat siapa yang datang.
Marcel pun menurut lalu berlalu dari sana, meninggalkan Axel kembali fokus pada pekerjaannya. Namun, tiba-tiba pintu ruangan Axel terbuka kembali, membuat Axel lagi-lagi mendengus kesal merasa terganggu dengan kehadiran yang tidak diinginkan. "Ada apa lagi?" kesal Axel tanpa melihat siapa yang datang, masih tetap fokus pada dokumen di depannya.
"Xel, kenapa tidak pernah pulang?" ujar Clara dengan nada manja, suaranya yang lembut dan merdu tidak membuat Axel terganggu dari pekerjaannya. "Hmm," Axel tidak menoleh, tidak menunjukkan reaksi apa pun terhadap kehadiran Clara.
Clara pun langsung duduk di sofa yang ada di ruangan Axel kemudian meletakkan rantang makanan yang dia bawah. Dia siang ini datang membawakan Axel makan siang. Meskipun, Axel selalu melarangnya. Tapi, dia tidak pernah menyerah.
Clara mencoba menarik perhatian Axel dengan berbelas kasihan padanya. "Xel, kamu terlihat sangat lelah dan stres. Apakah kamu baik-baik saja?" tanya Clara dengan suara yang lembut dan penuh perhatian.
Axel tetap tidak menoleh, tidak menunjukkan reaksi apa pun terhadap kehadiran Clara. Clara merasa sakit dan kecewa Axel mengabaikannya.
"Xel, aku khawatir tentang kamu. Kamu tidak pernah pulang, apa pekerjaanmu lebih penting dari segalanya?" Clara bertanya dengan suara yang penuh kesedihan, sambil menahan air matanya.
Tiba-tiba, Clara tidak bisa menahan lagi dan air matanya mulai mengalir. "Xel, apa kamu tidak pernah memikirkan ku sedikitpun. Setiap malam aku selalu menunggumu pulang, bahkan hingga pagi, aku masih menunggumu.......," katanya sambil menangis. Merasa Axel tidak pernah peduli padanya.
Ya, mereka menikah karena perjodohan, sebuah keputusan yang diambil oleh keluarga mereka tanpa mempertimbangkan perasaan masing-masing. Selama mereka menikah, Axel memang belum pernah menunjukkan perhatian ataupun rasa tertarik padanya, dia selalu bersikap dingin padanya, membuat Clara merasa seperti bayang-bayang yang tidak terlihat. Namun, Clara tidak menyerah. Dia percaya bahwa suatu saat nanti; Axel akan melihatnya, menyadari keberadaannya, memandangnya dengan mata yang berbeda, melihatnya sebagai wanita yang dicintainya. Jadi, dia selalu tetap berusaha menjadi seperti istri yang sesungguhnya, dengan harapan bahwa Axel akan tergerak oleh ketulusan dan kesetiaannya.
Akhirnya Axel tidak tega melihat Clara menangis. Dia pun meletakkan pulpen dan berkas yang ada di depannya, lalu menatap Clara yang menangis di depannya dengan mata yang sedikit lembut. "Oke, nanti aku pulang," kata Axel dengan nada yang sedikit lebih lembut.
Clara menghapus air matanya dengan kasar, masih terlihat kesal tapi juga lega karena Axel akhirnya menuruti permintaannya. "Aku tunggu, ya," katanya dengan suara yang masih tersendat-sendat.
Clara kemudian menawarkan, "Makan dulu, ya!"
Axel pun mengangguk patuh, "Hmm."
Saat itu tiba-tiba Marcel masuk. Tujuannya ingin mengingatkan Bosnya waktunya makan siang. Sebelum berucap, Axel sudah menawarkan dia makan bersama. Lalu mereka bertiga duduk dan makan bersama. Clara terlihat lebih ceria sekarang, walaupun masih sedikit kesal dengan Axel sebelumnya.
Selama makan, Clara berusaha membuat percakapan, tapi Axel tidak banyak bicara. Marcel yang duduk di sebelah Axel juga tidak banyak bicara, lebih banyak makan dan memperhatikan Axel dan Clara.
Setelah selesai makan, Axel dan Marcel ada jadwal ketemu klien di luar. "Pulanglah, aku ada meeting di luar," Axel memberitahu Clara sambil berdiri dan mengambil jasnya dan mengenakannya. Clara pun mengangguk mengiyakan, berusaha menyembunyikan kekecewaannya.
"Baiklah, aku tunggu di rumah, ya!" jawab Clara dengan ceria, berusaha menunjukkan bahwa dia tidak masalah dengan keputusan Axel. "Hati-hati di jalan, Xel," tambahnya dengan nada yang lembut.
Axel tidak menjawab, hanya mengangguk singkat dan berjalan keluar ruangan. Marcel mengikuti Axel, sementara Clara tetap duduk di sofa, menatap pintu yang sudah tertutup dengan perasaan yang campur aduk. Dia berharap bahwa suatu hari nanti, Axel akan memprioritaskan dirinya, tapi untuk sekarang, dia hanya bisa menunggu dan berharap.
Gaskeun 🔥🔥