NovelToon NovelToon
Harem Sang Putri

Harem Sang Putri

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Reinkarnasi / Transmigrasi ke Dalam Novel / Romansa / Cinta Istana/Kuno / Satu wanita banyak pria
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: miaomiao26

Seharusnya, dengan seorang Kakak Kaisar sebagai pendukung dan empat suami yang melayani, Chunhua menjadi pemenang dalam hidup. Namun, kenyataannya berbanding terbalik.

Tubuh barunya ini telah dirusak oleh racun sejak bertahun-tahun lalu dan telah ditakdirkan mati di bawah pedang salah satu suaminya, An Changyi.

Mati lagi?

Tidak, terima kasih!

Dia sudah pernah mati dua kali dan tidak ingin mati lagi!
Tapi, oh!

Kenapa An Changyi ini memiliki penampilan yang sama dengan orang yang membunuhnya di kehidupan lalu?!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon miaomiao26, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

6. Benang yang Ditentukan

Ruang belajar kekaisaran dipenuhi aroma tinta dan kayu cendana. Cahaya matahari musim gugur menyelinap lewat kisi-kisi jendela tinggi, jatuh di atas meja panjang yang penuh gulungan kitab dan peta. Udara hening, hanya suara kuas yang sesekali bergesekan dengan kertas.

Murong Xuan, Kaisar Daliang, duduk tegak di balik meja rendah.

Mata yang biasanya dingin kini sedikit melembut saat memandang adiknya. Ada rasa bersalah yang tidak bisa ia buang—perasaan yang membuat setiap kali berhadapan dengan Chunhua, ia lebih banyak menahan diri ketimbang bersikap sebagai Kaisar.

Kaisar tahu adiknya menjadi seperti ini karena ulah Ibu Suri. Tapi apa yang bisa ia lakukan? Ia tidak bisa menghukum ibunya sendiri. Jadi yang tersisa hanyalah menuruti semua keinginan sang adik, seakan itu bisa menutup luka yang telah dibuat.

Kasihan sekali.

Kasihan untukmu dan lebih kasihan lagi untuk semua yang harus membereskan kekacauan ini.

“Xiao Hua,” ucapnya pelan, “kau sudah duduk di situ cukup lama. Katakan saja apa yang kau inginkan.”

Chunhua tersenyum samar. Ia menegakkan tubuhnya, lalu menyisir rambut panjangnya ke belakang dengan gerakan malas. “Kakak Kaisar selalu sibuk, jadi aku harus menunggu waktu yang tepat. Lagi pula…” ia menatap lurus ke arah Murong Jinyang, mata beningnya menyimpan cahaya berbahaya, “…kau tahu aku jarang meminta sesuatu, jadi menunggu sedikit lama seharusnya tidak membuat Kakak Kaisar menolak permintaanku.”

Nada itu setengah bercanda, setengah ancaman.

Murong Xuan mendesah pelan. “Kalau itu bisa membuatmu tenang, katakanlah.”

Karena dia tidak bisa menolak pernikahan ini, maka tidak perlu bersusah payah.

“Aku ingin tahu kapan pernikahanku akan dilaksanakan. Ini sudah lebih dari seminggu, tetapi Putri ini belum mendengar dekrit apapun.”

Suasana seketika menegang. Cangkir giok di tangan Kaisar tertahan di udara, teh harum di dalamnya beriak.

Ia menatap adiknya lama, seakan ingin memastikan apakah ia serius.

Murong Xuan menatapnya sejenak. Kerutan halus muncul di antara alisnya dan ada senyum tipis, lebih mirip kepasrahan daripada kebahagiaan. “Apakah kau benar-benar ingin menikah dengan An Changyi?” tanyanya hati-hati.

Chunhua melirik sekilas, matanya jernih namun penuh sindiran.

Chunhua mengangkat alis, senyum di bibirnya tipis namun tajam. “Tentu saja." Dia berhenti sejenak, lalu raut wajahnya berubah tak senang. "Apakah Kakak Kaisar tidak akan menarik janjinya, bukan?"

Nada menantang itu membuat wajah Kaisar mengeras. Ia ingin menyangkal, tapi tidak bisa. Ia ingin melarang, tapi rasa bersalah menahannya.

Kaisar mengernyit, nada suaranya berat. "Bukan begitu. Aku hanya takut kau menyesal nanti,” ujarnya akhirnya.

Chunhua tertawa kecil, tawa pendek yang tajam.

Kemudian condong ke depan, menatap lurus ke mata kakaknya. “Menyesal? Yang paling kusesali dalam hidup adalah pernah membiarkan orang lain memilihkan untukku. Pernikahan ini—adalah pilihanku. Apakah Kakak Kaisar berani menghalangi?”

Chunhua kembali meluruskan punggunya. "Lagi pula, dia tidak hanya putra seorang jenderal, tetapi juga tuan muda paling tampan di Daliang. Putri ini justru akan menyesal jika tidak menikahinya."

Kata-katanya meluncur ringan, tapi mengiris.

Murong Xuan terdiam lama. Ia melihat wajah adiknya, Putri yang harusnya lembut dan ceria, tetapi kini membawa luka dan racun dalam setiap senyum. Semua karena istana ini.

Akhirnya ia menunduk sedikit, nada suaranya pasrah. “Baiklah. Aku akan keluarkan dekrit pernikahan. Besok pagi, rumah jenderal akan menerimanya.”

"Kapan akan dilaksanakan?"

Mendengar pertanyaan itu, Murong Xuan tahu dia tidak bisa terus menunda pernikahan itu.

Kaisar tersenyum pahit, Ia menoleh pada kasim kepala. “Wei Qiu, panggil Menteri Chang dari Biro Astronomi. Periksa tanggal baik untuk pernikahan.”

Senyum Chunhua melebar. “Jangan terlalu lama. Halaman belakangku sedikit dingin. Kau tidak ingin aku merasa kesepian, kan?”

Murong Jinyang memejamkan mata sejenak. Kata-kata Chunhua seperti duri, tetapi ia hanya bisa menerima.

Kepala kasim segera menunduk dalam-dalam. “Hamba akan segera melaksanakannya.” Ia berjalan mundur dengan langkah kecil, lalu keluar untuk memberi perintah pada kasim muda.

Chunhua berdiri, merapikan jubahnya yang berkilau di bawah sinar matahari. Ia memberi hormat singkat. “Kalau begitu, aku pamit. Kakak Kaisar sibuk, aku tidak ingin mengganggu lebih lama.”

Murong Jinyang berdiri setengah, seolah ingin menghentikannya, tapi akhirnya hanya berkata lembut, “Chunhua… apa pun yang terjadi, apapun yang kamu mau, Kakakmu ini akan memberikannya jika itu bisa membuatmu senang.”

Chunhua hanya tersenyum.

Dengan langkah ringan ia keluar dari ruang belajar, diiringi kasim pengawal. Tirai sutra terangkat saat ia melangkah ke lorong istana yang sunyi.

Akan tetapi, langkahnya terhenti begitu melihat seseorang berdiri menunggu di sana. Seorang pelayan pribadi Ibu Suri, menunduk dalam-dalam dengan hormat.

Di lorong panjang yang sunyi, seorang pelayan pribadi Ibu Suri berdiri. Rautnya terlalu datar, tubuhnya membungkuk dalam-dalam, nyaris menyentuh lantai.

“Yang Mulia,” ucapnya sopan, “Ibu Suri mengundang Anda untuk minum teh sore ini.”

Beberapa pelayan lain yang sedang lewat berhenti sejenak, saling melempar tatapan singkat lalu buru-buru menundukkan kepala lebih dalam. Udara mendadak seperti membeku, bisik-bisik kecil terdengar, cepat lenyap begitu Chunhua melirik sekilas.

Tampaknya, sedikit banyak mereka telah mendengar perseteruan ibu dan anak itu.

Ah. Ibu Suri.

Mata Chunhua menyipit, lalu senyum samar muncul di bibirnya. Dalam ingatannya, hubungan antara tubuh ini dan Ibu Suri selalu penuh dendam. Perseteruan halus tapi tajam, permainan kucing dan tikus di dalam istana. Di depan umum mereka memainkan lakon Ibu yang lembut dan Putri berbakti, tetapi di balik layar… darah dan mayat yang berjatuhan.

Undangan ini jelas bukan hal sepele. Hampir pasti ada kaitannya dengan pernikahannya dan An Changyi.

Chunhua mengangkat tangannya ringan. “Baiklah.”

Ia naik ke tandu yang selalu disiapkan untuknya. Tirai sutra bergoyang lembut saat tandu diangkat, membawanya melewati lorong panjang menuju kediaman Ibu Suri.

Chunhua bersandar malas, jemarinya mengetuk lutut pelan. Senyumnya tipis, mata berkilat penuh antisipasi.

Di kejauhan, seekor gagak melintas di langit biru, sayapnya menebarkan bayangan gelap sesaat.

Sementara itu, jauh di tengah ibu kota.

Tirai sutra berwarna merah delima berayun lembut di ruangan itu, membawa aroma bunga osmanthus bercampur dengan wangi bubuk riasan wanita. Cahaya lentera berlapis kertas tipis menyorot wajah An Changyi, menajamkan garis rahang tegasnya.

Ia duduk santai, sikunya bertumpu pada meja kayu cendana, sementara jarinya memutar perlahan cangkir arak porselen. Cairan bening di dalamnya beriak setiap kali gerakan kecil tercipta.

Di sampingnya, Hua Lan, pelacur nomor satu di Nan Hua Ting, tersenyum manis sambil menuangkan arak dari kendi giok. Gaun sutra tipisnya menempel pada tubuh, menonjolkan lekuk sempurna. Namun, berbeda dengan tamu-tamu lain yang biasanya tidak bisa menahan diri, An Changyi hanya menoleh sekilas, matanya tetap redup dan jauh.

Saat ini memang belum waktunya rumah bordil terbesar di ibu kota buka, tetapi untuk pelanggan paling loyal, beberapa pengecualian selalu diberikan.

“Kalau terus memandang arak seperti itu, Tuan Muda Kedua An, nanti arak bisa jatuh cinta padamu,” goda Hua Lan dengan suara lembut, jemarinya yang halus menyentuh sebentar punggung tangannya.

An Changyi hanya mengangkat alis tipis, lalu tersenyum singkat. “Tidak masalah, arak tidak bisa mengkhianati hati. Tidak seperti manusia.”

Ucapan itu membuat Hua Lan sedikit terdiam, tapi ia segera menutupinya dengan tawa kecil.

Tepat saat itu, pintu bergeser terbuka dan Liu Yuan masuk, wajahnya berseri-seri penuh semangat gosip. “Changyi!” serunya lantang, “kau harus mendengar ini!”

An Changyi mengangkat pandangan acuh. Bibirnya melengkung tipis, penuh sinisme. “Apa anjingmu melahirkan kucing?”

“Mana ada anjing melahirkan kucing!” Liu Yuan mendengus, langsung duduk tanpa diminta. Tangannya meraih segenggam kacang panggang dari piring, mengunyah dengan mulut penuh. “Tapi ini lebih besar dari itu!”

Mata An Changyi melirik sekilas, menunggu Liu Yuan mengungkapkan berita besarnya.

Liu Yuan mencondongkan tubuh, suaranya meninggi karena antusias. “Putri Agung Fangsu akan menikah!”

Hua Lan menoleh dengan raut terkejut.

“Sayang sekali,” Liu Yuan melanjutkan dengan mulut masih sibuk mengunyah kacang, “aku tidak tahu siapa mempelai prianya.

"Jangan berbicara omong kosong. Hati-hati dengan lidahmu."

"Ini bukan omong kosong!" sanggahnya, "ini ayahku yang kelepasan bicara. Katanya, Yang Mulia sedang pusing karena Putri Agung meminta pernikahan."

Cangkir di tangan An Changyi berhenti berputar, wajahnya tetap tenang.

Ingatannya mau tidak mau melayang pada seorang wanita menawan yang duduk di kereta megah itu.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!