(Update setiap hari selama ongoing!)
Clara merasa kepalanya pusing tiba-tiba saat ia melihat kekasihnya bercinta dengan sahabatnya sendiri yang sudah ia anggap seperti saudara kandungnya. Mereka berdua tampak terkejut seperti melihat hantu setelah menyadari Clara muncul dari balik pintu kamar dengan cake bertuliskan 'Happy 6th anniversary' yang telah jatuh berantakan di bawah.
"Sa–sayang ...." Kris wang, kekasihnya tampak panik sambil berusaha memakai kembali dalaman miliknya.
Leah Ivanova juga tak kalah terkejut. Ia tampak berantakan dan berusaha menutupi tubuhnya dengan kain yang kini Tanpa busana.
"Ini bukan seperti yang kamu pikirkan, Clara!" Kris berusaha mengambil alih Clara.
Gadis itu tersenyum kecut. Berani sekali ia bicara begitu padahal segalanya telah keliatan jelas?
*
Baca kelanjutannya hanya di noveltoon! Gratis!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cherryblessem, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SAH| 6
"Ada apa?" Melihat Clara pucat, Julian bertanya khawatir.
Clara menarik nafas panjang lalu menerima telepon. Suara panik ibunya terdengar dari balik telepon.
"Kemana saja kamu? Ibu sudah menunggu dari tadi! Adikmu harus operasi sekarang!" Seperti peluru, kata-kata ibunya menembak tepat ke kepala Clara. Ia merasa pusing dan mual seketika.
"Ma—maaf, Bu. Aku akan kesana."
"Cepat! Jangan buat ibu menunggu lagi."
Ketika telepon dimatikan, Julian memandang Clara khawatir.
"Ada apa?" Ia mengulang.
"Adikku harus operasi. Aku minta maaf, tapi, bolehkah aku pergi ke rumah sakit sekarang? Aku harus menemui keluargaku secepatnya."
Julian dan Mr. Jhon saling pandang. "Di rumah sakit mana?" Tanya Mr. Jhon, pertama kali sejak mereka bertemu pagi tadi pada Clara.
"Rumah sakit Bhakti." Clara memandang Julian khawatir.
Pria itu kemudian mengambil ponselnya, tampak sibuk dan mulai menelpon. Clara menatap khawatir dan kebingungan namun entah mengapa, ia yakin Julian bisa menolongnya.
"Tenanglah. Aku sudah mengurusnya. Aku juga sudah mengatakan pada mereka bahwa kamu sibuk dan akan menyusul setelah ini." Julian menjelaskan ketika ia selesai menelpon siapapun dibalik sana.
"Benarkah?" Clara terlihat sangsi.
Julian mengangguk. "Tenanglah. Rumah sakit itu milik kakakku. Kita bersiap dahulu sebelum kesana. Aku harus menjelaskan soal pernikahan kita kepada mertuaku." Julian menggandeng Clara dan kemudian berjalan perlahan menuju rumah mereka.
Clara menarik diri terkejut lalu menatap julian heboh. "Apa? Mertua?"
Julian hanya melirik sekilas. "Kau istriku, ingat? Orang tuamu tentu mertuaku. Jadi, mereka harus tau apa yang sedang terjadi. Keluargaku adalah orang yang sangat kepo. Mereka barangkali sedang mencari tahu latar belakangmu tanpa aku ketahui. Maka itu, kita harus mempersiapkan keluargamu."
Kata terakhir Julian membuat Clara terkejut. Membiarkan keluarganya tahu tentang pernikahan yang tiba-tiba ini? Clara tidak yakin dengan apa yang akan terjadi kemudian.
"Wah tidak. Tidak! Aku tidak yakin ini akan baik." Clara menolak.
Julian berhenti dan menatap Clara dengan serius. Tatapan itu kaku, diam dan dingin namun mampu membuat bulu kuduk Clara berdiri.
"Kau tahu, kita tidak bisa membatalkan ini." Julian memperingatkan.
Clara menarik nafasnya lelah. "Tapi, ini sudah sangat jauh! Ini tampak seperti, pernikahan sungguhan." Clara merana, ia frustasi karena tidak siap dengan segala yang terburu-buru ini.
Julian menggigit bibirnya dengan tatapan yang kaku. Ia menarik nafasnya dengan berat lalu menghembuskannya ke udara sambil mendekati Clara. Gadis itu mundur beberapa langkah, merasa khawatir dengan apa yang mungkin Julian lakukan.
"Dengar. Kita sudah menikah dan artikel pernikahan kita sudah keluar. Percuma kamu sembunyikan ini dari keluargamu. Mereka tentu akan tahu apa yang terjadi segera setelah mereka membaca berita. Dan lagi, kamu tidak bisa menganggap ini hanya kontrak biasa karena harga diriku dan keluargaku ada di dalamnya juga." Julian menunduk menatap Clara yang entah bagaimana kini terlihat sangat kecil seperti semut. "Hadapi dan jalani atau kamu tak akan tahu konsekuensinya."
Kalimat terakhir Julian resmi membuat bulu kuduk Clara berdiri. Ia memaki dirinya sendiri karena secara suka rela mendaftarkan dirinya untuk mati di tangan Julian.
*
"Darimana saja kamu?" Diah, ibu Clara menatap putrinya kesal namun khawatir ketika Clara dan Julian masuk ke ruang tunggu operasi.
Clara tak tahu harus menjawab apa karena Julian telah mematikan pikiranya. Ia sejak perjalan menuju ke rumah sakit hanya terdiam bagai patung karena terlalu tegang.
"Maaf, ibu. Ada banyak yang terjadi. Aku minta maaf." Hanya itu satu-satunya yang mampu keluar dari mulut Clara.
Mata Diah kemudian terarah pada penampilan Clara yang berubah mewah dan mahal, menggandeng Julian, pria yang asing dimatanya. Melihat tatapan bingung akan kehadiran Julian, Clara otomatis memperkenalkan Julian namun Julian bergerak lebih dahulu.
"Saya Julian, su—" kata-kata Julian terputus di halangi Clara.
"Atasan aku, ibu! Dia bos baru aku." Clara memotong sambil tersenyum garing. Ia melirik kearah Julian yang ampak misterius.
"Halo ...." Diah menyapa Julian dengan ekspresi bingung. Mengapa atasan putrinya harus repot-repot datang kesini?
"Bagaimana keadaan Aldo, Bu?" Tanpa memperdulikan kecanggungan suami dan ibunya, Clara menanyakan kabar sang adik.
"Dia cukup parah. Beruntung, dokter cepat menanganinya dan sekarang di operasi. Kamu, ini! Ibu khawatir setengah mati kamu malah ngilang!" Diah menjelaskan situasinya sambil masih mengungkit perkara siang tadi.
"Aku kan sudah minta maaf, ibu." Clara cemberut.
"Ah, terserahlah ... Ibu mau pingsan rasanya." Diah bicara sambil berjalan menuju tempat duduk, menunggu bersama keluarganya yang lain.
Mau tak mau, Julian dan Clara juga ikut duduk disana. Melihat kehadiran Julian, keluarga Clara saling tatap dan bertanya dalam hati namun tak mereka ungkapkan.
Dari arah pintu mereka masuk tadi, muncul Ayah Clara yang tampak bengong dan heboh. Ia muncul dengan buru-buru menghampiri keluarganya.
"Ada apa?" Ekspresi Ayahnya membuat Ibu Clara khawatir.
"Kau tahu, aku pergi ke bagian penebusan obat dan aku sangat terkejut mendengarkannya." Irwan, Ayah Clara membuat mereka semua penasaran.
"Apa itu?"
"Seluruh biaya perawatan Aldo sudah dibayarkan. Semuanya bahkan sampai ke pemulihan pun kita tak dibebankan apapun!" Irwan menjelaskannya dengan ekspresi bingung harus bereaksi seperti apa.
"Apa?" Semua tampak kaget.
"Benarkah? Apa yang terjadi?" Antara bahagia dan khawatir, Diah menatap suaminya bingung.
"Percayalah, aku sama bingungnya dengan kamu."
Ditengah kehebohan itu, Clara tahu apa yang terjadi. Ia menatap Julian dengan ekspresi yang tak bisa dijelaskan. Julian balik menatapnya dan berkedip seolah mengkonfirmasi.
"Ayah, ibu ...." Suara berat Julian mengalihkan perhatian semua orang dari misteri terbayarnya uang rumah sakit Aldo.
Mereka kemudian menatap Julian dengan aneh karena terkejut dipanggil seakrab itu oleh atasan putrinya. Tanpa menjawab, atensi mereka sudah merupakan reaksi yang diharapkan oleh Julian. Mendengar Julian, Clara merasa ada sesuatu yang geli di perutnya.
"Maaf atas keterkejutan kalian. Aku sudah membayar semuanya dan kebetulan, rumah sakit ini milik kakakku. Aku akan menjamin kesehatan Aldo hingga ia sehat. Kuharap, kalian tidak perlu khawatir." Julian menjelaskan dengan baik namun hal itu melahirkan keterkejutan di wajah mereka.
"Oh, astaga! Tuan, anda baik sekali." Diah menutup mulutnya tak percaya dengan apa yang Julian ucapkan.
"Tidak apa-apa, ibu. Aku senang bisa menolong." Ia terdengar ramah, sungguh cepat menarik hati Ibu Clara.
Ayah Clara memandang Julian dengan penuh penilaian. Siapakah pria bujangan ini?
"Maaf, anda siapa, ya?" Dengan hati-hati dan waspada, Ayah Clara bertanya.
Julian menatap Clara sebentar lalu ke seluruh keluarganya. Sepertinya, ia sudah siap memperkenalkan dirinya.
"Saya Julian." Ia kemudian memalingkan wajahnya ke arah Clara. "Suami Clara."
Mata Clara melotot dan jantungnya melorot. Seluruh keluarganya heboh dan terjadi atmosfer menegangkan disana. Seperti genderang perang, Julian mengagetkan seluruh keluarga Clara.