Aku menunggu jawaban dari bu Nirmala dan bu Zahira, namun hingga dua hari ini berikutnya, aku belum mendapatkan jawaban dari masalah tersebut.
"Bu, Andai aku tak cerita tentang masalah bullying ini pada ibu, aku mungkin masih sekolah di sekolah X ya bu," ucap Zahrana padaku saat kami tengah makan bersama.
Aku memandang putri sulungku tersebut.
"Bila kamu tidak bilang pada ibu, ibu yakin, Allah akan menunjukkan jalan lain agar ibu bisa mengetahui masalahmu nduk. Wis nggak usah dipikirkan lagi. Ayo cepat makannya. Nanti keburu dihabiskan mas," ucapku mengalihkan pembicaraan.
Aku berusaha tak terlalu mendengarkan perkataan Zahrana karena aku masih menunggu penjelasan dari bu Zahira dan bu Nirmala dan pengakuan dari Ghania agar semua menjadi jelas. Akankah Zahrana tetap bisa sekolah disana atau tidak pun tidak, akupun tak tahu jawabannya karena aku akan mempertimbangkan semua dari beberapa sisi, dan aku pasti akan memilih sisi yang paling aman untukmu, Zahran
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DUOELFA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BABAK PENYISIHAN
Jam analog di ruang keluarga sudah pukul pukul dua siang. Aku melakukan persiapan untuk ujian tahap penyisihan beasiswa secara online dari sekolah bertaraf internasional dari daerah kota pelajar. kulangkahkan kaki menuju lemari yang berada di kamar tidurku untuk mengambil kabel stop kontak yang kutaruh disana. Tak lupa juga aku mengambil selembar sepuluh ribuan untuk membeli makanan ringan untuk ketiga anakku di toko yang berada tak jauh dari rumah.
"Mbak, tolong belikan makanan ringan di toko mbah jum ya. seperti biasa. mbak dua ribu, mas dua ribu, dan adik dua ribu," pintaku pada Zahrana
"Iya bu."
"Terima kasih ya mbak."
Aku terbiasa mengucapkan minta tolong saat minta bantuan pada semua anakku, baik pada Zahrana, Mumtaz maupun Arsenio. Pertama karena memang itu yang diajarkan oleh nenek padaku, yang kedua agar anak terbiasa meniru kebiasaan yang kulakukan sehari-hari.
Aku lebih memilih Zahrana yang membelikan jajan untuk kedua adiknya. Alasannya kedua adiknya lebih menurut pada kakaknya. Apa yang Zahrana beli, bisa dipastikan tidak ada komplen sedikitpun dari kedua adiknya. Tapi bila aku yang belanja, mereka pasti ikut dan memilih jajan yang mereka suka. Kadang ia memilih harga yang melebihi jatah per anak. Yang membuatku paling sebal bila mereka ikut adalah milih jajannya pasti lama sekali. Jadi meminta Zahrana untuk membelikan jajan kedua adiknya ternyata bisa lebih menghemat uang dan waktu.
Kubersihkan karpet berwarna hijau yang berada di ruang keluarga. Karpet itu penuh berserakan oleh mainan kedua anakku. Ada lego, robot puzzle, bola, mobil, boneka owl kesukaam Arsenio dan lain sebagainya. Kupunguti mainan itu satu per satu dan memasukannya dikeranjang berukuran besar. Setelah bersih tidak ada mainan, karpet tersebut kubersihkan menggunakan sapu karpet yang terbuat dari batang daun kepala.
Setelah semua bersih, kuambil kabel terminal yang kuambil dari lemari dan kucolokkan di colokan permanen yang berada di dinding. Tak lupa kabel charger kuhubungkan dengan hp,mengingat hp ini selain jadul, juga kerapkali baterainya nge drop. Sedangkan aku tak memiliki powerbank sama sekali. Aku hanya berharap semoga dalam ujian kali ini tidak ada drama hp ngedrop atau drama yang lain.
Tak lupa aku juga mengecek paket data, takutnya habis di waktu yang tidak tepat.
Setelah kurasa semua sudah beres, aku berjalan ke arah dapur, mengambil tiga buah botol air mengisinya. satu untuk Zahrana, dan dua untuk adiknya. Aku mengambil air saat ini karena aku berencana akan diteras selama Zahrana mengikuti ujian babak penyisihan. Bila nanti harus wira wiri ke dapur, takutnya aktifitasku malah menganggu konsentrasi Zahrana.
"Buk, jajan untuk adik kutaruh diatas meja tamu," ucap Zahrana saat ia sudah berada didekatku, dekat karpet.
Kuulurkan satu botol air putih padanya.
"Iya mbak. Makasih ya. Ini sudah pukul tiga kurang lima belas menit. Silakan lakukan persiapan. Buka website sekolah internasional tersebut. Untuk login dan password, sudah ada disecarik kertas dibawah stop kontak. Setelah berhasil login, sebelum menjawab soal, jangan lupa baca tata cara ujian online ini dengan baik. Bila sudah selesai mengerjakan, da akan menekan tombol sub mit, jangan lupa dicek kembali soal secara keseluruhan. Takutnya bila ada soal yang ternyata terlewati dan belum terjawab. Bila ada kesulitan atau ada keluhan lain dalam mengerjakan soal ujian, misal kesulitan dalam memahami soal, mohon panggil ibu di teras. Jangan tanya jawaban soal ya," ucapku padanya.
Untuk memberi arahan lomba atau ujian pada Zahrana, itu tak terlalu sulit. Selain karena ia memang anak yang pintar di kelas, ia juga sering mengikuti lomba baik secara online maupun offline. Aku sering meminta Zahrana untuk ikut lomba yang sesuai dengan kemampuan akademik yang dimiliki. KMNR, matematika, bahasa Inggris, mata pelajaran agama dan yang lainnya. Untuk menang atau kalah, bagiku, itu tidak masalah dan sudah hal yang biasa. Namanya lomba pasti ada yang kalah karena hanya dipilih pemenangnya. Namun yang kucari adalah agar Zahrana memiliki pengalaman dalam lomba dan mengukur kemampuan akademik yang sudah dipelajarinya. Pengalaman persiapan mengikuti lomba, biasanya ada bimbingan persiapan lomba, trik menjawab soal, trik mengatasi masalah saat lomba dengan sistem individu maupun kelompok, pengalaman berbaur dengan anak pintar, saling diskusi dan pengalaman baik lainnya. Pengalaman adalah sesuatu yang berharga agar ia bisa belajar lagi dan lagi dan terus berkembang.
"Iya bu."
Tahu kakaknya membawa jajan, Arsenio dan Mumtaz merajuk.
"Bu, jajanku mana?" tanya mereka dengan serempak.
"Ayo ke teras depan. Jangan ganggu mbak. Ada ujian," ujarku sambil berjalan ke teras. Tak lupa kuraih jajan yang berada di atas meja ruang tamu.
"Jajanku. Jajanku," Ucap mereka lagi.
"Nanti ibu bagi diteras."
Kedua anakku berlari ke arah teras. Sesampainya disana, aku membuka tas kresek berisi jajan yang telah dibelanjajan oleh Zahrana. Dia begitu hafal dengan inginku. Aku selalu memintanya untuk membeli jajan yang harga lima ratusan saja untuk kedua adiknya. Zahrana juga memiliki empat macam jajan agar bervariasi dan tidak bosan alasannya. Bila aku memberi jatah dua ribu per anak, berarti mereka memiliki jatah empat jenis jajan. Kubagi jajan itu dengan cepat karena tatapan tak sabar dari Mumtaz dan Arsenio . Empat buah jajan untuk adik dan empat buah jajan untuk mas.
"Makasih buk," ucap mereka bersamaan.
"Sama-sama shalihe ibuk," balasku.
Tak terasa waktu terus bergulir dan menunjukkan pukul empat sore. Aku masih menemani kedua anakku bermain di teras, sementara Zahrana masih mengerjakan soal ujian babak penyisihan di ruang keluarga. Tak berselang lama, Zahrana ke arah teras.
"Sudah selesai bu," ucap Zahrana dengan bahagia.
Aku terheran melihatnya.
"Masih ada waktu delapan menit lho. Tadi sudah dicek belum semuanya?"
"Sudah."
"Ya sudah kalau begitu. Mas dan mbak segera bersiap. Nanti ngajinya telat," pintaku padanya.
"Iya bu."
Aku mengemasi mainan yang berada di teras dan kubawa ke dalam rumah. Setelah itu, kulanjutkan aktifitas selanjutnya, memandikan si kecil Arsenio dan menyiapkan makan malam.
"Buk, aku budal (berangkat) ngaji," ucap Mas dan mbak bersamaan.
"Iya. Hati-hati," seruku dari dapur.
Tempat mengaji kedua anakku tidak jauh. Letaknya disamping rumah. Iya. Rumah Shinta. Saat pagi, Shinta membuka kelas untuk PAUD dan TK. Jika sore, buka untuk les privat dan mengaji dengan metode xxxx. Shinta dan Budi, suaminya, serta empat tenaga guru mengaji yang mengajar disana. Memiliki rumah yang dekat dengan sarana pendidikan, itu juga rezeki luar biasa bukan? Setidaknya menghemat biaya antar jemput untukku yang tak memiliki kendaraan ini serta meskipun cuaca sedang hujan atau gerimis, kedua anakku tetap bisa mengikuti kegiatan mengaji karena tempatnya dekat dari rumah.
Selalu ada pertanyaan, rumahmu disamping sekolah. Mengapa nggak jualan saja untuk menambah penghasilan? Hehe. Kapan-kapan saja akan kujawab di bab berikutnya.