NovelToon NovelToon
Legenda Kaisar Roh

Legenda Kaisar Roh

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi Timur / Spiritual / Reinkarnasi / Roh Supernatural / Light Novel
Popularitas:853
Nilai: 5
Nama Author: Hinjeki No Yuri

Di tepi Hutan Perak, pemuda desa bernama Liang Feng tanpa sengaja melepaskan Tianlong Mark yang merupakan tanda darah naga Kuno, ketika ia menyelamatkan roh rubah sakti bernama Bai Xue. Bersama, mereka dihadapkan pada ancaman bangkitnya Gerbang Utama, celah yang menghubungkan dunia manusia dan alam roh.

Dibimbing oleh sang bijak Nenek Li, Liang Feng dan Bai Xue menapaki perjalanan berbahaya seperti menetralkan Cawan Arus Roh di Celah Pertapa, mendaki lereng curam ke reruntuhan Kuil Naga, dan berjuang melawan roh "Koru" yang menghalangi segel suci.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hinjeki No Yuri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Benih Romansa di Bawah Cahaya Perak

Bulan terlihat begitu dekat di langit penuh bintang, sinarnya bergerak lembut di sela pepohonan pinus kuno, cahayanya menerangi sebuah lapangan terbuka di hutan. Di sanalah Liang Feng dan Bai Xue berdiri, udara di sekitar mereka bergetar penuh dengan energi tersimpan. Setelah berhasil menetralkan Cawan Arus Roh dalam pertarungan penuh risiko, kini mereka memusatkan diri untuk menyelaraskan kekuatan mereka, karena kekuatan tersuai hanya akan sekuat keharmonisan yang menyatukan hati mereka berdua.

“Kita harus menyinkronkan energi kita.” ucap Liang Feng dengan suara lembut namun tegas, sambil menggulung gulungan perkamen di atas tanah. Perkamen itu memuat nyanyian pembuka dari teknik kuno, konon mampu mengikat manusia dan roh menjadi satu kesatuan abadi. “Ikatan perlindungan kita hanya akan sekuat keharmonisan hati dan roh kita.”

Bai Xue mengangguk pelan, ekor rubahnya yang bersinar perak bergerak membentuk lengkung lambat dan anggun. “Aku siap, Feng.” balasnya, suaranya beresonansi langsung di dalam benak Liang Feng. Meskipun wujudnya seekor rubah dengan sembilan ekor, aura rohnya setara dengan prajurit terkuat.

Liang Feng menarik napas dalam-dalam, memanggil aliran tersembunyi dari Tanda Naga yang tersemat di dadanya, esensi naga yang ia segel setelah membuka jalur spiritualnya. Sinar hijau-perak merambat di bawah kulitnya, terkonsentrasi dalam sebuah bola cahaya di tengah dadanya. Dengan mata terpejam, ia menempatkan kedua telapak tangannya di atas dada, merasakan getaran ritmis aura-nya.

“Samakan ritme napasmu denganku.” bisiknya. Saat ia menghembuskan napas, cahaya hijau-perak itu mengalir menyusuri lengan dan meresap ke bilah pedang di pinggangnya, membuat tepinya tampak berkilauan samar-samar. Bai Xue meniru gerakan itu, mengarahkan auranya ke telapak kaki, meninggalkan jejak cahaya perak lembut di atas lumut yang berada dibawahnya, seolah lampu lentera mungil berkedip lalu padam.

Mereka melanjutkan hingga udara malam bergema dengan dentingan halus, bagai senar harpa angin yang dipetik jari tak kasatmata. Liang Feng membuka mata dan tak bisa menahan diri menatap bulu perak Bai Xue yang bercahaya, setiap helaian tampak seperti sulur cahaya hidup. Jantungnya berdegup tidak beraturan, terkejut oleh getaran baru di dalam dadanya.

“Kerja bagus.” gumamnya, suaranya tercekat oleh kilau samar di pipi Bai Xue. Ia pernah mendengar kisah rubah-roh yang bisa merona saat tersentuh emosi dalam, namun baru kali ini melihatnya sendiri. Bai Xue menanam cakar di tanah, menahan diri dari getir perasaan yang mendadak membuncah.

Liang Feng menyunggingkan senyum yang tertahan. “Mari kita naikkan tingkat kesulitannya.”

Mata Bai Xue memancarkan semangat. “Baik, aku ingin ikatan kita makin kuat.”

Dari kantungnya, Liang Feng mengeluarkan sehelai daun perak serta tumbuhan langka di pegunungan tinggi yang peka terhadap aura. Saat dihembuskan napas suci, sisinya akan berpendar, menandai kejernihan niat pemakainya. Ia menggenggam daun itu dengan ibu jari dan telunjuk, lalu meniupnya perlahan hingga melayang di udara malam.

Angin mengentak daun kecil itu berputar liar di cahaya berbintang. Bai Xue memejamkan mata, menarik napas dalam hingga seluruh tubuhnya berpendar. Ekor peraknya berputar gesit, membimbing daun itu menari-nari di udara. Namun pada detik terakhir, daun itu berbelok tajam dan menancap tepat di ujung pedang Liang Feng, bergetar seolah memiliki kehendaknya sendiri.

Liang Feng menahan napas, terpesona oleh akurasi gerakan Bai Xue. “Luar biasa, Bai Xue.” Ia melangkah maju, mengulurkan tangan untuk mengelus bulu lembut di pangkal lehernya. Sentuhan itu ringan bagaikan sayap kupu-kupu, tapi menyalakan arus di antara jiwa mereka begitu hangat dan menenangkan.

Bai Xue menekankan kepalanya, menutup mata sambil menikmati getaran kasih manusia. “Aura-mu… rasanya seperti pulang dirumah.” bisiknya di benak Liang Feng. Keintiman napas bersama, lembutnya bulu perak, layaknya gambaran perasaan yang belum terucap.

Suasana sunyi di hutan sangatlah begitu terasa saat mereka tetap berpangku tangan. Liang Feng tersenyum pelan, menepuk leher Bai Xue dengan lembut sebagai tanda penghargaan.

Bai Xue mengangkat kepalanya, telinganya menegang mendengar bisikan malam. “Ayo ke danau.” sarannya, suaranya ringan namun tegas. “Kita uji ikatan kita di permukaan air yang memantulkan bulan.”

Ia mengangguk dan keduanya melangkah melewati semak belukar. Sinar bulan menuntun jalan hingga tiba di tepian danau yang terlihat begitu tenang dan memantulkan cahaya dari ribuan bintang dan kenangan yang membayang di permukaannya.

Liang Feng menghunus pedang di satu tangan dan menenteng tongkat kayu putih di tangan satunya, bersiap membentuk lingkaran perlindungan. Bai Xue melebarkan auranya sampai terlihat bak patung cahaya bulan. “Kita akan merajut bola pelindung di sini.” ucap Liang Feng, menggores lingkaran di udara dengan pedangnya. Untaian cahaya putih melayang dari ujung tongkatnya, berpadu dengan gelombang pendar Bai Xue.

Gerakan mereka menyatu sempurna, yang kemudian ayunan pedang Liang Feng diiringi letupan cahaya perak Bai Xue. Setiap benturan logam dan aura bergaung seperti tabuhan bel kristal. Mereka mempercepat irama, berputar dan melompat, hingga akhirnya meloncat bersama, mendarat berhadapan dalam hening penuh keagungan.

Waktu seakan terhenti. Liang Feng menatap mata keemasan Bai Xue, teringat kisah Nenek Li tentang persekutuan kuno antara manusia dengan roh, hal itu bukanlah masalah tentang bukan romantisme terlarang, melainkan ikatan suci demi kebaikan dunia.

Dengan lembut, ia mengulurkan tangan mengusap moncong Bai Xue. “Kau sungguh luar biasa.” bisiknya. Pada sentuhannya, percikan cahaya menari-nari di kumis dan kelopak mata Bai Xue. Ia menutup mata, meresapi kehangatan itu.

Mereka mundur serentak saat bola pelindung yang mereka rajut melayang tembus pandang di atas danau, sebuah orb tenunan energi yang berpendar lembut saat berada di kegelapan.

Saat orb itu larut ke dalam air, menciptakan riak seperti napas, mereka menghela napas serempak. Liang Feng merapikan senjata dan mengeluarkan bungkusan kecil dari tasnya.

Dibukanya kain pelapis, tampak deretan bakpao kacang harum. “Kau lapar?” tanyanya sambil tersenyum. Bai Xue memiringkan kepala, telinganya menajam penuh penasaran. Dengan hembusan lembut, ia menyuntikkan sedikit auranya ke satu bakpao, permukaannya berubah perak pucat di titik kontak. Lalu ia mengetuk tangan Liang Feng, seolah menunjuk pangkuannya dengan sopan.

Liang Feng tertawa pelan, merobek satu potong dan menyerahkannya. Bai Xue menggigit perlahan, mata indahnya tak lepas dari wajahnya.

Liang Feng menyandar pada batu datar dan Bai Xue meringkuk di sisinya, ekornya melingkar pelan di depan kakinya. Ia menghirup aroma pinus dan kacang manis, menatap langit malam. “Bai Xue.” suaranya menurun serendah desiran angin, “apa kau pernah merasakan… ini? Saat persahabatan tumbuh menjadi sesuatu yang lebih?”

Bai Xue diam sejenak, telinganya menegang memikirkan jawaban. Kemudian ia menyalurkan kata-kata di benaknya: “Aku juga merasakannya. Terima kasih telah menunjukkan padaku, karena sekarang aku tak perlu lagi untuk berdiri sendiri.”

Sebuah letupan kebahagiaan mekar di dada Liang Feng. Ia meraih moncong Bai Xue, ujung jarinya membelai bulu lembutnya. “Aku berjanji.” ucapnya terbata, “aku akan selalu berada di sampingmu.”

Bai Xue mengeluarkan gumaman puas layaknya angin tersentak di sela belulang. Ia menekan kepalanya pada telapak tangan Liang Feng, sebuah sumpah tersirat lebih kuat dari kata apa pun.

1
Oertapa jaman dulu
Menarik dan berbeda dg cerita lainya
Awal cukup menarik... 👍👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!