Jangan Rubah Takdirku !

Diana sudah berada di salah satu Club terbesar di kota ini. Saat pertama kali menginjak tempat itu, beberapa orang menyambutnya dengan baik terutama kaum lelaki, sedangkan beberapa wanita penghibur yang ada di sana merasa tak suka akan kehadiran Diana yang begitu mendominasi. Tatapan para lelaki kini tertuju padanya, tak sedikit lelaki hidung belang yang mendekati dan meminta berkenalan. Diana menyambut dengan baik orang-orang yang mendekatinya karena mereka lah yang akan menjadi asetnya kali ini.

Bahkan ada yang dengan berani menyentuh bagian tubuh Diana tanpa izin. Saat beberapa orang menggerayungi tubuhnya, Diana merasa jengah hingga dia memutuskan menjauh dari tempat nya saat ini dan memilih berjalan menuju seorang lelaki yang sedang duduk sendirian di depan bartender dan menikmati minuman.

Saat hampir dekat dengan pria yang berumur kisaran tiga puluhan tahun itu Diana kembali merapikan pakaian nya yang tadi sempat di buka lancang tangan nakal orang-orang tadi. Diana melanjutkan langkah nya dengan melenggak-lenggokkan tubuh nya menggoda terlebih baju yang dikenakan begitu minim hingga lekuk tubuh Diana begitu nempak dengan sangat jelas, belahan dada Diana sengaja diturunkan hingga isinya hampir mencuat dari tempat.

Saat tubuh nya sejajar dengan orang itu dia sengaja sedikit menyenggol bahu laki-laki itu hingga membuat minuman yang berada di tangan laki-laki itu sebagian tumpah ke baju nya.

"Ups ... sorry," Diana memasang wajah bersalah dan dengan sigap membersihkan baju yang terkena tumpahan itu dengan posisi sedikit menunduk.

Tatapan laki-laki itu langsung tertuju pada belahan dada Diana yang sangat rendah, hingga dada sintal Diana begitu nampak jelas. Laki-laki itu menelan ludahnya kasar tak bisa mengalihkan pandangan nya ke arah lain.

"Apa aku harus menggantinya dengan yang baru?" Diana sengaja bertanya lagi saat melihat tatapan pemuda itu terus tertuju pada dada sintal nya. Diana yakin seribu persen  bahwa pemuda di depan nya ini sudah tertarik pada nya.

Diana merasa bangga pada dirinya sendiri karena telah berhasil membuat seorang pemuda tampan dan juga gagah terpikat pada tubuhnya, dan yang paling utama adalah pria itu berdompet tebal. Masalah dia tampan dan gagah nya dia anggap sebagai bonus.

 "Tidak perlu, nona. Nanti juga kering sendiri." Tolaknya halus. Dia sedikit menepis tangan Diana yang sedang berusaha membuka kemejanya.

"Tapi baju nya sangat basah, lebih baik di buka saja." Diana tak menyerah begitu saja, dia masih berusaha untuk bisa menjerat laki-laki itu.

Diana tahu laki-laki itu type laki-laki playboy dan pasti tidak akan terlalu sulit menaklukan nya. Diana kembali melancarkan misi nya dengan membuka satu-persatu kancing kemeja yang dikenakan pria itu dan tak mendapatkan penolakan hingga sampai di kancing terakhir diana sengaja meraba ke bawah dan menyentuh senjata laki-laki itu dan menciptakan erangan kecil dari mulut laki-laki yang belum Diana ketahui namanya.

"Berhasil!" Diana tersenyum kemenangan melihat nya terlebih saat melihat wajah pemuda itu sudah memerah pertanda telah terpancing gairah.

Diana semakin menekan nya hingga membuat laki- laki itu semakin meggeram nikmat. "Yah ... terus," Diana merasa sangat bangga karena sudah berhasil mendapat umpan lagi.

Ketika laki-laki itu sudah tak  bisa menahan gairah akhirnya menyerang bibir Diana dengan brutal, dengan tangan nya yang sudah menjalar kemana-mana. Belahan dada Diana yang rendah semakin memudahkan laki-laki itu mengeluarkan isi nya. Saat Diana tersadar masih berada di area umum, dia membisikkan sesuatu pada pemuda itu dan kedua nya berpindah ke lantai atas, lebih tepatnya kamar yang ada di Club itu.

Sepanjang perjalanan menuju kamar laki-laki itu bahkan terus melancarkan aksinya, dia terkesan tak sabaran seperti laki-laki yang sering menjadi partner Diana.

Setelah sampai di dalam kamar, laki-laki itu langsung menggulingkan tubuh Diana ke ranjang dan dengan sangat tidak sabaran melucuti seluruh pakaian nya juga pakaian Diana. Saat ingin melakukan penyatuan, tiba-tiba laki-laki itu termenung sejanak lalu berlalu dari sana dan meraih kembali celana yang berserakan di lantai dan mengambil ponsel di saku celana.

Hal itu tentu saja membuat Diana kecewa karena baru pertama kali ini adad laki-laki yang tidak melanjutkan kegiatan mereka.

Saat menyadari Diana ingin bertanya, laki-laki itu lebih dulu berinisiatif menjawab. "Kau tunggulah sebentar, aku sedang meminta dibawakan pengaman karena tadi lupa membawa nya."  Laki-laki itu masih fokus mengutak-atik ponsel.

Penjelasan itu berhasil membuat Diana lega.

Tak berapa lama seseorang mengetuk pintu kamar yang dapat di pastikan orang itu adalah pengantar kon dom yang dipesan nya. Laki-laki itu meraih handuk dan mengikat nya di pinggang karena saat ini sudah polos lalu membuka pintu.

Setelah mendapatkan benda itu, dia berjalan mendekati Diana dan merangkak di atas tubuh polos Diana yang sedang berpose menggoda lalu melemparkan pengaman itu tepat di di dada nya. "pakaikan sayang," Perintah nya lalu membuka kaki lebar-lebar agar Diana lebih mudah memakaikan.

 Tanpa sadar Diana menelan ludahnya kasar saat menyadari senjata laki-laki itu ternyata lebih besar dari senjata laki-laki yang pernah menggoda nya hingga Diana semakin tak sabar untuk merasakan senjata itu.

"Aku mulai, sayang." Bisiknya seraya menggigit telinga Diana. Perlahan namun pasti, laki-laki itu mulai memasukkan senjata nya. Keduanya sama-sama menggeram nikmat saat benda itu berhasil masuk meski baru ujungnya, hingga dalam sekali hentakan tubuh keduanya menyatu sempurna.

Akhirnya mereka melakukan penyatuan hingga berkali-kali mencapai puncak serta dengan berbagai gaya.

.

.

waktu menunjukkan pukul 03.56 pagi, tapi kegiatan percintaan mereka baru selesai. Karena rasa kantuk menyerang keduanya, akhirnya mereka tertidur tanpa melepaskan penyatuan.

 Di pagi harinya, sayup-sayup Diana mulai membuka terlebih saat merasakan bagian bawahnya tidak nyaman. Lalu dia baru ingat belum melepaskan penyatuan. Diana beringsut melepaskan penyatuan itu. Saat tubuhnya di tarik keras akhirnya kedua tubuh itu terlepas,tapi seperti ada yang mengganjal di bagian dalm intinya dan merasa sakit.

Jantung Diana berdetak tak karuan saat bagian bawahnya lama-kelamaan semaki sakit.

"*Jangan-jangan?" *Lalu tatapan Diana beralih ke senjata yang baru saja dilepas nya, matanya terbelalak saat tak mendapati kon dom yang membungkus senjata itu. "Aaaaa ..!" Diana berteriak keras saat memyadari kon dom yang dipakai laki-laki itu tertinggal di dalam rahim.

.

.

.

Sudah hampir satu bulan Diana tak pernah lagi melakukan hubungan intim pada laki-laki mana pun setelah kejadian di mana kon dom yang di gunakan laki-laki bernama Ansel itu tertinggal di jalan rahim. entah lah, mungkin ini jalan tuhan untuk kembali mengingatkan Diana agar tak lagi melakukan dosa.

Semenjak kejadian itu, waktu Diana habiskan untuk mengembangkan usaha dari uang hasil menjual dirinya selama ini. Saat ini Diana memiliki restoran di salah satu pinggir jalan kota Jakarta. Selama satu bulan ini usaha nya cukup laris, bahkan sampai malam pun restoran nya masih di kunjungi banyak pengunjung.

Dari sini Diana mulai sadar bahwa dirinya masih bisa hidup layak seperti yang lain. Tanpa harus menjajakan tubuh nya, tanpa harus mengorbankan kehormatan, ternyata dirinya bisa hidup layak seperti yang lain. Asal ada usaha, nyata nya jalan itu selalu ada. Tak ada jalan buntu dalam hidup.

"Sudah malam, mbak. Sebaiknya mbak Diana pulang dulu." Gadis bernama Tasya yang berstatus sebagai karyawan di restoran itu menyuruh Diana pulang lebih dulu karena melihat kondisi Diana yang sejak tadi terlihat pucat membuat nya tak tega.

"Tidak apa, Sya. Kita pulang bareng seperti biasa, aku masih sanggup." Diana tersenyum menatap ke arah Tasya. Diana merasa sangat malu jika dirinya di samakan dengan Tasya, gadis berusia 16 tahun yang kehidupan nya hampir sama dengan dirinya. Tak se beruntung orang-orang lain. Tapi yang membedakan, Tasya bisa menjalani dengan ikhlas dan tak melakukan perbuatan hina demi mengisi perut serta hidup berfoya-foya.

Tasya yang seharusnya melanjutkan sekolah menengah ke atas harus rela merantau ke kota mencari pekerjaan untuk menghidupi adik serta orang tua nya di kampung. Diana merasa tertohok saat tahu bagaimana gadis itu begitu ikhlas dengan garis kehidupan yang tuhan tentukan. Tak pernah mengeluh atau pun sedih, semuanya Tasya jalani dengan ketulusan hati. dan hal itu pula semakin membuat Diana ter sadar akan jalan salah yang sudah dia ambil selama ini.

Hingga mulai saat itu, Diana berjanji pada dirinya sendiri juga pada Tuhan-Nya, akan ber-taubat dan tak akan diulangi lagi.

Dan selama  kurun waktu satu bulan ini waktu Diana benar-benar dia gunakan untuk menata hati, pikiran, juga tindakan. Dia akan berusaha menjadi manusia baik seperti dulu.

"Tapi wajah mbak kelihatan pucat banget," Tasya tidak berbohong, wajah Diana memang akhir-akhir ini terlihat sangat pucat, hal itu menimbulkan kekhawatiran sendiri bagi Tasya yang sudah menganggap Diana sebagai kakak nya.

Tasya sangat bersyukur karena saat dirinya kebingungan mencari pekerjaan tiba-tiba bertemu Diana dan menawarkan untuk bekerja di Restoran milik nya. Bukan hanya itu, Tasya yang baru saja datang dari kampung belum memiliki tempat tinggal mendapat tawaran dari Diana untuk tinggal di apartemen Diana dengan syarat membantu membersihkan tempat itu. Tentu saja tak Tasya tak menyia-nyiakan tawaran itu dan langsung menyetujui nya.

Dan mulai saat itu, Tasya tinggal bersama Diana, hingga lama-kelamaan Tasya mulai mengetahui pekerjaan Diana sebelum nya. Sempat kaget mengetahui fakta itu, tetapi sebagai manusia biasa yang juga tak luput dari dosa Tasya tak ingin menyalahkan Diana yang sempat khilaf, karena menurut nya semua manusia bisa saja khilaf. Tetapi dia bersyukur karena akhirnya Diana kembali ke jalan-Nya.