Kontrak kerja Tya di pabrik garmen akan segera berakhir. Di tengah kalut karna pemasukan tak boleh surut, ia mendapat penawaran jalur pintas dari temannya sesama pegawai. Di hari yang sama pula, Tya bertemu seorang wanita paruh baya yang tampak depresi, seperti akan bunuh diri. Ia lakukan pendekatan hingga berhasil diajak bicara dan saling berkenalan. Siapa sangka itu menjadi awal pilihan perubahan nasib. Di hari yang sama mendapat dua tawaran di luar kewarasan yang menguji iman.
"Tya, maukah kau jadi mantu Ibu?" tanya Ibu Suri membuyarkan lamunan Tya.
"HAH?!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Me Nia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5 Maju Kena Mundur Kena
Terlalu lama berada di depan warung sangatlah berbahaya bagi kesehatan gendang telinga. Apalagi Mpok Iyam sudah mendengar sendiri, bukan mendengar bisik-bisik tetangga yang belanjanya dua menit ngobrolnya 15 menit. Kecepatan penyebaran berita bisa menjadi pengalihan isu demo ricuh di DPR. Terpaksa Tya mengajak Ibu Suri mengikuti motornya. Kembali ke rumah.
Tya berdiri di samping motor saat mobil sedan perlahan memasuki pekarangan. Bentuk halaman yang memanjang bisa untuk parkir dua unit mobil. Berbeda dengan mayoritas tetangga yang rumahnya berdempetan tanpa celah, beruntung tembok rumahnya tak menempel dengan tembok tetangga—terhalang dulu benteng samping kiri dan kanan. Dan lahan di kedua sisi itu dijadikan kebun mini. Tinggal direnovasi saja rumahnya dengan gaya minimalis modern dua lantai, pasti terasa tinggal di perumahan elit yang tak jauh dari wilayahnya.
"Maaf, Bu. Tak ada AC. Adanya AK—angin kolecer," ujar Tya yang baru saja menyalakan kipas angin berdiri. Kepala kipas yang berputar ke kiri dan ke kanan cukup mengusir gerah setelah merasakan panasnya cuaca di luar.
"Tidak apa, Tya. Sedari Jakarta sampai sini, di mobil AC terus. Butuh suasana yang beda. Oh ya, orang tuamu ada? Kok sepi?"
"Orang tua aku udah meninggal. Aku tinggal dengan kakak, kakak ipar, satu keponakan, dan si Joko."
Hampir valid investigasi Husain. Kurang info soal Joko. Kenapa dia sampai sampai terlewat informasi?
"Joko? Siapanya Tya?" tanya Suri dengan ekspresi tenang.
"Itu...ayam jago kesayangan Kak Bisma. Tinggal di kandang di belakang."
Suri tertawa. Geleng-geleng kepala. Suri menoleh ke arah pintu. Melihat Husain yang menenteng dua goodie bag besar warna biru dan coklat. Disimpan di samping kiri kaki meja. "Ini semua buat Tya. Makasih ya kemarin udah nolongin Ibu."
"Aku tidak merasa menolong Ibu. Justru kemarin aku nyuruh Ibu bundir." Tya meringis.
"Ibu yang merasa ditolong. Hanya dengan melihat kau menerangkan tentang es cekek, mood jadi bagus. Terus terang kemarin Ibu lagi jenuh dan stres dengan rutinitas, jadinya nyari tempat sepi buat merenung. Kesan pertama lihat gesturmu, Ibu langsung tertarik buat jadiin kau mantu."
"Bu....Ibu sehat? Barangkali perlu psikolog atau psikiater. Tetangga saya yang rumahnya paling ujung, dia seorang psikiater."
"Ibu nggak stres, Tya." Suri sama sekali tidak tersinggung justru terkekeh. Lalu membuka tas dan mengulurkan sebuah dompet. "Ibu temukan ini di semak belukar waktu mau turun dari bukit. Ke sini sengaja buat ngembaliin dompetmu dan ngebahas tawaran jadi mantu."
Untuk sesaat fokus Tya tertuju pada dompet yang kini ada dalam genggaman. Isinya tak ada yang kurang. Ada hikmahnya Yuni datang ke rumah, jadi menahan waktu kepergian ke kantor polisi. Tapi jadinya berurusan dengan Ibu Suri. Kalau seperti ini dikatakan beruntung nggak sih.
"Ibu, makasih udah baik mau nganterin dompet aku jauh-jauh dari Jakarta ke mari. Dan...duh, ucapan Ibu di warung tadi bisa jadi gosip. Grup 'Mak Asbun' bakal rame deh. Aku bakal jadi buah bibir."
"Bagus itu. Biar semua orang tahu dan itu bukan hoax. Kamu udah punya calon suami dan laki-laki itu anak kandung Ibu satu-satunya."
"Duh, Bu..." Tya menepuk jidatnya. "Kalau Ibu gak stres, justru aku sekarang yang merasa stres."
"Tya, dengarkan Ibu, jangan dipotong. Tawaran ini menguntungkan Ibu dan juga kau. Bukankah rumah ini digadaikan ke rentenir sama pamanmu yang kecanduan judi online, sebesar 100 juta dengan bunga 7% per bulan. Pamanmu lepas tangan dan dipenjara karna kasus pencurian mobil. Kau bertahun-tahun baru mampu bayar bunga berjalan 7 juta per bulan. Keluargamu tercekik lintah darat mau sampai kapan, hm."
Tya mengerjap dengan mulut menganga. Dari mana Ibu Suri tahu?
"Satu bulan lagi kau habis kontrak. Lalu gimana caranya bantu kakakmu buat bayar bunga. Kalau telat bayar, bunga berbunga lagi, bukan? Kasihan dia punya anak istri yang harus dinafkahi. Harus nyari sampingan apalagi selain jadi ojol. Tya sayang sama kakak, tidak?"
"Tentu saja sayang. Ibu kalau niat bantu kenapa harus jadi mantu? Kenapa gak kasih aku kerjaan aja?" Sejenak Tya menundukkan wajahnya yang sedih lalu mendongak lagi menatap sang tamu. Dadanya menjadi sesak membayangkan Kak Bisma yang harus menghandle sepenuhnya membayar bunga sebelum ia mendapat pekerjaan baru. Sehari-hari saja sudah capai menjadi ojol dari pagi sampai jam sembilan malam.
"Garis besarnya gini. Suami saya punya dua istri. Saya istri pertama. Istri kedua dan anak-anaknya sangat merongrong harta suami saya. Entah pakai pelet apa sampai suami saya nurut pada mereka. Anak saya bisa dapat warisan kalau sudah nikah. Dan saya akan menggugat cerai kalau anak saya udah mendapatkan haknya. Kalau Tya bersedia jadi mantu saya, hutang ke rentenir akan saya bayar berikut pokoknya. Sertifikat rumah ini akan diantarkan orang saya ke sini. Dan kau....dapat nafkah bulanan 20 juta selama kontrak nikah jadi istrinya Diaz putra saya, dikasih mobil baru atas nama Cantya Lova. Bagaimana? Kesempatan tidak datang dua kali lho."
Tya menelan ludah. "Ini...menggiurkan. Tapi aku jadi tumbal."
"Jadi tumbal gimana, Tya?" Suri menunjukkan ketidakpahamannya dengan kening terlipat.
"Kontrak nikahnya berapa lama?"
"Hm...paling lama setahun. Tapi kalau kalian bisa menunjukkan sebagai pasangan harmonis di hadapan suami saya, warisan akan cepat diberikan. Dan tak perlu nunggu setahun, tugasmu selesai."
"Itu dia. Kalau aku jadi janda saat pernikahan baru seumur jagung, apa kata kakakku, apa kata tetangga. Jelek sekali nanti image-ku."
"Oh...itu yang kau maksud jadi tumbal." Suri mengulas senyum simpul. Tatapannya misterius. "Jangan khawatirkan soal itu. Meski kontrak nikah berakhir, kau tetap mantu Ibu."
"HAH? Gimana maksudnya?"
"Begini...."
***
Tya mempraktekkan sendiri quote-nya dimana saat bad mood tidak hilang saat tarik napas, maka tarik tunai terus jajan. Untung belum blokir kartu.
Usai Ibu Suri pulang, Tya tetap keluar rumah tapi tujuannya bukan lagi ke kantor polisi melainkan ke minimarket Indojuni. Tarik tunai dan beli es krim dan ciki. Duduk di kursi yang disediakan sambil menjilati es krim corong rasa coklat. Lidah menikmati rasa, tapi pikiran melanglang buana mengingat percakapan tadi terutama penjelasan terakhir sebelum wanita paruh baya yang masih terlihat muda itu pamit.
Simpan nomer Ibu ya, Nak. Jangan lama-lama mikirnya. Waktu sebulan cukup buat kau dan anak Ibu saling berkenalan. Nanti Diaz apel ke rumahmu biar terlihat natural. Setelah kau selesai kontrak kerja, kalian nikah.
Tya mendesah. Satu es krim cukup membuat rasa pusingnya mereda. Healing murah meriah dengan jajan sambil duduk diam satu jam. Begitu sampai ke rumah, ia mendapati keluarga kakaknya sudah pulang.
"Tya, ini kau yang belanja? Duit dari mana? Gaji dari pabrik mana cukup buat beli barang branded gini." Bisma langsung menginterogasi sambil melipat kedua tangan di dada. ada keseriusan tergambar di wajahnya.
Tya mendesah lalu duduk di lantai. Buah tangan dari Ibu Suri memang sengaja disimpan di tengah rumah. Donat dari Yuni disimpan di atas kompor gas di dapur agar tidak diburu semut. Untung dua goodie bag itu tidak diacak-acak Nesha karena bocah itu tidur di kasur lantai.
"Bukan aku yang beli. Tapi oleh-oleh dari ibunya Diaz."
"Diaz. Siapa Diaz?" Bisma ikut duduk di lantai. Bersila di hadapan Tya.
"Itu....." Tya memasang wajah malu-malu.
Ya ampun! Aku bisa nggak ya akting seperti maunya Bu Suri.
"Ehmm. Pasti cowok yang suka sama Tya ya." Susan nimbrung dengan tatapan menyipit dan bibir mengulum senyum.
"Ya begitulah. Ada cowok yang serius pengen ngajak aku nikah bukan ngajak pacaran. Tadi sampai mengutus ibunya ke sini buat meminta langsung sama Kak Bisma. Diaz gak bilang dulu sih kalau ibunya mau datang ke sini. Kan jadinya nggak ketemu kakak."
Hwuaaa. Kenapa aku jadi masuk perangkap Bu Suri.
Mana belum tahu itu namanya Diaz wajahnya kayak apa. Gimana kalau buta? Gimana kalau tuna daksa? Bukan maksud body shaming ya Allah...
Aish, Tyaaaa bego. Kenapa tadi gak minta lihat dulu fotonya Diaz sih.
Gimana ini? Maju kena, mundur kena. Si Mpok Iyam udah pake suit-suitan segala pas tadi lewat depan warungnya.
tidur bareng itu maunya ibu suri kaaan.... sabar ya ibu. 🤭
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣