"Perjodohan memang terlihat begitu kuno, tapi bagiku itu adalah jalan yang akan mengantarkan sebuah hubungan kepada ikatan pernikahan," ~Alya Syafira.
Perbedaaan usia tidak membuat Alya menolak untuk menerima perjodohan antara dirinya dengan salah satu anak kembar dari sepupu umminya.
Raihan adalah laki-laki tampan dan mapan, sehingga tidak memupuk kemungkinan untuk Alya menerima perjodohannya itu. Terlebih lagi, ia telah mencintai laki-laki itu semenjak tahu akan di jodohkan dengan Raihan.
Namun, siapa sangka Rayan adik dari Raihan, diam-diam juga menaruh rasa kepada Alya yang akan menjadi kakak iparnya dalam waktu dekat ini.
Bagaimana jadinya, jika Raihan kembali dari perguruan tingginya di Spanyol, dan datang untuk memenuhi janjinya menikahi Alya? Dan apa yang terjadi kepada Rayan nantinya, jika melihat wanita yang di cintainya itu menikah dengan abangnya sendiri? Yuk ikuti kisah selanjutnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lina Handayani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5 : Ada Yang Enggak Beres
..."Sikap seseorang akan terlihat dari kebiasaannya. Dan apa yang di lakukannya, tidak akan jauh dari kesehariannya, sehingga jika orang itu berubah, maka akan terlihat jelas ada yang salah dengannya."...
...~~~...
Alya sedikit tertegun dengan pertanyaan yang di lontarkan oleh Rayan kepada dirinya, seakan begitu memperdulikan dirinya.
"Loh kok diam saja, Kak? Jawab Kak Alya, ada apa denganmu? Mengapa bisa menangis?" ucap Rayan dengan sedikit menggoyangkan pundak Alya yang masih diam saja.
Hal itu, malah membuat Alya semakin bungkam, ia bingung harus menjawab apa. Terlebih lagi, tidak mungkin juga ia bercerita kepada Rayan, karena ini adalah urusan pribadi rumah tangganya.
"Ah, aku enggak papa kok, Rayan. Mana ada aku nangis," ujar Alya dengan menyangkal fakta yang sebenarnya.
Kening Rayan sedikit mengeryit, dengan jawaban dari wanita itu, karena dengan jelas ia tadi melihat Alya berjalan melewati kamarnya, dengan isak tangis dan juga air mata yang membasahi kedua pipinya. Dan itu tidak mungkin, jika tidak ada yang terjadi.
"Bohong, katakan yang jujur! Kamu habis nangis, kan?" seru Rayan dengan tidak mempercayai pengakuan dari Alya, dengan semakin dalam menatap kedua mata wanita itu.
"Apaan sih, Rayan? Aku enggak nangis, kamu ini salah lihat kali," sangkal Alya dengan memalingkan wajahnya ke sembarang arah.
"Aku tahu kamu bohong, Kak Alya! Jawab yang jujur kepadaku! Mengapa kamu menangis? Aku melihatmu menangis tadi," ucap Rayan dengan memegang pergelangan tangan Alya agar tidak pergi dari hadapannya.
Deg.
Ucapan Rayan barusan cukup membuat dirinya terkejut. Terlebih lagi, ia tak menyangka bahwa Rayan akan melihat dirinya sewaktu menangis tadi.
Namun, di saat keduanya masih saling menatap dan mematung di tempat, tiba-tiba saja terdengar teriakan seorang wanita dari bawah sana.
"Rayan, Alya cepat turun ke bawah! Jangan diam saja di situ!" teriak Bunda Zahra dari bawah.
Di mana Bunda Zahra hendak menaiki anak tangga untuk menuju kamar Rayan. Akan tetapi, sebelum wanita itu sampai ke lantai atas, matanya menangkap keberadaan Alya dan Rayan di atas tangga, sehingga membuat Bunda Zahra meneriaki namanya.
Sontak saja teriakan dari Bunda Zahra membuat keduanya sedikit terkejut. Bahkan, secara bersamaan Alya dan Rayan menatap ke bawah, melihat keberadaan Bunda Zahra yang meneriaki nama keduanya.
"Iya Bun, sebentar Alya ke bawah sekarang," sahut Alya dengan segera menuruni anak tangga untuk menghampiri ibu mertuanya itu.
"Alya, tunggu! Urusan kita belum beres!" kata Rayan dengan memegang tangan Alya, sehingga membuat wanita itu berhenti sejenak.
"Lepas!" pinta Alya tanpa banyak bicara melepas tangan Rayan yang memegang pergelangan tangannya itu.
Sampai tangan itu terlepas, Alya pun segera turun ke bawah dan berjalan menuju meja makan bersama Bunda Zahra untuk menyiapkan makanan yang masih tersisa di dapur.
Dan Rayan masih berdiri di atas, dengan melihat kepergian Alya. "Aku yakin, ada yang tidak beres dengan Alya. Dia tak pernah menangis selama berada di sini. Bang Raihan selalu memperhatikannya dengan baik, lalu apa yang membuatnya bisa sampai menangis seperti itu?" gumamnya dengan sedikit berpikir.
Setelah lama berpikir, Rayan pun memutuskan untuk segera turun ke bawah, dan bergabung di meja makan bersama kedua orangtuanya untuk sarapan pagi.
"Ini piringnya, Den," ucap Mbak Ratna---pembantu di sana yang sudah bekerja bertahun-tahun di rumah Ayah Muhtaz dan Bunda Zahra.
"Baik, Bi. Terimakasih," balas Rayan dengan senyuman di bibirnya, setelah Bi Ratna menyiapkan piringnya untuk makan.
Di saat semua orang akan makan, tiba-tiba Bunda Zahra menatap wajah menantunya yang masih menuangkan air minum di sana.
"Alya, di mana Raihan? Bukanya tadi kamu menyusulnya ke atas?" tanya Bunda Zahra dengan tatapan begitu menelisik.
Alya sedikit terkejut, dengan pertanyaan yang di lontarkan oleh Bunda Zahra kepada dirinya, sehingga membuat wajahnya langsung berubah gelisah.
"Eemmm ... itu Bunda. Mas Raihan masih siap-siap di atas. Mungkin bentar lagi turun," jawab Alya dengan sedikit gugup dan keringat dingin membahasi pelipisnya.
"Oh gitu, ya udah kamu coba susul lagi! Mana tahu Raihan sudah siap sekarang," kata Bunda Zahra dengan tidak menatap curiga.
"Tapi Bunda ... Mas Raihan sebentar lagi akan ke sini kok," balas Alya seperti tengah menghindar dari suaminya itu.
"Oh ya udah. Kalau begitu, kamu langsung duduk dan makan saja, nanti Raihan pasti sebentar lagi gabung," ucap Bunda Zahra dengan tersenyum tipis.
Dan Alya hanya mengangguk nurut saja, dengan duduk di kursi yang kosong, lalu membalikan piring yang masih terbalik, dengan tangan yang sedikit bergetar.
Hal itu, cukup menarik perhatian Rayan sedari tadi, karena ia tak pernah melihat Alya dalam kondisi seperti sekarang ini. Gugup sampai membuat tangan wanita itu bergetar. Rayan sudah bisa menebaknya, jika Alya seperti itu berarti wanita itu tengah menyembunyikan sesuatu dari banyak orang, sebab Rayan sudah begitu lama mengenal Alya.
Tidak lama dari itu, Raihan turun dengan sudah rapih menggunakan setelan kantornya, walupun dasinya terlihat sedikit miring, karena sepertinya terburu-buru sewaktu memakainya.
"Pagi Bunda, Ayah. Rayan," ucap Raihan menyapa anggota keluarga yang sudah ada di meja makan.
"Pagi juga Raihan. Langsung duduk saja, sayang!" balas Bunda Zahra dan Ayah Muhtaz, sembari langsung meminta putranya itu segera duduk.
Raihan tidak banyak bicara, ia langsung menduduki kursi makan di samping istrinya Alya, walupun wanita di sampingnya itu terlihat mendiamkan dirinya, dengan berpura-pura tidak melihat keberadaannya di meja makan tersebut.
"Pagi juga, Kak. Tumben terlambat?" tanya Rayan kepada kembarannya itu, setelah Raihan duduk bergabung.
Sontak saja Raihan menatap kepada sang adik, walupun sebelumnya tengah memperhatikan wajah Alya yang diam saja di sampingnya.
"Oh itu biasa, aku agak terlambat bangun tadi makanya sedikit terlambat," jawab Raihan dengan senyum tipis.
Sejenak Rayan terdiam, tapi ia pun langsung tersenyum. "Oh gitu, pantasan enggak kayak biasanya," katanya dengan sedikit menatap curiga kepada Raihan.
Raihan yang mengerti tatapan Rayan, sehingga cepat beralih menatap kepada sang istri agar tak menimbulkan kecurigaan kepada orangtuanya juga.
"Sayang, tolong ambilkan itu dong," pinta Raihan dengan nada memohon kepada Alya yang tengah menyantap sarapan paginya.
"Iya Mas," sahut Alya ketus dengan mengambil capcay yang tak jauh dari tempatnya, serta menaruhnya di piring sang suami tanpa senyum yang menghiasi bibirnya lagi.
"Terimakasih sayang," ucap Raihan dengan berusaha keras membangkitkan komunikasi dengan sang istri.
"Sama-sama Mas," balas Alya singkat dengan kembali menyantap sarapannya yang tertunda.
"Sepertinya Alya masih marah kepadaku. Sialan! Pasti akan susah ini," gumam Raihan di dalam hatinya dengan menggerutuki perbuatannya tadi.
Sedangkan Rayan sedari tadi tatapannya tak lepas dari pasangan suami istri yang ada di depannya itu, dengan sesekali menyuapkan nasi ke dalam mulutnya, walupun masih menatap curiga kepada Alya dan Raihan. Itu pun berlangsung sampai acara sarapan selesai.
"Fix ini mah, pasti ada yang enggak beres dengan Alya dan Kak Raihan! Aku harus segara mencari tahu sebabnya," ucap Rayan di dalam hatinya, setelah sedari tadi memperhatikan pasangan suami istri itu yang nampak berbeda dari biasanya. Bahkan, terlihat jelas Alya seperti lebih banyak menghindar dari Raihan.
.
.
.