"Jika kamu ketauan bolos masuk kelas maka saya akan menikahi kamu saat itu juga!
***
"Cila, ayah mohon penuhi keinginan terakhir bundamu nak, kamu harus setuju dengan perjodohan ini."
"Cila masih mau sekolah ayah! Masa disuruh menikah? Yang benar saja!"
***
"Kok Ustadz disini?"
"Saya suami kamu sekarang."
Cila terkejut dengan kenyataan di depannya. Ia tidak mengira yang akan menjadi suaminya adalah Ustadz Athar, guru di pesantrennya yang selalu menghukumnya itu.
"Ayaaahhh!! Cila gak mau nikah sama Ustadz Athar, dia sering hukum Cila." Rengek Cila dengan ayahnya.
***
Arsyila Nura Nayyara, gadis yang agak nakal dikirim ayahnya ke sebuah pesantren. Bundanya sudah meninggal saat Cila berumur 14 tahun. Bundanya sebelum meninggal sudah membuat beberapa rekaman video. Setiap Cila berulang tahun, ia selalu melihat video bundanya. Dan saat Cila berumur 18 tahun, bundanya meminta untuk Cila menikah dengan anak dari sahabatnya. Gimana kisahnya? yuk ikuti!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fega Meilyana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mulai cemburu
Angin sore menyapu lembut pelataran Ndalem. Cahaya matahari mulai turun perlahan, menyisakan semburat jingga di langit pesantren. Suara santri mengaji bersahutan dari arah masjid dan asrama, menambah suasana damai yang jarang bisa ditemukan di luar sana.
Di beranda samping Ndalem yang biasa jadi tempat para putra putri Kiai bersantai. Ning Fara duduk bersandar pada tiang kayu mengenakan gamis coklat dan kerudung senada dengan warna gamisnya. Tatapannya masih terlihat sendu, semenjak Gus Alif mengatakan hal yang seharusnya tidak menjadi kenyataan, Ning Fara tampak diam. Dan itu disadari oleh Umi Inayah dan Juga Abah Abdul Hamid. Mereka sudah tau dari Ning Ani bahwa Fara sudah mengetahui jika Ustadz Athar sudah menikah. Abah duduk di samping kanan Fara sedangkan Umi Inayah duduk di samping kiri Fara. Fara berada di tengah mereka.
"Assalamu'alaikum Fara..."
Fara pun menoleh lalu tersenyum tipis. "Wa'alaikum salam abah, Umi."
"Fara lagi apa nak?"
"Lagi santai aja Umi."
"Umi dan abah perhatikan, Fara sejak tadi tampak murung. Ada masalah?" Meskipun Umi Inayah dan Abah Abdul Hamid sudah mengetahuinya namun mereka ingin mendengarnya langsung dari keponakannya sendiri.
"Umi... Apa benar Ustadz Athar sudah menikah?"
Deg!
Umi Inayah melirik ke Abdul Hamid, ada anggukan kecil dari Abdul Hamid mengisyaratkan untuk menjawabnya dengan jujur.
"Sudah nak, Jum'at kemarin."
Tanpa permisi, air mata Ning Fara luruh begitu saja. "Kenapa kalian gak bilang sama aku? Bahkan.. Mbak Anin tidak mengatakan apapun padaku."
Umi Inayah mengelus punggung Ning Fara dengan lembut. "Nak, jangan salahkan Anin karena abah yang memintanya untuk tidak memberi tau kamu sebab saat itu kamu akan sidang. Dan abah dan Umi takut kalau itu akan mengganggu sidang skripsi kamu."
"Fara sayang... Umi tau kamu kecewa, sedih, bahkan sakit hati tapi kamu tau kan, Ustadz Athar tidak pernah menghiraukan segala bentuk perhatian kamu ketika kalian sudah sama-sama baligh."
"Apa salah jika Fara mencintainya Umi? Fara gak tau bisa lupain perasaan itu dengan mudah."
"Tidak ada yang salam dalam hal mencintai, namun akan salah jika masih mempertahankan perasaan itu jika kita sudah tau bahwa seseorang yang kita cintai sudah menikah. Abah hanya takut.... Perasaan kamu akan menjadi boomerang untuk kamu ke depannya nak."
"Tidak semudah itu abah aku melupakannya. Aku sudah mencintainya sejak ia menginjakkan kakinya di pesantren ini."
"Melupakan memang tidak mudah, tapi abah harap kamu jangan mengharapkan apapun lagi. Jadilah cinta kamu untuk menjadi doa kebahagiaan Ustadz Athar dengan wanita pilihannya."
"Aku tidak yakin.. Aku gak mau perjuanganku selama bertahun-tahun ini berhenti begitu saja." Ucap Ning Fara dalam hati.
"Hem... Apa Fara boleh bertanya? Siapa wanita beruntung itu Umi?"
Umi Inayah meraih tangan Fara untuk ia genggam, "Maaf Fara, untuk itu Umi dan Abah tidak bisa memberi tau karena Ustadz Athar sendiri ingin ini menjadi rahasia dulu. Jika kamu ingin tau boleh bertanya pada Ustadz Athar sendiri."
"Baik Umi."
***
"Ustadz kapan aku balik ke asrama?" Tanya Arsyila saat mereka sudah di rumah. Arsyila dan Ustadz Athar sudah kembali ke rumahnya setelah solat Isya.
"Besok setelah subuh kita langsung berangkat."
"Pesantren saat Subuh sudah ramai Ustadz, aku takut banyak yang lihat nanti."
"Gampang, tinggal ngomong jujur saja!"
Plak
Arsyila memukul lengan Ustadz Athar. "Sakit sayang, galak banget sih."
"Siapa suruh begitu! Aku gak mau semua orang tau kalau kita sudah menikah ya Ustadz."
"Kenapa?"
"Belum siap aja. Kamu itu banyak fansnya dan aku gak mau jadi sorotan para santri."
Setelah itu Arsyila melangkah ke kamarnya namun Ustadz Athar langsung menggendongnya karena tidak ingin Arsyila kelelahan mengingat lututnya masih biru bekas tadi pagi terjatuh.
Reflek Arsyila mengalungkan tangannya di leher Ustadz Athar. "Kenapa aku selalu di gendong?"
Ustadz Athar tersenyum tulus. "Kamu istriku, aku tidak ingin kamu cape atau lelah. Kamu ratu di rumah ini."
Arsyila pun membalas senyuman Ustadz Athar. Hatinya terasa hangat, ia menikmati momen ini. Setiap langkah Arsyila memandangi wajah tampan suaminya hingga ia tidak sadar sudah sampai di kamarnya.
"Sekarang adek bersih-bersih dulu ya." Arsyila mengangguk, perhatian yang diberikan Ustadz Athar begitu menyentuh hatinya. Ia pikir menikah dengan Ustadz Athar akan menyeramkan karena yang Arsyila tau sikapnya begitu dingin dan juga galak. Tapi Arsyila melihat sisi lain dari Ustadz Athar-begitu tulus, hangat dan juga menyayangi Arsyila.
Setelah Arsyila bersih-bersih, Ustadz Athar membawakan segelas air putih dan juga sebuah mushaf kecil.
"Adek sudah menghafal sampai jus berapa?"
"Baru juz 30 Ustadz. Kenapa?"
"Yaudah sekarang sebelum kita tidur, kita baca dulu ya. Aku ajarin, Pelan-pelan pasti adek bisa hafal."
"Tapi ini sudah malam Ustadz, sudah jam 9. Aku ngantuk!"
"Sebentar saja sayang, sini deket aku."
Deg deg deg
Walaupun mereka sering berdekatan bahkan Ustadz Athar sering mencuri kesempatan untuk mencium Arsyila tapi masih saja Arsyila merasa gugup apalagi jantungnya berisik banget.
"Kita mulai ya..." Arsyila pun menurut, ia mulai mengikuti arahan Ustadz Athar.
Entah mengapa dalam hafalan Arsyila tidak begitu suka bahkan ia sangat sulit untuk menghafal. Namun malam ini ia cukup cepat dalam menghafal, waktu 30 menit ia habiskan bersama Ustadz Athar untuk hafalan dan Arsyila cukup bangga pada dirinya. Dengan waktu 30 menit ia sudah hafal 30 ayat biasanya hafal 10 ayat aja ia sudah bersyukur.
Arsyila sudah terlihat mengantuk dan mereka mulai bersiap untuk tidur.
Keesokan harinya. Arsyila dan Ustadz Athar kembali ke pesantren. Mereka di antar oleh Mang Udin menggunakan mobil. Suasana pesantren di jam 05.30 tidak terlalu ramai karena para santri masih di asrama, beberapa ada yang masih mengantri untuk mandi dan ada beberapa yang sudah di kantin. Buru-buru Arsyila melangkahkan kakinya menuju asrama diikuti oleh Ustadz Athar dibelakangnya.
"Hati-hati dek jalannya. Jangan buru-buru."
"Aku lapar Ustadz!"
Arsyila terus melangkahkan kaki kecilnya dengan cepat. Karena ia tidak lihat jalan, ia tersandung batu. Untung dengan cepat lengan Arsyila di tahan oleh Ustadz Athar jadi Arsyila tidak sampai terjatuh.
"Kan, apa sudah aku bilang, pelan-pelan saja. Ada yang sakit?"
"Gak Ustadz."
Tiba-tiba saja ada yang menghampiri mereka dengan cepat Arsyila melepaskan tangan Ustadz Athar dari lengannya.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam."
Arsyila mendongak sedikit, ternyata itu Ning Anin bersama dengan seorang perempuan. Arsyila tidak tau itu siapa.
"Arsyila, sudah balik?" Tanya Ning Anin.
"Sudah Ning."
"Ya sudah kembali ke asrama ya."
"Baik Ning, saya permisi Ustadz Ning. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam."
Ustadz Athar menatap kepergian Arsyila sampai hilang dari pandangannya. Dan itu disadari oleh Ning Fara.
"Apa kabar Ustadz?" Tanya Ning Fara
"Alhamdulillah baik. Ning Fara sudah selesai kuliahnya?"
"Alhamdulillah sudah Ustadz. Oh iya nanti saya akan mengajar mata pelajaran bahasa Inggris di kelas 12-A."
"Baiklah saya permisi dulu Ning. Assalamu'alaikum."
"wa'alaikum salam."
Masih datar, dingin dan tidak menatap Ning Fara itulah Ustadz Athar. Memang sulit mendekati apalagi mendapatkan cintanya namun Ning Fara tetap saja merasa tertantang untuk terus mencari perhatian Ustadz Athar meskipun ia sudah tau jika Ustadz Athar sudah menikah.
Arsyila tiba di kamar asramanya. "Assalamu'alaikum teman-teman."
"wa'alaikum salam." Jawab Hafiza dan Dan ia bersamaan.
"Eh Arsyi! Kamu baru tiba ya? Kamu kemana aja? Kita kangen banget!"
"Aku di rumah Om aku, ada acara yang tidak bisa aku tinggali. Maaf ya! Tapi aku bawa sesuatu untuk kalian."
"Wah apa itu?"
Arsyila mengeluarkan beberapa snack untuk ke empat temannya. Arfa dan Irfan sudah ke kantin duluan.
"Ini untuk kita semua?"
Arsyila mengangguk, "Iya untuk kalian dari ayah aku!"
"Terimakasih Arsyi!"
***
Bel masuk pun berbunyi pertanda para santri akan memulai pelajarannya. Arsyila, Dania dan Hafiza satu kelas dan mereka akan belajar bahasa Inggris.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam." Jawab para santri serentak.
"Bukankah itu perempuan yang bersama Ning Anin tadi? Ternyata dia pengajar juga disini."
"Itu siapa Hafiza?"
"Oh itu Ning Fara, sepupunya Ning Anin dan Gus Alif."
Ning Anin mulai mengabsen satu per satu para santri di kelasnya.
"Baiklah, saya ingin memperkenalkan diri saya. Saya menggantikan Ustadz Athar dalam mengajar kelas bahasa Inggris, nama saya Fara Khairunnisa. Mungkin di antara kalian sudah ada yang mengenal saya?"
Beberapa santi menjawab dan memang ada yang sudah mengenal Ning Fara sebelumnya.
"Baiklah kita lanjutkan pelajaran kita."
Ning Fara mulai menjelaskan materinya, Arsyila tampak semangat karena memang ini adalah mata pelajaran kesukaannya. Hingga tak terasa 2 jam pelajaran sudah selesai.
Para santri keluar dari kelas dan menunggu pelajaran selanjutnya. Ning Fara juga keluar dari kelas.
Setelah Ning Fara keluar, bisik-bisik para santri terdengar.
"Ning Fara sudah selesai ya pendidikannya? wah udah cocok banget sama Ustadz Athar!"
"Iya, Jangan-jangan mereka akan menikah lagi? kalian inget gak waktu itu Ustadz Athar bilang kan kalau beliau akan menikah? Nah jangan-jangan ia mau menikah sama Ning Fara lagi!"
"Kalau memang iya pasti bakalan jadi patah hati se pesantren nih! Tapi kalau Ning Fara yang jadi istri Ustadz Athar ya cocok aja, secara mereka setara kok dalam ilmu agama dan akademiknya."
"Iya ya apalagi Ning Fara nih yang aku dengar-dengar kalau ia ambil jurusan sastra Inggris karena Ustadz Athar!"
"waahh cocok kalau gitu."
Bisik-bisik mereka terdengar sampai di telinganya Arsyila. Entah mengapa Arsyila merasakan panas mendengar semua itu, ia tidak terima ada yang bilang bahwa mereka cocok. Eh tunggu? Apakah Arsyila merasa cemburu?
nanti bucin arsyila sm ustad atar 😀😀