Tidak ada rumah tangga yang berjalan mulus, semua memiliki cerita dan ujiannya masing-masing. Semuanya sedang berjuang, bertahan atau jutsru harus melepaskan.
Seperti perjalanan rumah tangga Melati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kuswara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28
Bukan tidak kasihan atau tega membiarkan Melati yang sedang hamil muda di tinggal sendiri di rumah besar itu. Tapi ini permintaan Melati sendiri karena Ayahnya juga memiliki banyak pekerjaan di sana. Melati dan Ayah sama-sama mengikhlaskan untuk hidup terpisah namun dengan komunikasi intens.
Kehamilannya kali pun tidak rewel, persis seperti kedua Kakak perempuannya. Jadi Melati bisa melakukan aktivitasnya seperti biasa. Mulai berangkat ke kantor, duduk di sana tapi bukan karena Mas Kalingga melainkan karena buah hatinya yang sekarang ada di dalam perutnya.
Sangat betah berlama-lama berada di dalam ruangan kerja itu, apa mungkin di sana karena ada aroma wangi Mas Kalingga atau memang dia senang dengan pekerjaannya sekarang.
Namun saatnya pulang dia merasa lebih senang lagi, serasa kedua anaknya yang lain menunggu kepulangannya. Meski dia tahu di rumah itu hanya ada dirinya seorang.
"Hari kita makan apa, ya?." Sambil membuka kulkas, melihat stok bahan-bahan yang bisa diolahnya.
"Bihun goreng seafod sepertinya enak untuk menu makan malam kita," salah satu menu kesukaan kedua anak perempuannya. Melati pun mulai sibuk membuatnya. Sebagai hidangan penutup Melati membuat secangkir susu full cream.
Kemudian Melati membawanya masuk ke dalam kamar, dia makan di meja sambil memandangi foto Lili dan Sakura yang masih ada di sana.
"Selamat makan," ucapnya.
Sementara itu di tempat lain, ternyata tidak sejauh yang dibayangkan Melati, luar negeri. Rupanya Mas Kalingga membawa Viola dan kedua tinggal di rumah Ibu. Mas Kalingga melanjutkan bisnis yang dirintis Bapak yang dulu dipegang orang lain, sekarang Mas Kalingga yang memegangnya.
Karena dari pekerjaan itu dia mendapatkan uang untuk memenuhi dan menanggung kehidupan mereka setelah melepas perusahaan untuk Melati.
Rumahnya memang tidak sebesar rumah yang diberikan kepada Melati. Tapi cukup untuk menampung mereka semua.
Malam ini Mas Kalingga sampai di rumah larut malam karena memang banyak pekerjaan. Seperti biasa kamar Lili dan Sakura yang didatanginya pertama kali.
Kedua anak perempuannya sudah tidur, sejenak menatap wajah Lili dan Sakura. Terlihat jelas ada wajah Melati yang sangat dirindukannya. Namun dia tidak punya pilihan lain selain menceraikannya.
Puas melepas rindu pada wajah yang hadir melalui wajah cantik anak-anaknya, Mas Kalingga bangkit namun Sakura menahan tangannya.
"Papa," panggilnya sangat pelan.
Kemudian Mas Kalingga kembali duduk, mengusap rambut kepala Sakura.
"Ada apa, Dek?."
"Aku selalu bermimpi Mama."
Mas Kalingga tersenyum lalu membawa Sakura duduk di atas pangkuannya saat Sakura bangun dari tidurnya. Mas Kalingga memeluknya sangat erat.
"Mama juga selalu hadir di dalam mimpi Papa, Dek. Tapi untuk sekarang kita harus berjauhan dulu dengan Mama demi kebaikan semuanya. Bersabar dulu, ya, Dek."
Sakura mengangguk sambil menyembunyikan wajahnya pada dada Papanya. Dia pun menangis pelan di sana. Tak bisa Sakura hidup berjauhan dengan salah satu dari orang tuanya. Lebih baik mereka satu rumah walau dengan hubungan yang kacau. Karena dia bisa melihat Mama dan Papanya.
Mas Kalingga dan Sakura tidur dengan saling berpelukan.
Viola pun menjadi sangat kesal, Mas Kalingga selalu memprioritaskan Sakura dan Lili dibandingkan dirinya dan kehamilannya. Tidak ada Melati tidak serta merta membuat hidupnya menjadi miliknya seutuhnya karena dia tidak sepenuhnya mendapatkan Mas Kalingga.
Keesokan paginya.
"Mas," panggil Viola dari atas tempat tidur saat Mas Kalingga baru memasuki kamar mereka.
"Apa?," sahut Mas Kalingga.
"Bukan hanya Sakura dan Lili yang membutuhkan perhatianmu, tapi aku dan calon bayi kita. Aku juga ingin diprioritaskan seperti mereka."
"Sebelum kita menikah, kamu tahu 'kan aku sudah memiliki mereka. Jadi aku minta kamu yang mengerti dan menerima bukan malah sebaliknya." Tegas Mas Kalingga.
"Kamu berani sama aku, Mas?." Viola tersulut ucapan Mas Kalingga.
"Karena memang sudah seharusnya seperti itu, Vi. Ini malah kamu yang mengatur, menuntut ini dan itu. Apa kamu belum puas dengan perceraianku dan Melati?."
"Belum, karena yang aku inginkan kamu." Viola bangkit sambil melepaskan jubah tidurnya.
"Aku sudah ada di sini! Bersamamu! Apa itu masih kurang untukmu?."
Viola tidak menjawab, dia langsung mencium bibir Mas Kalingga. Tidak mau membuat istrinya semakin marah, Mas Kalingga mengikuti kemauan istrinya.
Setelah selesai di atas tempat tidur bersama Viola, Mas Kalingga keluar lagi, melupakan rasa lelah pada tubuhnya. Dia harus mengurus Lili dan Sakura yang sebenarnya sangat mandiri.
"Kakak sudah buatkan kopi untuk Papa,"kemudian secangkir kopi terhidang di depan Mas Kalingga.
"Terima kasih, Kak." Mas Kalingga sangat bangga pada anak sulungnya. Begitu juga pada Sakura. Mereka tidak banyak mengeluh, justru mereka mengerti dengan keadaannya.
"Papa pulang larut malam lagi, ya?." Tanya Lili sambil duduk di samping Sakura.
"Iya, Kak, Papa pulang saat kita sudah tidur." Jawab Sakura dan Mas Kalingga hanya mengangguk.
"Papa harus jaga kesehatan," ucap Sakura dan Lili sehati. Karena mereka tahu Papanya sangat bekerja keras untuk mereka semua.
"Iya, Kak, Dek, kalian juga harus jaga kesehatan."
"Siap, Papa," sahut keduanya.
"Nanti sore Papa harus menemani Tante Viola ke Dokter, apa kalian mau ikut atau tinggal di rumah saja?."
"Di rumah saja, Pa." Jawab keduanya kompak.
"Oke, Papa tidak lama cuma mengatur jadwal dengan Dokter kapan lahiran Tante Viola."
"Iya, Pa."
Mas Kalingga dan Viola sudah berada di ruangan Dokter, tiga minggu lagi Viola akan melahirkan secara sesar karena takut dengan rasa sakit saat harus melahirkan secara normal. Sah-sah saja mau melahirkan baik secara normal atau sesar, tergantung pada masing-masing individu.
Sudah tidak ada urusan di rumah sakit mereka pun langsung pulang walau sebenarnya Viola masih ingin jalan-jalan. Tapi dia harus menurut pada Mas Kalingga yang memang terlihat sangat lelah.
"Aku di tawari praktik di klinik temanku yang baru buka, Mas, tidak jauh dari tempat tinggal kita. Itu loh yang ada di pertigaan itu." Jelas Viola.
"Setelah melahirkan atau kapan?," tanya Mas Kalingga.
"Besok sudah mulai karena aku juga bete tinggal di rumah tanpa ada kegiatan."
"Terserah kamu saja, Vi."
"Oke, Mas."
Viola begitu girang dengan kata terserah Mas Kalingga. Setidaknya dia tidak perlu mumet harus di dalam rumah terus bersama Sakura dan Lili.
Mereka sudah tiba di rumah, Viola dan Mas Kalingga langsung masuk ke kamar. Mas Kalingga langsung tidur, tidak bisa menahan matanya yang sudah sangat susah untuk diajak melek.
Setelah memastikan Mas Kalingga terlelap, Viola kembali keluar menemui Sakura dan Lili.
"Aku lihat kamu bisa masak, Li, buatkan aku makanan yang persis tadi pagi kalian makan." Suruh Viola.
Tidak ada bantahan dari Lili, dia pun langsung ke dapur yang diekori Sakura.
"Kak."
"Apa?."
"Bagaimana kalau kita kerjai Tante Viola?."
"Bagaimana caranya, Dek?."
"Kasih bumbu merica dan garam yang banyak, Kak, pada makanannya."
Bersambung