"Ayo bercerai setelah anak ini lahir"
laki-laki itu hanya diam, tapi keterdiaman itu membuat semuanya semakin jelas kalau ia menginginkan hal yang sama
Belasan tahun hanya cintanya yang terus terpupuk, keajaiban yang ia harapkan suatu hari nanti tak kunjung terjadi. Pada akhirnya, berpisah adalah satu-satunya jalan atas takdir yang tak pernah menyatukan mereka dalam rasa yang sama.
"Selamat jalan Kalanza, aku harap kamu bahagia dengan pilihan hatimu"
Dari sahabat sampai jadi suami istri, Ishani terlalu berpikir positif akan ada keajaiban saat Kalanza tiba-tiba mengajaknya menikah, harapannya belasan tahun ternyata tak seindah kisah cinta dalam novel. Kalanza tetaplah Kalanza, si laki-laki keras kepala yang selalu mengatakan tak akan pernah bisa jatuh cinta padanya.
"Ishani, aku ingin melanggar janji itu"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mukarromah Isn., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ketahuan
Kata orang-orang zaman dulu, Senja adalah sebuah waktu dimana malam ingin bertemu siang. Cahaya lembut rembulan di langit malam ingin bertemu dengan matahari yang kadang panasnya tak tertanding. Langit malam pekat bertemu dengan langit biru muda apakah menghasilkan warna jingga? Menurut teori warna tentu tidak. Tapi orang-orang zaman dulu punya cara tersendiri untuk menjelaskan sesuatu termasuk masalah cinta walau dengan sesuatu yang tak masuk akal sekalipun di kepala kita sekarang
Tapi, bukankah cinta memang tak masuk akal? Padahal jelas sekali ia dibarengi kata "jatuh" dan siapa yang tak sakit bila sudah jatuh?. Jika siang dan malam diumpakan ibarat dua manusia yang ingin bertemu dan senja adalah tempat pertemuannya, lantas apakah senja berarti setiap pertemuan adalah sesuatu yang indah?. Maka manusia punya cara tersendiri memandangnya, kadang kala tak pernah bertemu lagi adalah bentuk obat karena pertemuan bisa saja dengan membuka luka lama
Cahaya jingga yang dipantulkan kala senja nampak di kaki langit membuat bayangan-bayangan benda kadang lebih panjang dari ukuran aslinya. Sampai detak jam yang kesekian kalinya, mata itu tak pernah lepas menatap pintu yang tertutup rapat. Sejak ia membuka mata, laki-laki yang sudah ia berikan hatinya tak pernah datang lagi. Apakah laki-laki itu marah? Apakah ada hal mendesak yang tak bisa ditinggalkan sama sekali? Ishani tak tau. Tapi hanya itu yang ia nanti
Ceklek
Suara pintu yang kembali terbuka mengalihkan atensinya, tak sesuai harapan, yang masuk ternyata adalah Lusi, adik tirinya
"Kak Ishani, maaf aku datang terlambat. Tadi ada kebakaran dan terpaksa harus jalan memutar. Aku sudah bawakan makanan pesanan kakak yang tadi diberitau ayah" gadis itu menuju ranjang kakaknya, membuka totebag yang ia letakkan diatas nakas. Sebuah bubur ayam hangat tersaji dengan rapi sesuai permintaan kakaknya
"Terima kasih, Lusi"
"Aku minta maaf atas nama ibu kak, jujur aku malu sekali menampakkan diri didepan kakak hari ini setelah apa yang ibuku lakukan"
"Yang melakukan itu adalah dia dan bukan kamu, tidak perlu terus merasa bersalah atas apa yang tidak kamu lakukan"
Melihat keterdiaman itu, Ishani menggenggam tangannya erat
"Apa yang terjadi di masa lalu, aku memaafkannya, sekarang tolong jaga ayah. Jangan terus terbelenggu dalam rasa bersalah itu" seolah membaca hatinya, Ishani mengucapkan kalimat yang sampai membuat Lusi memeluknya erat
"Lusi, aku ingin keluar. Aku lelah hanya berbaring disini"
"Luka kakak masih basah, ini bahkan belum 24 jam" Lusi menatap kepala kakaknya yang masih diperban gara-gara, itu pasti karena terantuk saat kecelakaan itu terjadi
"Sebentar saja, aku ingin berkeliling, 5 menit saja"
"Besok pagi, besok pagi aku janji bawa kakak keliling" bertepatan dengan Lusi mengatakan itu, pintu ruangannya dibuka, sosok yang ia tunggu-tunggu dari tadi akhirnya datang
"Kalan" laki-laki itu nampak baru pulang kerja, tapi ada yang aneh. Ishani mencium bau minyak telon khas bayi dari pakaiannya
"Maafkan aku baru bisa datang sekarang, ada banyak hal yang tak bisa aku tinggalkan di kantor"
"Aku mengerti, ayah yang menjagaku dari tadi"
"Aku minta maaf tak bisa menjagamu kemarin, aku lengah dan tak pernah menyangka itu akan terjadi"
"Tidak papa, musibah tidak ada yang tau"
"Kamu terlihat sangat lelah Kalan, pulanglah untuk berganti pakaian dan istirahat"
"Siapa yang akan menjagamu kalau aku pergi Ishani?"
"Lusi ada disini bersamaku. Aku tau kamu lelah. Pasti kamu juga menyetir sendiri kesini" Sopir mereka baru saja kecelekaan, jadi mau tak mau Kalan harus menyetir mobil sendiri dan menghadapi bagaimana macetnya ibu kota di jam-jam seperti ini. Pasti sangat melelahkan
"Kalau begitu aku akan kembali kesini nanti setelah berganti pakaian, apa kamu mau dibawakan sesuatu?" Ishani hanya menggeleng sebagai jawaban. Kalan mengangguk dan langsung pergi. Ishani merasa laki-laki itu menjauh darinya dan terkesan sangat menjaga jarak. Ia bukan Kalan yang ia kenal dalam beberapa hari atau belasan tahun. Ia Kalan yang berbeda
"Lusi kamu berjanji mengajakku jalan-jalan pagi ini" matahari bahkan belum sepenuhnya terbit, tapi Ishani sudah menagih janji begitu ruang perawatannya dibuka
"Apa Kak Kalan tidak akan mampir? Aku takut dia datang saat kita sedang keluar"
"Dia baru saja pulang tadi, sepertinya langsung berangkat ke kantor"
"Baiklah, aku tidak akan melanggar janji" Perempuan itu keluar sebentar meminta kursi roda karena tak mungkin Ishani berjalan dengan kaki pincang dan perut hamilnya
Bau disinfektan tercium ketika pintu ruangannya terbuka. Ishani celingukan, hanya beberapa orang yang berlalu lalang di koridor, mungkin saja karena masih terlalu pagi menurut mereka.
"Ruangan kita ternyata disebelah ruang inap anak-anak ya?" Ishani membaca tanda pada pintu yang tertempe. Hanya berbatas dengan lorong, ia mendengar suara bayi menangis cukup nyaring, spontan ia turut mengelus perutnya
"Tidak apa-apa ada papa disini"
"Jangan menangis lagi ya?" Suara yang sangat tidak asing terdengar dari ruangan yang setengah pintunya terbuka itu
"Apa kamu tidak akan pergi bekerja? Beberapa minggu ini sepertinya kamu terlambat berangkat dan pulang, kamu selalu mampir kesini"
"Tidak apa-apa, lagipula aku bosnya" suara itu terkekeh membuat perempuan yang disana juga tersenyum
"Aku dengar istrimu juga dirawat disini, apa dia tidak akan mencarimu?"
"Aku sudah minta izin untuk pulang"
Ishani meremas dadanya, luar biasa sekali rasa sakitnya. Tanpa bisa ditahan, air matanya menetes
"Tolong kembali Lusi" ia memegang tangan adik tirinya yang sedari tadi ikut diam, benar-benar seperti lelucon
"Baik, maaf kak"
"Bisakah kamu meninggalkan aku sendiri?" Lusi dengan sontak menggeleng. Terlalu beresiko, ia tak mau hal yang tak diinginkan terjadi
"Kakak boleh menangis dan bicara apa saja, aku akan berpura-pura tak mendengar" setelah membantu kakaknya naik kesana, Lusi hanya diam dan memilih duduk disofa
"Aku benar-benar membencinya. Aku membenci kebohongan itu, kenapa ia harus membuatku semakin jatuh kalau pada akhirnya ia pergi?"
"Kenapa ia harus mengatakan belajar jatuh cinta saat hatinya masih memikirkan wanita lain?"
"Kenapa ia harus berjanji kalau tak bisa menepatinya?"
"Lebih lucunya lagi, kenapa aku harus percaya padanya" Ishani menangis terisak, sakit sekali rasanya dibohongi seperti ini. Sakit sekali rasanya karena hatinya sudah ia serahkan semuanya untuk laki-laki yang ia anggap bisa membalas rasa sukanya
Ishani sudah menyerahkan semuanya, tanpa keraguan sedikitpun. Ia percaya bahwa takdir pada akhirnya memihak rasa yang selama ini bertepuk sebelah, tapi nyatanya itu semua hanya ilusi. Ia dibohongi dan dengan mudahnya ia masuk ke perangkap itu. Menyerahkan semuanya artinya ia sanggup sakit berkali-kali lipat dari sebelumnya dan ternyata itu benar. Sakit sekali rasanya sampai yang bisa ia lakukan hanyalah menangis terisak
ingat istri dan calon anakmu.. nanti kamu menyesal