Meminta Jodoh Di Jabal Rahmah?
Bertemu Jodoh Di Kota Jakarta?
Ahtar Fauzan Atmajaya tidak menyangka jika ia akan jatuh cinta pada seorang wanita yang hanya ia temui di dalam mimpinya saja.
“Saya tidak hanya sekedar memberi alasan, melainkan kenyataan. Hati saya merasa yakin jika Anda tak lain adalah jodoh saya.”
“Atas dasar apa hati Anda merasa yakin, Tuan? Sedangkan kita baru saja bertemu. Bahkan kita pun berbeda... jauh berbeda. Islam Agama Anda dan Kristen agama saya.”
Ahtar tersenyum, lalu...
“Biarkan takdir yang menjalankan perannya. Biarkan do'a yang berperang di langit. Dan jika nama saya bersanding dengan nama Anda di lauhul mahfudz-Nya, lantas kita bisa apa?”
Seketika perempuan itu tak menyangka dengan jawaban Ahtar. Tapi, kira-kira apa yang membuat Ahtar benar-benar merasa yakin? Lalu bagaimana kisah mereka selanjutnya? Akankah mereka bisa bersatu?
#1Dokter
#1goodboy
#hijrah
#Religi
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfianita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Edinburgh Dan Akhir Kisahnya
...Ujian yang diberikan itu bukan karena Allah membencimu, tapi tanda Allah ingin kamu lebih kuat hari ini. Penat, sakit, susah, sedih, dan sunyi itu hanya milik Allah. Dan kita hanya menjalankannya, menjalani semuanya dengan tetap menyertakan-Nya....
...****************...
Zuena melangkah perlahan, mendekati Akhtar dan Bunda Khadijah yang masih berada di ruang tengah.
"Maaf! Mungkin seharusnya aku dan Adam pergi dari tempat ini sekarang. Tap—"
"Jika kamu mau pergi tak apa. Aku ataupun keluargaku tak akan menahanmu dan Adam untuk tetap tinggal," ucap Akhtar tanpa menoleh, masih mendekap sang Bunda yang larut dalam kesedihan. "Aku hanya akan mengucapkan salam perpisahan setelah pertemuan singkat kita. Hati-hati di jalan! Dan mintalah Adam untuk terus minum obatnya sampai lukanya benar-benar sembuh." Akhtar memejamkan mata sejenak, ia mencoba menahan perih di dadanya.
Deg.
Hati Zuena seakan tertusuk benda yang tajam, mendapati ucapan dingin Akhtar yang tak sehangat dan seyakin saat di rumah sakit kala itu. Mempertahankan rasa yang ada dengan begitu percaya. Tapi semua itu telah berubah, membuat Zuena merasakan kesedihan yang teramat, karena ia tahu Akhtar kecewa dengan apa yang terjadi. Tapi rasa itu segera ia tepiskan, ada hal yang harus dilakukan segera.
Zuena berbalik, ia melangkah pergi dan mendekati Adam.
"Kita pergi sekarang!" titah Zuena pada Adam.
"Are you okay?" tanya Adam memastikan.
“Aku baik-baik saja. Ayo pergi sekarang!” ucapnya lagi, dengan wajah datar dan bersikap dingin.
"Oke."
Langkah itu terasa berat, tapi Zuena harus melakukan sesuatu untuk mencari titik terang keberadaan Abi Yulian. Zuena tidak mau terjadi sesuatu dengan Abi Yulian-sosok lelaki yang dianggapnya sebagai seorang Ayah. Lelaki yang sudah memberikan nasihat termanis dengan sikap tulus dan penyayang.
"Bang, jangan bersikap dingin sama kak Zuena. Dia mau pergi, tapi kenapa bang Akhtar tidak mencegahnya?" protes Hafizha dengan rasa kecewa.
"Biarkan saja, kita bukan siapa-siapanya kan? Jadi, biarkan saja dia mau melakukan apa," ucap Akhtar dengan kembali menahan sakit di dadanya.
"Nggak. Aku mau kejar dia. Bang Akhtar jahat, katanya cinta tapi kenapa membiarkan kak Zuena pergi begitu saja? Cinta itu ada, cinta itu saling support, cinta itu harusnya mempertahankan segalanya, iya kan?" tanya Hafizha dengan amarah yang meletup.
Akhtar menghela napas sejenak. Akhtar melerai pelukannya, lalu menatap Cahaya meminta untuk membawa sang Bunda menjauh dan menenangkannya. Karena Akhtar tidak mau membuat bundanya khawatir, sedangkan ia harus menghadapi amarah sang adik yang memiliki sifat keras kepala.
"Dek, tolong jangan bersikap seperti ini. Kita itu harus fokus dengan keberadaan Abi. Jangan buat pikiran bunda lebih terbebani!” ucap Akhtar dengan suara pelan.
“Ok, memang bang Akhtar cinta, tapi ada cinta yang tidak bisa dipertahankan. Tolong mengertilah!" jawab Akhtar dengan sorot mata tajamnya.
"Tapi Hafizha nyaman bercerita sama kak Zuena. Hafizha tidak mau kak Zuena pergi," ungkap Hafizha disela tangisnya.
Akhtar mengetahui kedekatan antara Hafizha dan Zuena, keduanya saling memberi kasih sayang dengan tulus. Namun keadaan tidak bisa memaksa untuk mempertahan hubungan yang belum halal itu. Akhtar mendekap Hafizha erat, dibiarkan Hafizha menangis dalam pelukannya.
...****************...
"Itu... Zuena dan Adam, tapi mereka mau kemana?" gumam Arjuna.
Arjuna masih berada di seberang jalan hendak menyebrang. Setelah mendengar berita tentang Beirut yang di bom Arjuna meminta ijin pada atasannya untuk pulang. Dan saat itu ia melihat Zuena dan Adam sedang berdiri di pinggir jalan.
"Kita harus berjalan dulu sampai di depan Lawnmarket, agar tak menaruh curiga jika kita akan bertemu sama seseorang suruhan Daddy. Dan kita mulai bekerja sekarang," putus Zuena mantap sambil menoleh ke Adam.
"Itu berarti kita sudah mengambil langkah pergi dari keluarga... Akhtar? Apa kau yakin dengan keputusanmu itu?" tanya Adam meyakinkan.
"Tentu saja. Kita tidak boleh berhenti di sini, masih banyak pekerjaan yang harus kita selesaikan. Kecuali jika ada yang menyimpang," jawab Zuena sambil memicingkan mata. Namun, tangannya mengepal kuat.
"Apa maksudmu dengan ada yang menyimpang?"
"Tak perlu diperjelas, karena untuk saat ini kita harus beraksi menjalankan misi penting, yaitu penyelamatan."
Zuena berjalan lebih dulu daripada Adam, karena laki-laki itu masih berdiri dan memikirkan ucapan Zuena tadi. Zuena menghentikan langkahnya saat menyadari Adam tak segera menyusul, hingga membuat gadis itu berbalik.
"Adam, come on!" teriak Zuena dengan keras, seketika membuyarkan lamunan Adam.
Keduanya kembali melangkah dengan langkah cepat, agar segera sampai di tempat yang menjadi tujuan mereka, Lawnmarket.
Di depan Lawnmarket siang itu terlihat ramai, banyak pengunjung yang datang untuk mengunjungi Lawnmarket dan melewati setiap lorong yang ada di Lawnmarket tersebut dengan bangunan yang berbeda. Meskipun siang hari itu sinar matahari terasa hangat dan menyetuh kulit, namun tak menghambat pekerjaan ataupun aktivitas mereka.
“Itu dia,” ucap Zuena setelah melihat dua orang lak-laki dengan mengenakan pakaian serba hitam.
Zuena berlari menghampiri dua laki-laki itu dan Adam mengikutinya.
"Bagaimana? Sudah kalian siapkan?" tanya Zuena sambil menatap keduanya secara bergantian.
"Ini kuncinya," jawab salah satu laki-laki itu sambil menunjukkan kunci pintar. "Barangnya ada di ujung, warnanya tak mencolok seperti yang Nona inginkan, hitam."
"Ok. Sekarang kalian boleh pergi. Tapi... tunggu! Aku ada tugas untuk kalian."
"Apa?"
"Intai rumah seseorang sekarang..."
Zuena menjelaskan tugas pada dua laki-laki itu agar segera mengerjakannya. Setelahnya, Zuena menuju ke ujung jalan. Ia seketika tersenyum merekah setelah melihat barang permintaannya sesuai. Sebuah mobil Honda City Hatcback berwarna hitam siap menjadi kendaraannya.
"Masuk sekarang, Adam. Kita harus pergi." Zuena menuju ke kursi pengemudi, lalu duduk di kursi itu.
"Ok. Tapi, bukankah aku harus duduk itu sebagai pengemudi? Mungkin saja kau lupa jika aku adalah pengawalmu," celetuk Adam yang tidak mau diabaikan oleh Zuena.
"Aku tidak lupa, tapi memangnya kamu bisa menyetir dengan kondisimu sekarang?"
Hiks.
Adam meringis, ia lupa jika saat ini dadanya masih diperban. Dan akhirnya ia duduk di kursi penumpang, sebelah Zuena.
Sebelum mesin mobil menyala Zuena menoleh ke belakang, memastikan barang lain yang dimintanya sudah disiapkan.
‘Bagus. Benar-benar perfect, sesuai keinginan.'
“Pakai sabuk penganmu, kita akan menuju ke apartemen Sonder Royal Garden. Di sana tak ada yang bisa mengusik kita,” ucap Zuena dengan senyum mengembang.
Dan Adam segera memasang sabuk pengamannya, karena ia tahun betul saat ini Zuena bukan mode cewek yang lemah lembut, ada sisi lain, yaitu pemberani.
Setelah dirasa siap, Zuena menakan tombol mesin menyala pada indikator Push-Button Start tanpa meng-aplikasikan kunci mobil. Karena sudah dilengkapi dengan fitur khusus pada varian RS.
Brummm... Bruummm
Setelah mesin dinyalakan Zuena kembali menekan tombol Cruise Control, membuat mobil berjalan dengan kecepatan konstan yang dapat diatur dengan tombol akselerasi dan desalarasi pada roda kemudi, tanpa menginjak gas secara terus menerus.
Tidak lama kemudian mereka tiba di apartemen Sonder Royal Garden. Dengan segera Zuena melakukan chek in bersama Adam. Setelah selesai kedua nya segera menuju ke kamar yang sudah dipesan.
Di kamar itu Zuena segera membuka laptopnya. Jarinya mengetik dengan cepat, menekan tombol yang seharusnya untuk menemukan keberadaan seseorang yang dicarinya melalui nomor handphone sang pemilik.
“Dapat,” ucap Zuena setelah menekan tombol enter. Dan posisi Abi Yulian seketika sudah terdeteksi.
Zuena menghela napas lega mendapatkan posisi Abi Yulian, tapi masih afa satu hal yang harus dilakukannya. Zuena menyambar handphonenya lalu mencari kontak dengan nama X.
“Ada apa Nona? Apa ada hal penting yang harus saya kerjakan sekarang?” tanya X do seberang.
“Ada. Cari orang yang bernama...” Zuena menyebutkan nama orang yang harus di cari oleh X.
Sembari menunggu kabar dari X, Zuena kembali menatap layar laptopnya. Lalu mengetik beberapa angka untuk melacak nomor beberapa orang yang ingin ia tahu di mana keberadaan mereka. Apakah mereka baik-baik saja? Pertanyaan yang kerap mewakili perasaan Zuena.
...****************...
Siang telah beranjak sore, keluarga Akhtar masih setia menunggu kabar selanjutnya tentang Abi Yulian, om Tristan dan tante Arumi. Rasa khawatir pun jelas terlihat di wajah mereka. Tapi tak ada yang bisa mereka lakukan selain menunggu kabar yang pasti.
“Akhtar, kita tidak bisa hanya menunggu kabar yang tak pasti seperti ini. Bunda takut terjadi sesuatu pada Abimu,” ucap Bunda Khadijah lirih.
Akhtar memijat pelipisnya, kepelanya terasa berdenyut. Tapi ia abai, dilupakannya rasa pusing dan nyeri di perutnya.
“Aku... Akan melakukan sesuatu. Semoga saja bisa memastikan hal baik,” ucap Akhtar ragu. Ia tak yakin jika kemampuan IT nya bisa melacak keberadaan Abi Yulian dan dua orang lain nya. Tapi ia akan tetap mencoba.
“Apa yang akan kamu lakukan?” tanya Arjuna yang duduk di samping Akhtar.
“Melacak keberadaan Abi, om Tristan dan tante Arumi.” Akhtar beranjak dari duduknya, lalu ke kamar untuk mengambil laptopnya.
Akhtar menatap layar laptopnya dan mencoba memasukkan nomor handphone pemilik yang akan ia cari keberadaannya. Namun, belum sempat Akhtar menekan tombol enter, tiba-tiba terdengar suara bising yang memekakkan telinga.
“Suara apa itu? Sepertinya di atas rumah kita,” celetuk Arjuna.
Semua berlari keluar, memastikan apa yang terjadi di atas rumah mereka.
“Helikopter? Kenapa berhenti di atap rumah kita?” tanya Hafizha setelah melihat dengan jelas helikopter mengudara di atas rumahnya.
“Abang juga tidak tahu.” Akhtar mengedikkan bahu sambil menatap helikopter itu.
“Abi. Itu Abi," celetuk Arjuna yang membuat semua orang menoleh padanya.
“Bagaimana bang Juna tahu kalau itu Abi?” tanya Hafizha dan Akhtar bersamaan.
“Helikopternya. Logo W yang ada pada helikopter itu sama dengan helikopter yang membawa Abi beberapa tahun lalu. Dan kali ini mungkin saja keajaiban itu datang lagi.” Arjuna berharap jika itu kebenarannya.
Tak lama pintu helikopter itu terbuka. Sebuah tali telah dilempar dari dalam, tak lama kemudian ada tiga orang yang terjun mengenakan tali panjang itu.
Tangis haru telah menyambut kedatangan Abi Yulian, lalu disusul tante Arumi dan setelahnya om Tristan. Dan seketika ketiga orang itu menghampiri orang yang mereka cinta. Tak lama dari itu pelukan dilayangkan untuk melepas rindu. Rasa syukur pun tak lepas dari bibir mereka.
“Alhamdulillah Abi selamat dari kejadian itu. Tapi... Siapa pemilik helikopter tadi? Dan bagaimana bisa pemilik helikopter itu mengenali kalian?” tanya Akhtar sambil mengerutkan keningnya.
“Zuena. Dia berhasil menyelamatkan Abi. Dia... Terlalu berani mengambil keputusan yang besar.” Abi Yulian terharu, tapi ia juga tidak bisa mengatakan siapa Zuena sebenarnya, karena janji.
“Tapi Dia tadi memutuskan untuk pergi—”
“Iya, itu. Keputusan yang diambil olehnya. Dia pergi dan mengorbankan cintanya padamu... Demi kebahagiaan kita semua.”
“Mungkin kamu masih bingung, tapi Abi juga tidak bisa menjelaskan secara detail bagaimana itu terjadi. Dan sekarang kamu tidak bisa—”
“Dan aku tidak bisa menemuinya lagi.” Akhtar menghela napas berat. Tapi ia juga harus ikhlas setelah salam perpisahan telah diucapkannya.
Abi Yulian menepuk pundak Akhtar dengan pelan. Seorang Ayah tahu bagaimana perasaan putranya yang hancur. Dan kini perannya sebagai seorang Ayah sangat penting untuk menguatkan putranya.
Semuanya masuk ke dalam untuk istirahat setelah hari itu menguras tenaga dan pikiran.
...****************...
Akhtar merasa tidak bersemangat malam itu, bahkan saat makan malam pun seakan tidak memiliki selera. Hanya beberapa suap saja yang masuk ke dalam perutnya.
“Akhtar mau ke kamar, mau istirahat,” ucap Akhtar, lalu beranjak dari kursi yang ada di meja makan.
Semua menatap Akhtar, terlihat jelas wajahnya yang murung. Abi Yulian tahu apa yang terjadi pada putranya itu. Dan Abi Yulian memutuskan untuk menyusul Akhtar.
“Biar Abi, kalian lanjutkan makan!” ucap Abi Yulian dengan anggukan kecil.
Abi Yulian menuju ke kamar Akhtar. Membuka pintu kamar Akhtar yang memang tidak di kunci. Dan dilihatnya Akhtar yang berdiri di balkon sambil melihat langit di malam hari.
Malam itu seakan semesta ikut bersedih. Keberadaan bintang tak seperti biasanya, tak terlihat di langit yang berwarna gelap itu. Bahkan hampir tak ada bintang yang menerangi di malam itu.
“Ujian yang diberikan itu bukan karena Allah membencimu, tapi tanda Allah ingin kamu lebih kuat hari ini. Penat, sakit, susah, sedih, dan sunyi itu hanya milik Allah. Dan kita hanya menjalankannya, menjalani semuanya dengan tetap menyertakan-Nya.”
“Anak lelaki itu harus kuat. Masa iya cintanya yang tak berkembang membuat semuanya harus... Rusak.”
Deg.
Akhtar menoleh setelah mendengar ucapan Abinya yang membuat hatinya tercubit.
“Tapi sakit rasanya Abi. Di kota Edinburgh ini aku dipertemukan dengannya dan akhir kisahnya pun tidak mulus. Inilah akhir kisah cintaku... Hancur.”
Akulah sang Arjuna... Yang mencari cinta...
Obrolan itu harus terhenti, karena ada panggilan masuk di handphone Akhtar, entah dari siapa.
Bersambung...