Hati Yang Tersakiti

"Dokter Dafid bagaimana keadaan mas Kenan sekarang? Apakah ada kemungkinan kalau mas Kenan akan sembuh?" Melinda yang melihat Dafid melakukan terapi pada Kenan bertanya karena dia ingin tau perkembangan Kenan selama ini.

"Itu tergantung sama stimulasi yang didapatkannya, semakin sering dan semakin keras stimulasinya maka dia akan semakin terpicu untuk cepat sembuh, karena ini perkembangannya juga sangat bagus." jelas Dafid pada Melinda.

"Baiklah, terima kasih dokter Dafid." Melinda mengucapkan terima kasih dan mengantarkan Dafid keluar untuk pulang.

"Kalau begitu selamat tinggal." Dafid pergi setelah berpamitan pada Melinda.

"Apa dia sudah pergi?" Danang dari arah dalam langsung memeluk Melinda dari belakang.

"Hentikan jangan lakukan ini, apa tak dengar apa yang dikatakan oleh dokter Dafid tadi, kalau mas Kenan bisa sewaktu - waktu sembuh. Dan kita tak akan tau kapan dia akan sembuh dan kembali pulih, tolong jangan lakukan ini lagi kak, aku ingin rumah tanggaku baik dan bahagia dengan mas Kenan." Melinda menolak pelukan Danang.

"Kenapa kamu seperti ini? Baiklah, baiklah. Aku akan berhenti jika suami mu sembuh dan mampu untuk melayani mu, tapi selama dia masih lumpuh maka ijinkan aku untuk melayani mu, kalau begitu boleh kan?" Danang kembali memeluk Melinda dan mencium bibir Melinda.

"Oh, maaf tuan Danang dan nyonya Meli ini Sari menangis dan sepertinya dia haus tapi tak mau diberi dot." ucap pembantu yang sedang menggendong Mayangsari yang sedang menangis.

"Baiklah, berikan pada ku bi biar ku susui." Melinda mengambil Mayangsari dan membawahnya masuk kedalam kamar untuk disusui.

"Anak ayah ayo panggil ayah." Danang menggoda Mayangsari yang sedang menyusu.

"Kak hentikan." Melinda menatap Danang dengan kesal karena Danang terus saja menggoda Mayangsari dan ikut mencium bahkan memberikan tanda merah di pay*dara Melinda.

...💔💔💔...

Nyonya Tias yang sedang beres - beres meja kerja suaminya sore itu menatap terpaku pada selembar kertas yang dia temukan didalam laci meja. Dan nyonya Tias perlahan meneteskan air matanya karena melihat berkas yang menyatakan kalau Kenan dan Fairi adalah dua orang yang telah resmi bercerai secara hukum.

"Ma, apa yang mama lakukan disitu?" Tuan Bram menegur istrinya yang duduk diam tak bersuara.

"Apa yang papa sembunyikan dari papa selama ini?" Nyonya Tias bertanya dengan wajah sembab dan mata bengkak karena menangis seharian.

"Apa maksud mama? Papa tak ada menyembunyikan apa pun dari mama." Tuan Bram berkata dengan serius.

"Lalu apa semua ini? Berkas bukti perceraian Kenan dan Fairi, hasil tes DNA Kenan dan putrinya, hasil penyelidikan soal wanita ****** itu dan semuanya, apa semua ini pa? Jelaskan pada mama?!" Nyonya Tias merasa kesal dan marah besar pada suaminya yang telah melakukan penyelidikan dan merahasiakan semuanya dari dirinya.

"Maafkan papa ma, papa tak bermaksud untuk merahasiakannya dari mama. Papa punya rencana papa sendiri dan akan menceritakan semuanya pada mama pada waktunya nanti." jelas tuan Bram dan berjalan mendekati istrinya yang sedang merajuk.

"Kapan. Kapan papa akan cerita pada mama, saat semuanya sudah selesai? Kenapa papa harus melakukan semua ini dibelakang mama, apa papa tak percaya pada mama?" Nyonya Tias berkata dengan menangis.

"Maafkan papa ma, tolong maafkan salah papa. Baiklah papa akan menceritakan semuanya pada mama tolong dengarkan dan jangan marah lagi." Tuan Bram pun akhirnya menceritakan semuanya pada sang istri apa rencana yang akan dia lakukan.

...💔💔💔...

Sudah lewat 1 bulan Kenan berpura - pura cacat dan dia telah banyak mengumpulkan banyak bukti atas perselingkuhan Melinda serta kebohongan yang dibuat oleh Melinda. Berkas yang dikumpulkan oleh orang suruhan Kenan pun suda berada ditangan Kenan dengan segala bukti yang membuat Kenan tak mampu lagi untuk menahan lebih lama semua rasa sakit hatinya atas pengkhianatan dan kebohongan Melinda yang selalu terlihat baik didepan Kenan.

"Selamat pagi, apa Kenan sudah bangun?" Dafid bertanya saat dia bertemu dengan Melinda yang membukakan pintu.

"Sudah dokter Dafid, mas Kenan ada di kamarnya. Silakan masuk." Melinda mempersilakan dafid dengan sangat baik dan ramah.

"Kenan, bagaimana keadaanmu hari ini?" Dafid bertanya dan berjalan masuk kedalam kamar Kenan.

"Aku baik." Kenan menjawab langsung.

"Loh, mas Kenan sudah bisa mendengar?" Melinda bertanya dan merasa kaget.

"Oh iya, aku belum bilang kepada kamu ya, Kenan sudah bisa mendengar sejak 3 hari yang lalu, ku pikir Kenan sudah cerita kepada mu." Dafid berkata sambil menatap Melinda.

Mendengar penjelasan itu Melinda merasa sangat kaget dan dia mulai memucat karena 2 hari yang lalu dia dan Danang bahkan bermain tepat dibelakang Kenan yang sedang menikmati makan malam, sedangkan dirinya dan Danang sedang bersenggama di sofa tepat dibelakang meja makan tempat Kenan makan.

"Eh, kenapa begitu pucat, apakah kamu sedang sakit?" Dafid bertanya dan menatap Melinda

"Tidak, tidak apa - apa saya permisi dulu" Melinda langsung keluar dari kamar Kenan

"Bagaimana Kenan, kau sudah siap untuk segalanya?" Dafid berbalik dan menatap Kenan saat Melinda pergi.

"Ya, aku sudah siap. Lakukan semuanya sesuai dengan rencana yang selama ini sudah kita siapkan." Kenan berkata dengan serius.

"Baiklah, kalau begitu aku akan memulainya dan Farid sudah menyiapkan segalanya, juga akan ada kejutan untuk mu setelah semuanya selesai nanti." Dafid berkata dengan nada serius dan hal itu membuat Kenan semakin penasaran.

"Baiklah, tunggu kabar dari lagi. Karena aku ingin menggerebek mereka secara langsung untuk membuat mereka tak akan bisa menghindarinya lagi." Kenan berkata dengan nada dingin seolah sudah tak ada lagi rasa cinta untuk Melinda.

"Baiklah, aku pergi dulu." Dafid pun pergi setelah 1 jam lebih bersama dengan Kenan.

Malam itu Kenan tidur lebih awal dan melihat itu Melinda merasa aneh sehingga membuat Melinda berusaha untuk berhati - hati dan Melinda yang malam itu melihat Danang keluar rumah dia merasa tenang karena setidaknya malam ini Danang tak akan datang untuk mengganggunya. Setiap kali Melinda bangun untuk melihat Kenan, dan setiap kali Melinda masuk kedalam kamar Kenan terlihat sedang tidur pulas.

Hingga menjelang waktu pagi Danang yang baru datang dalam keadaan mabuk langsung masuk kedalam kamar Melinda dan memaksa Melinda untuk melayaninya. Setelah selesai dan dilihat Danang telah tertidur pulas Melinda bangun dan melihat kedalam kamar Kenan.

"Syukurlah mas Kenan masih tidur pulas." gumam Melinda dan dia kembali kedalam kamarnya untuk membangunkan Danang dan meminta Danang untuk kembali ke kamarnya sendiri.

"Apa yang kau lakukan sayang? Kau membuang ku setelah kau menggunakan aku hem, kau kejam sekali. Tapi aku masih ingin melakukannya sekali lagi sayang ku" Danang memeluk dan memaksa mencium Melinda lalu menarik Melinda sampai tertidur ditempat tidur.

"Kak, apa yang kakak lakukan? Nanti mas Kenan akan dengar." Melinda berusaha untuk menahan Danang.

"Diam lah, jika kau diam dan tak berontak maka dia tak akan dengar, lagipula memangnya kenapa kalau dia dengar toh dia gak akan bisa jalan, Paling - paling dia hanya akan menahan rasa marahnya saja." Danang berkata sambil tertawa.

*Hentikan kak, cepat kembalilah ke kamar Kakak sekarang." Melinda masih terus berusaha untuk menghentikan Danang.

"Apa yang kau takuti, kita juga sudah sering melakukannya, bahkan kita juga pernah melakukannya didepan suamimu yang bodoh itu. Apakah kau tak ingat waktu kita bermain saat dia sedang makan?" Danang mengingatkan akan kejadian yang dia lakukan sama Melinda disaat Kenan sedang makan malam.

"Jadi karena aku bodoh dan mudah untuk ditipu kalian melakukan semua permainan ini?" Kenan yang berdiri diambang pintu kamar Melinda menyaksikan sendiri pergulatan antara Melinda dan Danang

"Mas Kenan." Melinda mendorong tubuh Danang seketika hingga Danang terjatuh kesamping tempat tidur

"Selesaikan urusan kalian, ku tunggu. Dan ayo bicara setelah itu" Kenan menutup pintu kamar Melinda dan menunggunya di ruang tamu.

Dengan rasa panas dan sakit hati Kenan berusaha untuk menahan emosinya, dan setiap kali rasa sakitnya datang Kenan teringat dan memikirkan akan Fairi yang dulu juga menahan rasa sakit hatinya karena ulah Kenan.