Deg, Alea tertegun ketika melihat dokter baru diapotek tempatnya bekerja. Yang diperkenalkan anak bosnya. Wajahnya mengingatkan akan cinta pertamanya diwaktu SMA yang pergi tanpa kabar selama delapan tahun.
Wajah yang sama tapi nama yang berbeda. Apa Alea sudah salah mengenal orang. Dia sangat yakin kalau dokter didepannya adalah
orang yang dulu teman sakaligus orang yang dia cintai. Tidak ada beda sedikitpun dari wajahnya.
Namanya dokter Haikal Fernanda. Dokter spesialis penyakit dalam yang baru datang dari kota. Dia hanya menatap dingin ke semua karyawan ketika memperkenalkan diri. Tanpa melihat sedikitpun ke arah Alea.
Mengapa dia tidak mengenali Alea?
Apa lamanya waktu berpisah membuatnya melupakan Alea?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dia Mardiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part#35
''Cukup Al. Kamu tidak berhak berkata begitu'' teriak Alea. Dia marah mendengar Alan mengatakan kalau Hainal sudah meninggal. Haikal tertegun melihat kemarah Alea. Dia tidak menyangka kalau hanya dengan tebakan Alan membuatnya marah. Apalagi kalau Alea tahu yang sebenarnya. Haikal mau mengatakan semuanya tapi dia belum melihat waktu yang tepat.
''Aku hanya ingin kakak sadar. Kalau apa yang kakak tunggu adalah sia-sia'' Alan masih meyakinkan Alea.
''Semua bukan urusanmu'' jawab Alea tegas.
''Untuk masalah ini kakak selalu keras kepala. OH ya tadi aku bertemu bang Reno. Katanya dia baru pulang'' ucap Alan. Mengalihkan pembicaraan. Dia tahu kalau Alea tidak bisa marah lama-lama.
''Kakak sudah bertemu dengannya'' jawab Alea singkat masih cemberut.
''Bertemu dimana?'' tanya Alan antusias. Dia sangat mendukung Alea dengan Reno. Daripada kakaknya terus menunggu hal yang tidak pasti. Apalagi mereka juga sudah kenal Reno sejak lama.
''Dijalan mau pulang kerumah'' jawab Alea. Emosinya sudah mereda. Begitulah Alea dia tidak bisa marah lama-lama sama adiknya.
''Terus?'' tanya Alan penasaran. Haikal juga.
''Terus apa? Kami hanya nongkrong sebentar dicafe dan siap itu kakak pulang'' jawab Alea. Alan senang mendengar jawaban Alea. Tapi Haikal merasa hatinya ada yang aneh.
''Kenapa aku tidak senang mendengar Alea nongkrong dicafe dengan laki-laki lain ya?'' batin Haikal
''Cieh, ternyata baru sampai dia langsung mencari kakak'' goda Alan sambil tertawa.
''Diam kamu'' ucap Alea menutup mulut Alan dengan tangannya. Alan tertawa. Hanya Haikal yang merasa antara senang dan tidak. Mendengar keributan mereka Eri terbangun dan keluar kamar.
''Hei, kalian kenapa bertengkar seperti anak kecil disini. Apa tidak malu sama pak dokter'' tegur Eri yang sudah berdiri disana.
''Hehe, Alan yang mulai yah'' Alea mengadu. Alan hanya tersenyum sambil mengaruk kepalanya yang tidak gatal.
''Malam Dok, sudah lama datangnya?'' tanya Eri duduk disamping Alea.
''Malam pak. Udah pak, maaf kalau saya menganggu'' jawab Haikal.
''Tidak dok, seharusnya saya yang minta maaf karna kelakuan tidak sopan anak-anak saya'' ucap Eri.
''Hehe, Itu indah kalau punya saudara pak. Bisa bercanda kapanpun'' jawab Haikal.
''Emang dokter tidak punya kakak atau adik?'' tanya Eri. Alea dan Alan juga ingin mendengar jawaban Haikal.
''Ada tapi sudah meninggal pak'' jawab Haikal. Alea merasa sedih mendengar jawab Haikal. Dia tidak menyangka dibalik sikap dingin Haikal ada cerita seperti ini.
''Maaf saya tidak bermaksud membuat anda sedih'' ucap Eri.
''Gak apa-apa pak. Saya juga tidak sedih. Semua yang terjadi sudah takdir dari Allah'' jawab Haikal.
''Iya'' ucap Eri.
''Gimana kondisi bapak sekarang?'' tanya Haikal.
''Alhamdulillah. Sudah seperti biasa. Walaupun sesak nafasnya hanya datang sesekali. Tapi ini sudah lebih baik dari sebelumnya'' jawab Eri.
''Kebetulan saya disini.Biar saya coba periksa tensi bapak. Alan bisa tolong kamu ambilkan tas saya didalam mobil. Disana ada peralatan saya'' ucap Haikal.
''Baik dok'' jawab Alan bersemangat.
''Tapi saya tidak punya uang untuk bayar biaya pemerikasaannya dok'' ucap Alea.
''Gak usah dibayar sekarang. Kamu tinggal traktir saya minum saja nanti'' jawab Haikal santai. Membuat Eri tertawa.
Alan datang membawa tas. Haikal langsung membuka tasnya. Dia mengeluarkan alat pengukur tensi dan Stetoskop. Dia mulai memeriksa kondisi Eri. Setelah menjelaskan kondisi Eri. Haikal pamit pulang. Karna jam sudah menunjukan pukul setengah sebelas malam.
Sementara Tasya tidak bisa tidur. Dia melihat mobil Haikal meninggalkan Apotek setelah selesai praktek. Tasya mengikutinya tapi dia kehilangan jejak.
''Kemana perginya Haikal. Dia tidak punya teman atau orang dikenal disini. Apa jangan-jangan dia kerumah Alea. Tapi tidak mungkin dia tahu rumah Alea. Aku saja sampai sekarang tidak tahu dimana dia tinggal. Apalagi Haikal yang baru kenal dengannya'' ucap Tasya.
Dia masih mondar mandir dikamar memikirkan Haikal. Karena haus Tasya keluar kamarnya untuk mengambil air minum kedapur. Pas Tasya tiba didapur Tasya dikejutkan oleh Tristan yang sedang makan mie rebus.
''Kenapa bang Tris makan mie malam-malam gini? Badan sudah sebesar ini. Seharusnya bang Tris mikirin bagaimana bisa kurus. Bukan nambah berat badan terus'' ucap Tasya mengambil air dan duduk didepan Tristan.
''Kamu diam aja. Kurus tidak menjamin sehat. Biar aku gemuk begini aku masih tetap ganteng'' jawab Tristan pede.
''Haha, mana ada gemuk ganteng'' ejek Tasya.
''Kamu sebagai adik seharusnya mendukung aku. Bukan menjatuhkan gini'' ucap Tristan.
''Aku mendukung kalau abang bisa lebih baik. Aku malu mempunyai abang yang obesitas begini'' jawab Tasya.
''Hmm'' Tristan tidak menjawab. Dia masih melanjutkan makan mienya.
''Oh ya bang. Aku bisa minta tolong gak?'' tanya Tasya.
''Minta tolong apa?'' tanya Tristan.
''Buat Alea tidak betah bekerja diapotik'' ucap Tasya.
''Gak mau, nanti kalau Alea sampai berhenti kerja aku juga yang susah. Aku tidak bisa santai lagi diapotik. Papa juga akan marah kalau pekerjaan apotik tidak selesai'' tolak Tristan masih makan.
''Hmm, Bagaimana kalau kakak memberi dia banyak pekerjaan. Sehingga dia merasa tidak nyaman bekerja''
''Tiap hari kerjanya banyak. Kamu saja yang tidak tahu. Tapi dia tidak pernah mengeluh. Bahkan pekerjaan aku dia juga yang ngerjakan. Kalau sampai papa tahu pasti aku dimarahi'' jawab Tristan.
''Buat dia lembur'' ucap Tasya. Dia tidak tahu kalau membuat Alea lembur akan memberi kesempatan Haikal dan Alea tambah dekat.
''Hmm, kamu ada masalah apa dengan Alea sih?'' tanya Tristan.
''Dia mengoda Haikal. Sehingga Haikal menolakku'' ucap Tasya marah.
''Tapi aku tidak pernah melihat Alea mengoda dokter Haikal. Dia bahkan malas kalau aku menyuruhnya mengerjakan apa yang berhubungan dengan dokter Haikal'' jelas Tristan.
''Didepan bang Tris saja dia begitu. Tapi dibelakang dia sangat licik'' ucap Tasya.
''Kamu serius atau hanya perasaan kamu saja. Menurutku Alea tidak menyukai laki-laki. Selama ini banyak yang mendekatinya tapi tidak pernah dia tanggapi. Lagi pula dia tidak kalah cantik darimu. Kamu modal cantik karna perawatan saja. Kalau Alea cantik alami'' jawab Tristan terus terang.
''Iihh bang Tris. Adik kamu aku atau Alea sih. Kamu mau bantu aku atau tidak?'' tanya Tasya mulai marah.
''Aku beritahu papa kalau bang Tris diapotek kerjanya main game dan tiduran saja. Bahkan sering pergi keluar saat kerja'' ancam Tasya.
''Pasti uang bang Tris akan dipotong papa'' sambung Tasya lagi.
''Hmm, iya aku bantu'' jawab Tristan pasrah. Dia masih melanjutkan makannya.
''Emang bang Tris yang terbaik'' puji Tasya sambil tersenyum licik. Dia merasa senang memikirkan bagaimana Tristan mempersulit Alea dalam bekerja. Tapi satu hal yang tidak diketahui Tasya. Kalau selama ini Trista sudah membuat Alea kesulitan dalam bekerja. Jadi semua itu sudah biasa bagi Alea.