NovelToon NovelToon
Sistem Kultivasi Dewa Jahat

Sistem Kultivasi Dewa Jahat

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Reinkarnasi / Sistem / Kelahiran kembali menjadi kuat / Budidaya dan Peningkatan / Toko Interdimensi
Popularitas:4.9k
Nilai: 5
Nama Author: SuciptaYasha

Wang Cheng, raja mafia dunia bawah, mati dikhianati rekannya sendiri. Namun jiwanya bereinkarnasi ke dalam tubuh seorang tuan muda brengsek yang dibenci semua orang.

Tapi di balik reputasi buruk itu, Wang Cheng menemukan kenyataan mengejutkan—pemilik tubuh sebelumnya sebenarnya adalah pria baik hati yang dipaksa menjadi kejam oleh Sistem Dewa Jahat, sebuah sistem misterius yang hanya berkembang lewat kebencian.

Kini, Wang Cheng mengambil alih sistem itu bukan dengan belas kasihan, tapi dengan pengalaman, strategi, dan kekejaman seorang raja mafia. Jika dunia membencinya, maka dia akan menjadi dewa yang layak untuk dibenci.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SuciptaYasha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

26 Mantan Tunangan

>Ruang Kerja Wang Jianlong, Keluarga Wang – Malam Hari

Cahaya lentera redup memantul lembut di dinding kayu mahal, memberikan kehangatan semu di ruangan luas yang sunyi. Wang Jianlong, kepala keluarga Wang, duduk di balik meja besar dari kayu hitam berukir naga.

Di hadapannya, seorang pria tua berseragam tabib menunduk sopan, membawa gulungan kertas berisi laporan medis.

“Jadi, bagaimana keadaan Shuren?” tanya Wang Jianlong dengan suara berat, matanya menatap tajam.

Tabib itu menelan ludah sebelum menjawab. “Tuan Muda Kedua mengalami tiga patahan pada tulang rusuk, serta luka memar dan pendarahan dalam. Tapi untungnya… meridiannya tidak rusak. Dengan perawatan intensif dan obat spiritual, dia bisa pulih dan kembali berkultivasi dalam waktu satu bulan.”

Wang Jianlong mengangguk pelan, seolah menerima kabar itu tanpa ekspresi. “Bagus.”

“Kalau begitu, hamba mohon diri, Tuan.”

“Pergilah.”

Begitu pintu ditutup dan ruangan kembali sunyi, Wang Jianlong bersandar di kursinya. Tangannya yang kokoh memijit pelipis dengan gerakan pelan.

Raut wajahnya yang biasanya dingin kini menunjukkan sedikit celah — kelelahan dan frustrasi.

Dia menatap bayangannya di cangkir teh yang belum disentuh. Wang Cheng…

“…anak itu tak boleh jatuh ke tangan orang lain,” gumamnya lirih. “Dengan kekuatan itu, jika dia menjadi musuh, maka bahkan keluarga Wang akan berada dalam bahaya…”

Tiba-tiba, pintu diketuk dua kali dengan cepat.

“Masuk.”

Seorang asisten muda masuk dengan langkah cepat dan penuh hormat, membawa gulungan surat bersegel. “Tuan, surat penting… dari Wilayah Barat.”

Mendengar itu, mata Wang Jianlong menyipit. Ia menerima surat itu, mengamati segelnya—sebuah mawar berduri berwarna merah tua, lambang dari keluarga bangsawan Kelas-1 yang mengelola wilayah barat.

Wang Jianlong membuka surat itu perlahan, sedikit kebingungan dengan alasan kenapa teman lamanya itu tiba-tiba mengiriminya sebuah surat.

Tatapan Wang Jianlong menyapu baris-baris tulisan dalam surat itu. Meskipun tulisannya rapi dan teratur, isi dari setiap kalimat seolah membawa bara yang menyusup ke dalam dadanya.

Ia membaca dengan lambat, menyerap makna tersembunyi di balik bahasa diplomatis yang digunakan.

Tangan kirinya mengepal pelan.

Mata Wang Jianlong menajam, lalu bergumam lirih, nyaris seperti napas yang tertahan:

“I—ini...”

....

>Beberapa saat kemudian – Ruang Kerja Wang Jianlong

Langkah kaki bergema di koridor sebelum suara pintu diketuk kasar tanpa ritme.

Tanpa menunggu balasan, pintu dibuka begitu saja. Wang Cheng, mengenakan pakaian santai seperti biasanya—longgar, berantakan, dan tanpa sedikit pun kesan hormat—melangkah masuk. Sikapnya mencerminkan keengganan dan ketidaktertarikan.

“Ayah, aku datang. Kalau ingin marah soal Shuren, silakan. Aku juga tidak menyesal,” ucapnya singkat, langsung duduk di salah satu kursi tamu tanpa izin.

Wang Jianlong memandangi putranya dengan tatapan tajam, tapi kali ini ia tidak langsung membentaknya seperti biasa. Ia hanya mendengus pelan, lalu berdiri dari kursinya, berjalan perlahan ke arah jendela dengan tangan di belakang punggung.

“Ayah memanggilmu bukan untuk membahas Shuren,” katanya tenang namun tegas.

Wang Cheng mengangkat alis. “Hah? Lalu apa? Jangan bilang ini soal hukuman tertunda atau omong kosong pelatihan keluarga.”

Wang Jianlong menoleh, menatapnya dengan serius. “Beberapa hari ke depan, kita akan kedatangan seorang tamu.”

“...Oke. Dan?”

“Lebih tepatnya, mereka akan tinggal sementara di kediaman kita,” lanjut Wang Jianlong, tak menggubris nada acuh tak acuh anaknya. “Keluarga Lin dari Wilayah Barat sedang berada dalam krisis. Pemberontakan yang meluas membuat kediaman mereka tidak aman.”

"Kau tahu seperti apa hubungan ayah dengan keluarga Lin?" tanya Wang Jianlong, menatap putranya lekat-lekat. Wang Cheng tidak menjawab, Wang Jianlong melanjutkan. "Ayah dan kepala keluarga Lin telah berteman lebih dulu bahkan sebelum kami belajar berjalan. Kami bukan hanya teman, tapi juga saudara yang tumbuh dan berjuang bersama. Ayah menyayangkan jika keluarganya tertimpa musibah, dan ayah akan melakukan apapun yang ayah bisa."

Wang Cheng menyandarkan kepala ke belakang, tampak bosan. “Bagus untuk mereka. Tapi kenapa aku dipanggil hanya untuk hal itu? Mau itu bangsawan, budak, atau gelandangan, aku tidak peduli siapa yang menginap di sini.”

Wang Jianlong mendekat, suaranya merendah namun penuh tekanan. “Orang yang akan datang adalah putri dari kepala keluarga Lin... juga merupakan mantan tunanganmu.”

Suasana ruangan mendadak sunyi.

Wang Cheng—yang sejak tadi menunjukkan ketidakpedulian total—mendadak terdiam. Ekspresinya kaku, bukan karena emosi, tapi karena sesuatu dari masa lalu yang terlupakan tiba-tiba menyeruak kembali.

“…Mantan… tunangan?” gumamnya pelan.

Wang Jianlong mengangguk. “Lin Qianyu. Kau masih ingat, kan? Tujuh tahun lalu. Pertunangan antara keluarga Wang dan Lin pernah disepakati untuk mempererat hubungan keluarga. Tapi karena ulahmu… perjanjian itu dibatalkan secara sepihak.”

Wang Cheng menunduk sebentar, lalu tertawa kecil. “Heh… Aku pikir mereka sudah melupakan hal itu.”

“Jelas tidak,” kata Wang Jianlong datar. “Mereka tidak pernah melupakannya. Tapi mereka juga tidak pernah membencimu. Justru karena itulah mereka mempercayakan Qianyu kepada kita sekarang.”

Wang Cheng berdiri dari duduknya, menatap ayahnya dengan pandangan tajam—tidak marah, tapi penuh tekanan emosional yang sulit dijelaskan.

“Dan kau ingin aku… apa? Menyambutnya? Berlagak seperti tidak pernah terjadi apa-apa?” tanyanya.

Wang Jianlong kembali ke kursinya dan menatap Wang Cheng dalam-dalam. “Tidak. Aku ingin kau berpikir. Dan mempersiapkan dirimu.”

“Untuk apa?”

“…karena tidak semua hal dari masa lalu bisa kau hindari selamanya.”

Wang Cheng tidak menjawab.

Hening.

Tatapan mereka saling bertaut dalam keheningan yang berat dan tegang. Namun tak ada api kemarahan ataupun ledakan emosional seperti biasanya.

Akhirnya, Wang Cheng mengalihkan pandangan, lalu mendesah pelan, seolah lelah bahkan untuk marah.

"Tenang saja, aku tidak akan membuat masalah selama dia tinggal di sini," ucapnya malas, nyaris seperti menggumam. "Tapi jangan harap aku akan melanjutkan pertunangan itu."

Tanpa menunggu tanggapan dari ayahnya, Wang Cheng berbalik dan melangkah keluar dari ruangan. Tak ada salam penutup, tak ada suara pintu ditutup pelan. Hanya langkah kakinya yang menggema di lorong sepi, menyisakan Wang Jianlong dalam diam penuh pertimbangan.

Langkah Wang Cheng menyusuri koridor panjang yang diterangi lentera gantung berwarna tembaga. Cahaya remang menyentuh wajahnya yang kini lebih gelap dari biasanya—bukan karena bayangan, tapi karena sesuatu yang tumbuh dari dalam dirinya.

Ia berjalan perlahan, tidak buru-buru seperti biasanya.

Sampai akhirnya langkah itu terhenti.

Pandangan Wang Cheng tertarik ke arah taman samping yang terbuka, di mana cahaya bulan menerpa rerumputan lembut dan dedaunan yang berdesir ringan. Sebuah bangku kayu berdiri di sana—sunyi, tak berubah sedikit pun sejak bertahun-tahun lalu.

Matanya menatap bangku taman itu, kosong, namun dalam.

Ingatan lama datang tanpa permisi.

1
Arman Jaya
lanjjjuuuuttttt
sangtaipan
uwayoooo keren lah sangattt
sangtaipan
ditunggu chapter selanjutnya sobat🔥
sangtaipan
mantap thor, tetap semangat
sangtaipan
keren parah sih
Baby Bear
bagus
Baby Bear
lanjut ka semangat 💪💪💪💪💪
sangtaipan
bagusss bangettt
sangtaipan
keren parahhh
Andi Liu
bagus
Andi Liu
lanjutkan
sangtaipan
hahaha sadiss membunuh jiwa dan raga tanpa menyentuh
Hr⁰ⁿ
Thor mantap alur ceritanya,dan kalo bisa MC di percepat jadi kuat biar nambah seru,
sering sering update Thor
M.ARK: kalau kakaknya berkenan, mampir juga kak ke ceritaku ya kak. terima kasih kak🙏
Hr⁰ⁿ: udh gw ksih kopi Thor,smngt update
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!