Cewek matre? Itu biasa! Lalu, bagaimana dengan cowok matre? Sangat luar biasa.
Itulah yang Delia rasakan, memiliki kekasih yang menjadikannya seperti ATM berjalan. Hingga pada akhirnya, putus cinta membawa Delia yang tanpa sengaja menghabiskan satu malam bersama dengan pria asing.
Bagaimana cerita Delia selanjutnya? Yuk simak!
So Stay Tune!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mom AL, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 34 ONS
Satu bulan kemudian.
Naima yang baru saja pulang dari SPA terkejut saat melihat pintu kamarnya yang terbuka. Dia bergegas masuk ke dalam dan disana ternyata ada Delia.
"Kau sedang apa?" bentak Naima marah. Delia yang kala itu mendapatkan sepasang sarung tangan di lemari milik Naima, langsung menyembunyikannya di belakang badan.
Naima mendekati Delia, dia menatap wanita itu dengan tajam. "Ku tanya apa yang kau lakukan dikamarku?" desaknya.
"I—ini, Aryan memintaku untuk membereskan kamarmu."
Mata Naima menyelidiki gerak gerik Delia, tatapannya seperti mengidentifikasi. "Benarkah?" Delia menjawab dengan anggukan, dia mencoba tersenyum meskipun saat ini hatinya merasa deg degan.
"Baiklah, sekarang keluar dari sini karena aku ingin istirahat!" usir Naima.
Delia hendak pergi, tetapi suara Naima mengehentikan langkahnya.
"Oh, ya! Satu lagi. Kau harus ingat, jangan sembarangan masuk ke dalam kamar orang. Meskipun itu perintah Aryan atau siapa pun!"
"Bukankah kau menganggap ku sebagai adik, Kak? Lalu, kenapa kau bicara seperti ini?"
"Kau benar sekali, Delia. Dulu aku memang mengganggap sebagai adik, itu karena anak Aryan. Tapi sekarang, anak itu telah tiada, dan begitupun dengan perasaanku." ucap Naima jujur, sebenarnya dia sudah muak berpura-pura baik pada Delia.
Tak ingin perdebatan semakin panjang, Delia pun akhirnya memutuskan pergi dari sana. Setelah melihat adik iparnya menjauh, Naima langsung menutup pintu. Dia membuka lemari dan melihat sesuatu yang dia sembunyikan selama dua tahun ini masih tertata utuh disana. Naima menghembuskan napas lega.
"Apa mungkin Delia sudah mencurigaiku? Kalau memang iya, aku harus segera menghabisinya. Dia akan bertemu dengan calon istri Aryan, Diana di neraka sana." ujar Naima tertawa jahat.
Delia berlari masuk ke dalam kamar, dia mengunci pintu dari dalam. Kemudian, dirinya mengeluarkan sarung tangan yang berhasil dia ambil dari lemari Naima. Dia menyembunyikannya di dalam baju sebelum Naima menegurnya.
"Syukurlah, aku mendapatkan ini." Delia menggenggam sarung tangan berwarna hitam itu. "Aku harus menyimpannya dengan baik. Lalu, akan ku cari bukti lainnya yang lebih kuat, agar aku bisa membongkar kedok kak Naima. Dia terlihat baik, tapi sebenarnya tidak! Sungguh, siapapun tidak bisa menebaknya." gumam Delia yang akhirnya tau siapa pelaku pembunuhan Diana.
"Kau sudah basah, Delia. Maka harus menyelesaikan semua ini sampai tuntas." tekad Delia, ingin membantu Aryan dari tuduhan.
Pintu kamar diketuk, Delia segera menutup peti kecil yang dia simpan di sudut bawah lemari, tertumpuk pakaian. Dirinya bergegas membuka pintu. Terlihat Aryan yang sudah menunggu diluar sana.
"Kenapa mengunci pintu dari dalam?" tanya Aryan sambil berjalan masuk.
"Maaf, tadi aku sedang istirahat. Dan tidak ingin diganggu." jawab Delia sekenanya.
"Kau sakit?'' Aryan pun menatap istrinya itu dengan lekat.
"Hei, tidak! Aku hanya ingin istirahat saja."
"Baiklah, aku mandi dulu." Aryan pergi ke kamar mandi sambil membawa pakaiannya.
Meraka berdua sudah seperti pasangan suami-istri pada umumnya. Hanya saja, saat ini mereka masih tidur di ranjang yang terpisah. Aryan di sofa, dan Delia di kasur.
"Kau tidak turun untuk makan malam?" Aryan menyisir rambutnya di depan cermin.
"Aku tidak selera makan,"
"Apa ada yang sedang kau pikirkan? Tidak biasanya kau bersikap seperti ini."
'Kau benar, Tuan Aryan. Aku memikirkan sesuatu, sampai makan pun tidak selera. Bagaimana caranya aku memberitahu padamu, jika Kakakmu sendirilah yang sudah melenyapkan calon istrimu. Dan bukti, aku tidak tahu kapan bukti kuat itu bisa terkumpul.' batin Delia, dia melamun sampai tidak mendengarkan ucapan Aryan.
''Mau tidak?" tanya Aryan membuat Delia terkejut.
"Hah? K—kau mengatakan sesuatu?"
"Aku bilang, jika kau merasa tidak enak badan, katakan padaku. Kita bisa pergi ke rumah sakit, atau ku panggilkan dokter pribadi keluargaku. Dan jika kau mau, aku akan bawakan makan malam mu ke dalam kamar."
"Jangan, Tuan Aryan! Aku tidak ingin merepotkanmu, sungguh."
"Merepotkan? Saat ini kau masih menjadi istriku, jadi semua itu sudah tanggungjawab ku. Jika sesuatu terjadi padamu, maka akulah orang yang paling bodoh di dunia ini. Suami tidak berguna, suami yang tidak becus mengurus istirnya.'' ujar Aryan terus mengoceh, membuat sudut bibir Delia sedikit terangkat.
"Terserah kau saja. Tapi, jika kau harus bawakan makanan ke dalam kamar, bagaimana tanggapan mereka nanti? Maksudku, Tante Jemi dan kak Naima."
"Tak perlu pikirkan mereka karena aku hanya menjalankan tugasku." Aryan tersenyum tipis, dia beranjak dari ranjang lalu pergi keluar dari kamar. Senyuman yang tulus itu, baru kali ini Delia melihatnya. Dan sangat manis sekali menurutnya. Delia menggelengkan kepala, merasa konyol dengan pikirannya sendiri.
kaya kaca mbke /CoolGuy//CoolGuy/
biar della aja yg tunjukin bukti ke aryan biar dramatis dan usai